Ekonomi Kreatif Dorong Pembangunan Daerah Tertinggal
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) akan menggerakkan ekonomi kreatif di daerah tertinggal. Ekonomi kreatif akan memberikan sumber penghidupan baru di daerah tertinggal.
Menteri Desa PDTT Marwan Jafar mengatakan, pihaknya akan mendorong pengembangan ekonomi kreatif di daerah tertinggal. Hal ini dilakukan untuk mempercepat pengentasan daerah tertinggal yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, daerah tertinggal memiliki keunikan budaya yang sudah berlangsung turun-temurun bahkan menjadi sumber penghidupan masyarakatnya selama ini. ”Tentunya hal ini merupakan potensi yang bisa dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi kreatif untuk menggerakkan ekonomi setempat serta mengangkat kesejahteraan masyarakatnya,” katanya di Kantor Kemendes PDTT kemarin.
Politikus PKB ini menjelaskan, ekonomi kreatif bersumber dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Peranan ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional terus meningkat. Pada tahun 2013 kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,9% tahun 2014 menjadi 7,65% dan tahun ini diperkirakan 8-9%.
Data ini menunjukkan perilaku konsumtif terhadap produk ekonomi kreatif terus meningkat seiring dengan perilaku masyarakat yang memasukkan unsur keunikan budaya serta daya kreativitas yang tinggi pada setiap unsur kehidupannya. Dia mengungkapkan, fenomena ini menjadi insentif bagi masyarakat daerah tertinggal untuk mewujudkan ide-ide kreatif dalam mengolah sumber daya yang ada di sekitarnya menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis tinggi karena keunikan dan daya kreativitasnya.
Terlebih lagi, lanjutnya, produk ekonomi kreatif yang saat ini cukup diminati konsumen domestik dan global banyak yang bisa dikembangkan masyarakat daerah tertinggal seperti batik, ukiran, bordir, kaligrafi, aksesori, produk kulit, dan makanan ringan. ”Yang penting produk tersebut ada muatan corak budaya atau citarasa khas daerah yang membuatnya unik menarik di mata konsumen, bisa dijadikan suvenir, hadiah atau semacamnya,” tambahnya.
Ketua Lembaga Kajian Ekonomi Nusantara (L-KEN) Didin S Damanhuri berpendapat, visi Nawacita untuk membangun perdesaan dimungkinkan menemui hambatan. Menurut dia, penyebabnya karena lingkungan strategis ekonomi global yang tidak menguntungkan. Perspektif Nawacita dengan nuansa mewujudkan pembangunan dari daerah pinggiran bisa terancam.
”Ini merupakan paradigma yang menentang arus terhadap pertumbuhan ekonomi tinggi yang menimbulkan ketimpangan meski akan ada kucuran dana APBN ke setiap desa rata-rata sekitar Rp1,2 miliar atau total hampir Rp20 triliun,” ujarnya.
Neneng zubaidah
Menteri Desa PDTT Marwan Jafar mengatakan, pihaknya akan mendorong pengembangan ekonomi kreatif di daerah tertinggal. Hal ini dilakukan untuk mempercepat pengentasan daerah tertinggal yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, daerah tertinggal memiliki keunikan budaya yang sudah berlangsung turun-temurun bahkan menjadi sumber penghidupan masyarakatnya selama ini. ”Tentunya hal ini merupakan potensi yang bisa dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi kreatif untuk menggerakkan ekonomi setempat serta mengangkat kesejahteraan masyarakatnya,” katanya di Kantor Kemendes PDTT kemarin.
Politikus PKB ini menjelaskan, ekonomi kreatif bersumber dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Peranan ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional terus meningkat. Pada tahun 2013 kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,9% tahun 2014 menjadi 7,65% dan tahun ini diperkirakan 8-9%.
Data ini menunjukkan perilaku konsumtif terhadap produk ekonomi kreatif terus meningkat seiring dengan perilaku masyarakat yang memasukkan unsur keunikan budaya serta daya kreativitas yang tinggi pada setiap unsur kehidupannya. Dia mengungkapkan, fenomena ini menjadi insentif bagi masyarakat daerah tertinggal untuk mewujudkan ide-ide kreatif dalam mengolah sumber daya yang ada di sekitarnya menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis tinggi karena keunikan dan daya kreativitasnya.
Terlebih lagi, lanjutnya, produk ekonomi kreatif yang saat ini cukup diminati konsumen domestik dan global banyak yang bisa dikembangkan masyarakat daerah tertinggal seperti batik, ukiran, bordir, kaligrafi, aksesori, produk kulit, dan makanan ringan. ”Yang penting produk tersebut ada muatan corak budaya atau citarasa khas daerah yang membuatnya unik menarik di mata konsumen, bisa dijadikan suvenir, hadiah atau semacamnya,” tambahnya.
Ketua Lembaga Kajian Ekonomi Nusantara (L-KEN) Didin S Damanhuri berpendapat, visi Nawacita untuk membangun perdesaan dimungkinkan menemui hambatan. Menurut dia, penyebabnya karena lingkungan strategis ekonomi global yang tidak menguntungkan. Perspektif Nawacita dengan nuansa mewujudkan pembangunan dari daerah pinggiran bisa terancam.
”Ini merupakan paradigma yang menentang arus terhadap pertumbuhan ekonomi tinggi yang menimbulkan ketimpangan meski akan ada kucuran dana APBN ke setiap desa rata-rata sekitar Rp1,2 miliar atau total hampir Rp20 triliun,” ujarnya.
Neneng zubaidah
(bbg)