Perpres Picu Gesekan Kewenangan

Sabtu, 07 Maret 2015 - 10:00 WIB
Perpres Picu Gesekan Kewenangan
Perpres Picu Gesekan Kewenangan
A A A
JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26/2015 yang memperluas kewenangan Staf Kepresidenan tidak hanya berpotensi mengganggu sistem koordinasi di istana, melainkan juga rawan membuat lembaga yang ada saling berebut kewenangan.

Saat ini sudah ada Sekretariat Negara (Setneg), sekretaris kabinet (seskab), wakil presiden, dan empat menteri koordinator (menko). Dengan perluasan kewenangan staf kepresidenan akan membuat program menteri-menteri dikendalikan atau dievaluasi rutin oleh lembaga yang dipimpin Luhut Panjaiatan ini. Artinya, menteri sudah di bawah kewenangan Staf Kepresidenan. Di saat yang sama, unsur lain terutama wapres dan menko juga berwenang mengevaluasi kementerian.

“Manajemen pemerintah bisa berantakan. Masa menteri di bawah kendali atau koordinasi Staf Kepresidenan. Ini namanya mengambil paksa tugas dan wewenang menteri koordinator,” ujar Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi kemarin. Uchok menyimpulkan, dengan perpres tersebut Jokowi sama saja membiarkan orangorang Istana atau orang dekatnya saling berebut kewenangan.

Seperti diketahui, Perpres Nomor 26/2015 memberikan kewenangan kepada kepala Staf Kepresidenan ikut mengendalikan program prioritas. Ini tidak lagi seperti Perpres Nomor 190/2014 yang hanya mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan. Di sisi lain, Staf Kepresidenan adalah lembaga yang tidak masuk dalam nomenklatur kementerian/ lembaga.

Dengan demikian, kegiatan lembaga ini tidak menggunakan dana APBN. Uchok mengatakan, pada Pasal 37 ayat (2) perpres itu disebutkan, Kantor Presiden dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dibiayai APBN. “Artinya, pendanaan bisa masuk ke Kantor Staf Kepresidenan tanpa melalui kontrol yang baik melalui proses perencanaan dan penganggaran di APBN.

Ini bisa terjadi penyalahgunaan kekuasaan karena Kantor Staf Kepresidenan bisa dibajak oleh pihak lain. Dana dari pihak lain itu tidak gratis, mempunyai kepentingan,” ujarnya. Untuk itu Uchok menyarankan Presiden Joko Widodo segera membatalkan perpres tersebut karena sumber pendanaannya yang tidak jelas. Staf Kepresidenan berpotensi menimbulkan penyelewengan dengan ditutupi kekuasaan besar yang dimilikinya.

Di lain pihak, anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, presiden semestinya mengkaji kembali fungsi kelembagaan pembantu presiden. Dia menilai perluasan kewenangan terhadap Kepala Staf Kepresidenan belum memiliki urgensi. “Ini kan selalu beririsan dengan kewenangan wakil presiden, kewenangan yang dimiliki menteri koordinator,” ucapnya kemarin.

Masinton menyatakan beban dan tanggung jawab pemerintahan seharusnya sudah terwadahi dengan adanya pemerintah di Kabinet Kerja dan badanbadan setingkat kementerian. “Tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tidak boleh tumpang tindih kepentingannya, antara kepresidenan dengan menko dan Wapres,” ujarnya.

Dia menduga perluasan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan akan mengganggu koordinasi antarlembaga yang ada saat ini. Pasalnya, kewenangan Staf Kepresidenan tidak boleh lebih tinggi dari Wapres, menko, dan menteri-menteri lainnya. “Kalau overlapping akan menciptakan disharmoni antarlembaga,” ujarnya.

Masinton menegaskan, PDIP sebagai partai pengusung utama Jokowi bukan pihak yang membuat usulan perpres tersebut. Untuk itu dia meminta Presiden mengkaji ulang dan ke depannya lebih berhati-hati lagi dalam membuat kebijakan. “Saya tidak tahu Presiden dapat ide dari mana, tapi kita tetap menghargai karena itu ranahnya Presiden,” ucapnya. Sebelumnya, pihak Istana membantah diperluasnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan akan mereduksi kewenangan Wapres dan para menteri koordinator.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, perppres bertujuan untuk meletakkan Kepala Staf Kepresidenan sebagai pembantu Presiden dalam mengendalikan program prioritas. “Kira-kira tugasnya adalah berkaitan tentang programprogram prioritas nasional. Ada lima sektor utama, infrastruktur, ekonomi, maritim, pangan, dan pariwisata,” ujar Andi di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (5/3).

Menurutnya, Presiden memperluas kewenangan Kantor Kepala Staf Kepresidenan antara lain untuk meningkatkan sinergi antara semua unit yang berada dalam lingkungan Kepresidenan, mulai dari Bappenas, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kepala Staf dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Sucipto/mula akmal
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6516 seconds (0.1#10.140)