Kesetaraan Gender Bantu Kembangkan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Setiap orang memiliki hak yang sama di berbagai aspek tanpa memandang kelas ataupungender. Perempuanjuga bisa meniti karier sesuai keinginan dan kemampuan mereka.
“Kami melihat isu hak perempuan dalam masalah hak asasi manusia (HAM) memerlukan dukungan dan promosi. Peran perempuan sangat besar. Mereka berkontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi domestik sebab perempuan ikut menciptakan kesejahteraan,” ungkap Duta Besar (Dubes) Kanada untuk Indonesia H E Donald Bobiash dalam Konferensi Agama, Tradisi, dan Hak Perempuan di Indonesia yang digelar Kedubes Kanada bekerja sama dengan Jurnal Perempuan di Jakarta kemarin.
Menurut Bobiash, Kanada sangat menjunjung tinggi kesetaraan gender. Hal tersebut bahkan sudah menjadi prioritas. Selain membantu pertumbuhan ekonomi, perempuan juga menjadi agen perubahan yang kuat di berbagai bidang. Kesetaraan gender tidak hanya menyangkut hak asasi, tapi juga keadilan sosial, perdamaian, dan keamanan.
“Saat perempuan diberdayakan dan kesetaraan gender dapat diatasi, masyarakat akan menjadi lebih aman, sehat, dan kesempatan untuk berkembang meningkat sehingga menguntungkan semua pihak,” tutur Bobiash. Namun, sampai saat ini tidak dapat dipungkiri kaum adam tetap mendominasi semua aspek.
Senada dengan Bobiash, Ahmed Fekry Ibrahim, asisten profesor Hukum Islam Institute Islamic Studies di Universitas McGill, Montreal, Kanada, mengatakan, hak antara laki-laki dan perempuan haruslah sama. Apalagi, Indonesia merupakan negara besar. Namun, di Indonesia kesetaraan gender ini masih berbenturan dengan budaya atau agama. Ahmed mengatakan, penyetaraan hak memiliki banyak manfaat.
Salah satunya membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jika perempuan bekerja, seluruh sumber daya manusia (SDM) di Indonesia akan optimal. Meski demikian, pilihan itu memiliki konsekuensi tersendiri bagi perempuan yang mau membangun rumah tangga. Perempuan karier akan menghabiskan sebagian besar waktunya bersama pekerjaan ketimbang anak atau keluarga.
Penyerahan anak pada pembantu rumah tangga (PRT) terkadang juga dinilai bukan solusi yang baik. Pemburuan karier kecil berdampak pada penurunan angka kelahiran. Ini sudah terjadi di Jepang. Menurut Ahmed, Islam bersifat universal. Kaum muslim sebelum abad ke-13 mampu membuat perempuan di Timur Tengah lebih “bahagia” karena sejajar.
“Bahkan, isu mengenai kesetaraan gender di Timur Tengah pada masa pramodern jauh lebih baik ketimbang di Eropa. Namun, penjajahan Eropa membuat budaya Eropa masuk ke Timur Tengah,” katanya. Saat itu kebudayaan dan agama di Timur Tengah seakanakan menjadi pengekang bagi rakyatnya. Ini karena budaya baru Eropa yang dinilai bertentangan dengan kebudayaan asli Timur Tengah.
Kebebasan memakai pakaian ala Eropa misalnya kerap menjadi perdebatan. Pada abad ke-18 umat Islam di Timur Tengah semakin mendapat tantangan. Apalagi, agama dan budaya terkadang sulit dibedakan. “Apakah umat Islam bisa memakai topi orang Eropa? Apakah umat Islam bisa makan daging tanpa disembelih terlebih dahulu sesuai aturan Islam? Saat itu masyarakat bertanya- tanya,” kata Ahmed.
Muh shamil
“Kami melihat isu hak perempuan dalam masalah hak asasi manusia (HAM) memerlukan dukungan dan promosi. Peran perempuan sangat besar. Mereka berkontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi domestik sebab perempuan ikut menciptakan kesejahteraan,” ungkap Duta Besar (Dubes) Kanada untuk Indonesia H E Donald Bobiash dalam Konferensi Agama, Tradisi, dan Hak Perempuan di Indonesia yang digelar Kedubes Kanada bekerja sama dengan Jurnal Perempuan di Jakarta kemarin.
Menurut Bobiash, Kanada sangat menjunjung tinggi kesetaraan gender. Hal tersebut bahkan sudah menjadi prioritas. Selain membantu pertumbuhan ekonomi, perempuan juga menjadi agen perubahan yang kuat di berbagai bidang. Kesetaraan gender tidak hanya menyangkut hak asasi, tapi juga keadilan sosial, perdamaian, dan keamanan.
“Saat perempuan diberdayakan dan kesetaraan gender dapat diatasi, masyarakat akan menjadi lebih aman, sehat, dan kesempatan untuk berkembang meningkat sehingga menguntungkan semua pihak,” tutur Bobiash. Namun, sampai saat ini tidak dapat dipungkiri kaum adam tetap mendominasi semua aspek.
Senada dengan Bobiash, Ahmed Fekry Ibrahim, asisten profesor Hukum Islam Institute Islamic Studies di Universitas McGill, Montreal, Kanada, mengatakan, hak antara laki-laki dan perempuan haruslah sama. Apalagi, Indonesia merupakan negara besar. Namun, di Indonesia kesetaraan gender ini masih berbenturan dengan budaya atau agama. Ahmed mengatakan, penyetaraan hak memiliki banyak manfaat.
Salah satunya membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jika perempuan bekerja, seluruh sumber daya manusia (SDM) di Indonesia akan optimal. Meski demikian, pilihan itu memiliki konsekuensi tersendiri bagi perempuan yang mau membangun rumah tangga. Perempuan karier akan menghabiskan sebagian besar waktunya bersama pekerjaan ketimbang anak atau keluarga.
Penyerahan anak pada pembantu rumah tangga (PRT) terkadang juga dinilai bukan solusi yang baik. Pemburuan karier kecil berdampak pada penurunan angka kelahiran. Ini sudah terjadi di Jepang. Menurut Ahmed, Islam bersifat universal. Kaum muslim sebelum abad ke-13 mampu membuat perempuan di Timur Tengah lebih “bahagia” karena sejajar.
“Bahkan, isu mengenai kesetaraan gender di Timur Tengah pada masa pramodern jauh lebih baik ketimbang di Eropa. Namun, penjajahan Eropa membuat budaya Eropa masuk ke Timur Tengah,” katanya. Saat itu kebudayaan dan agama di Timur Tengah seakanakan menjadi pengekang bagi rakyatnya. Ini karena budaya baru Eropa yang dinilai bertentangan dengan kebudayaan asli Timur Tengah.
Kebebasan memakai pakaian ala Eropa misalnya kerap menjadi perdebatan. Pada abad ke-18 umat Islam di Timur Tengah semakin mendapat tantangan. Apalagi, agama dan budaya terkadang sulit dibedakan. “Apakah umat Islam bisa memakai topi orang Eropa? Apakah umat Islam bisa makan daging tanpa disembelih terlebih dahulu sesuai aturan Islam? Saat itu masyarakat bertanya- tanya,” kata Ahmed.
Muh shamil
(bbg)