Perpres Rawan Timbulkan Resistensi

Jum'at, 06 Maret 2015 - 11:14 WIB
Perpres Rawan Timbulkan...
Perpres Rawan Timbulkan Resistensi
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo diingatkan untuk berhati-hati dan tidak sembarangan membagi-bagikan kekuasaan, terlebih kepada lembaga Staf Kepresidenan yang tidak masuk dalam nomenklatur kementerian/lembaga.

Sejumlah anggota DPR menilai, kebijakan Presiden Jokowi memperluas kewenangan Staf Kepresidenan melalui Peraturan Presiden (Perpres) 26/2015 berpotensi menimbulkan resistensi di internal kabinet dan merusak sistem koordinasi di Istana yang pada gilirannya bisa mengacaukan koordinasi Presiden dengan para pembantunya.

Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto mengatakan, jika kewenangan besar yang diberikan kepada Luhut Panjaitan selaku kepala Staf Kepresidenan itu memunculkan resistensi di internal Kabinet Kerja, tentu persoalan akan muncul. Apalagi, tanda-tanda resistensi itu sudah terlihat saat Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyoroti perpres itu karena dinilai bisa menimbulkan koordinasi yang berlebihan.

Menurut Yandri, kebijakan seperti itu tidak menutup kemungkinan akan membuat lembaga lain merasa tersubordinasi. Apalagi, di Istana saat ini sudah ada menteri sekretaris negara (mensesneg), sekretaris kabinet (seskab), bahkan wapres. ”Jangan sampai ada tumpang tindih atau overlap kewenangan.

Itu harus jelas. Kalau tidak diantisipasi dalam hal kebijakan bisa berbenturan,” ujarnya kemarin. Senada dengan Yandri, anggota Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menilai kewenangan besar yang diberikan kepada Luhut Panjaitan berpotensi mengurangi kewenangan wapres. ”Saya mempertanyakan fungsi wakil presiden bagaimana? Kita bingung pola kerja sama staf kepresidenan, mensesneg dan seskab, pembagiannya bagaimana, belum begitu jelas.

Ketiganya semua ring satu dan semua bekerja di istana,” ungkapnya. Sorotan terhadap perpres tersebut bahkan juga datang dari Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly. ”Ya, itu (perpres) perlu dikaji,” ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Untukdiketahui, pada 23Februari 2015 Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 26/ 2015.

Di situ diatur bahwa Kantor Staf Kepresidenan akan melaksanakan fungsi pengendalian program-program prioritas nasional sesuai dengan visi dan misi presiden. Aturan tersebut merevisi Perpres Nomor 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan. Merespons hal tersebut, JK mengatakan bahwa penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan untuk melakukan koordinasi antarkementerian dapat menimbulkan koordinasi yang berlebihan.

”Mungkin nanti koordinasi berlebihan kalau terlalu banyak, ada instansi lagi yang bisa mengoordinasi pemerintahan. Berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisasimpangsiur,” ujarJKdikantornya, Jakarta, Rabu (4/3). Namun, kepada wartawan kemarin, JK mengaku telah mengoordinasikan perihal perpres itu dengan Presiden Jokowi. Kali ini JK berpandangan bahwaperpresitutidakakanmereduksi kewenangannya sebagai wapres.

”Tidak, tidak seperti itu. Kita harus buat yang terbaik untuk bangsa ini,” tegas politikus senior Partai Golkar ini. Sementara itu, pihak Istana membantah diperluasnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan akan mereduksi kewenangan wapres dan para menteri koordinator. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, perpres bertujuan untuk meletakkan kepala staf sebagai pembantu presiden dalam mengendalikan program prioritas.

Ada lima sektor utama yang ditangani yakni infrastruktur, ekonomi, maritim, pangan, dan pariwisata. ”Ada komunikasi politik yang harus dilakukan oleh kepala staf kepresidenan untuk membantu kelancaran pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan yang ada monitoring dan evaluasi. Dan itu terutama untuk implementasi programprogram prioritas dan ada deputi yang kerjanya di bidang analisis,” jelasnya.

Di sisi lain, Presiden Jokowi disarankan memperbaiki dan menata manajemen politik khususnya di lingkaran Istana agar dalam pembagian kewenangan tidak ada tumpang tindih yang berpotensi mengganggu efektivitas kinerjanya. ”Pak Jokowi tentu punya keinginan untuk memudahkan kinerjanya dalam hal evaluasi dan pengawasan, tetapi akan kontraproduktif kalau manajemennya tidak ditata secara benar bagaimana pembagian kewenangan,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari kemarin.

Menurut dia, kelemahan manajemen di lingkaran Istana bisa dilihat ketika JK mengaku belummengetahuidantidakdiajak berkoordinasi perihal penambahan kewenangan Kantor Staf Kepresidenan, kemudian Mensesneg Pratikno juga mengatakan tidak dilibatkan, dan Menkumham Yasonna H Laoly yang menyarankan agar perpres itu dikaji lagi.

”Sekarang dengan telah munculnya kesimpangsiuran antarlembaga di bawah presiden, tinggal bagaimana Pak Luhut mengimplementasikan kewenangannya itu apakah akan luwes atau tidak. Kalau luwes tentu akan membantu tugas presiden, tetapi kalau tidak tentu akan menimbulkan resistensi,” ujarnya.

Dilainpihak, WakilKetuaDPR Fahri Hamzah justru mendukung apa yang diputuskan PresidenJokowi. Sebab, kata Fahri, hal itu sebagai upaya untuk memperkuat presidensialisme. ”Itu merupakan suatu langkah positif karena akan memperkuat sistem presidensial. Saya menganggap staf kepresidenan itu akan memperkuat roh presidensialisme, dan saya mendukung. Saya bahkan mengusulkan tidak hanya perpres, tapi diatur dalam undangundang,” katanya kemarin.

Rahmat sahid/Rarasati syarief/Sindonews/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1357 seconds (0.1#10.140)