Transparansi Bisa Kikis Citra Negatif
A
A
A
JAKARTA - Persepsi tentang reses yang dilakukan anggota DPR banyak mengarah ke hal negatif, termasuk sering diasumsikan sebagai masa libur anggota DPR.
Padahal, sejatinya justru melalui reses DPR bisa bekerja menunjukkan fungsi representatifnya di daerah pemilihan (dapil). Beberapa anggota Dewan berpandangan, salah satu upaya untuk bisa mengikis asumsi atau citra negatif tersebut adalah dengan melaporkan secara transparan kegiatan reses, baik laporan yang dipublikasikan secara personal maupun dikompilasikan secara kelembagaan oleh DPR.
“Memang sejauh ini belum ada kesadaran secara personal maupun kelembagaan soal pentingnya pelaporan kerja dan menyosialisasikannya ke publik. Akibatnya masa reses ini masih diasumsikan sebagai masa libur,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa, kemarin. Menurut dia, terlepas dari bahwa sekarang ini masih ada anggota DPR yang ketika reses tidak turun ke dapil, tetapi faktor tiadanya pelaporan secara transparan dan sosialisasi kerja membuat citra negatif reses terus melekat.
Anggota DPR dari dapil Jabar VII ini menjelaskan, ada dua hal yang bisa dilakukan saat masa reses. Pertama, menyerap aspirasi yang berkaitan dengan kepentingan konstituen. “Kalau itu dilakukan dengan baik, tentu persepsi akan berubah. Apalagi juga kalau DPR sampaikan ke konstituen bahwa reses itu bukan libur tetapi kerja di luar masa persidangan,” tukasnya. Kedua, jelas Saan, bisa juga bekerja sama dengan instansi di daerah yang berkaitan dengan kerjanya di komisi.
Misalnya, untuk anggota Komisi II DPR, maka ketika reses bisa berkunjung ke instansi seperti KPUD dan pemerintah daerah (pemda) untuk melihat bagaimana aplikasi peraturan di lapangan. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu mengatakan, opini yang melekat pada DPR begitu negatif karena memang kurang efektif dalam mengomunikasikan proses kerjanya ke publik. Padahal, kata dia, tidak sedikit anggota DPR yang benar-benar bekerja setiap reses.
“Dan inilah yang menjadi tantangan buat saya khususnya untuk bisa menunjukkan kinerja baik saat masa persidangan maupun saat reses,” ungkapnya. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengungkapkan, sebenarnya DPR periode ini sudah lebih menata diri secara kelembagaan mengenai kerja dan fungsinya, termasuk ketika masa reses.
Dia mencontohkan, saat ini sudah ada mekanisme penindaklanjutan setiap kali usai reses di mana dalam paripurna ada forum yang secara khusus untuk menyampaikan aspirasi yang diserap dari dapil.
“Itu sudah ada mekanismenya meskipun tetap dikoordinasikan melalui fraksi. Masingmasing menyampaikan aspirasi selama tiga menit dan sudah ada tim yang menindaklanjuti dan diperjuangkan ke ranah kebijakan,” ungkapnya.
Rahmat sahid
Padahal, sejatinya justru melalui reses DPR bisa bekerja menunjukkan fungsi representatifnya di daerah pemilihan (dapil). Beberapa anggota Dewan berpandangan, salah satu upaya untuk bisa mengikis asumsi atau citra negatif tersebut adalah dengan melaporkan secara transparan kegiatan reses, baik laporan yang dipublikasikan secara personal maupun dikompilasikan secara kelembagaan oleh DPR.
“Memang sejauh ini belum ada kesadaran secara personal maupun kelembagaan soal pentingnya pelaporan kerja dan menyosialisasikannya ke publik. Akibatnya masa reses ini masih diasumsikan sebagai masa libur,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa, kemarin. Menurut dia, terlepas dari bahwa sekarang ini masih ada anggota DPR yang ketika reses tidak turun ke dapil, tetapi faktor tiadanya pelaporan secara transparan dan sosialisasi kerja membuat citra negatif reses terus melekat.
Anggota DPR dari dapil Jabar VII ini menjelaskan, ada dua hal yang bisa dilakukan saat masa reses. Pertama, menyerap aspirasi yang berkaitan dengan kepentingan konstituen. “Kalau itu dilakukan dengan baik, tentu persepsi akan berubah. Apalagi juga kalau DPR sampaikan ke konstituen bahwa reses itu bukan libur tetapi kerja di luar masa persidangan,” tukasnya. Kedua, jelas Saan, bisa juga bekerja sama dengan instansi di daerah yang berkaitan dengan kerjanya di komisi.
Misalnya, untuk anggota Komisi II DPR, maka ketika reses bisa berkunjung ke instansi seperti KPUD dan pemerintah daerah (pemda) untuk melihat bagaimana aplikasi peraturan di lapangan. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu mengatakan, opini yang melekat pada DPR begitu negatif karena memang kurang efektif dalam mengomunikasikan proses kerjanya ke publik. Padahal, kata dia, tidak sedikit anggota DPR yang benar-benar bekerja setiap reses.
“Dan inilah yang menjadi tantangan buat saya khususnya untuk bisa menunjukkan kinerja baik saat masa persidangan maupun saat reses,” ungkapnya. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengungkapkan, sebenarnya DPR periode ini sudah lebih menata diri secara kelembagaan mengenai kerja dan fungsinya, termasuk ketika masa reses.
Dia mencontohkan, saat ini sudah ada mekanisme penindaklanjutan setiap kali usai reses di mana dalam paripurna ada forum yang secara khusus untuk menyampaikan aspirasi yang diserap dari dapil.
“Itu sudah ada mekanismenya meskipun tetap dikoordinasikan melalui fraksi. Masingmasing menyampaikan aspirasi selama tiga menit dan sudah ada tim yang menindaklanjuti dan diperjuangkan ke ranah kebijakan,” ungkapnya.
Rahmat sahid
(ars)