Mulai 1 April, Tarif Tol Kena Pajak 10%
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat mesti bersiap untuk membayar tarif jalan tol lebih mahal. Ini setelah Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menerbitkan aturan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk tarif jalan tol.
”Sudah saya teken tadi (peraturannya). Mulai berlaku 1 April kalau enggak salah,” ungkap Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Dia menjelaskan, pengenaan PPN sebesar 10% itu sudah dibicarakan dengan pengelola jalan tol seperti PT Jasa Marga Tbk maupun PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Pengenaan pajak tersebut akan dilakukan berbarengan dengan penyesuaian tarif tol yang secara berkala memang dilakukan.
”Akan naik, tarifnya akan naik bersamaan dengan perubahan tarif. Kan mereka (pengelola tol) mau naikkan, nah bersamaan dengan itu,” ujar Sigit. Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said mengatakan, penerapan PPN sebesar 10% yang akan dibebankan kepada pengguna jasa tol bisa dilakukan, tetapi harus mempertimbangkan standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol.
”Saya kira sah-sah saja pajak seperti PPN diterapkan oleh pemerintah. Namun sekali lagi yang menanggung itu para pengguna jasa tol. Tentu itu harus dilihat sejauh mana pelayanan yang diberikan pengelola jalan tol, apakah memuaskan atau tidak. Kalau tidak memuaskan, jangan dulu dikenai tarif,” katanya. Menurut dia, tol merupakan jalan alternatif yang bebas dari hambatan. Jika pelayanan memuaskan, masyarakat tidak akan keberatan membayar pajak.
”Masalahnya, apakah jalan tol kita ini sudah sesuai peruntukannya, bahwa jalan tol itu bebas dari hambatan. Kenyataannya tidak demikian. Misalnya di jalan tol dalam kota, itu pada jam tertentu sangat padat. Carikan solusi bagaimana membuat kepadatan itu tidak lagi berujung pada kemacetan,” tandasnya. Dia menambahkan, jalan tol merupakan jalan negara yang konsesi pengusahaannya diberikan kepada pengelola. Karena itu, kalau PPN dikenakan, layanan jalan tol harus semakin baik.
”Pajak dari tol efeknya juga harus dirasakan oleh pengguna tol, dengan cara bagaimana menambah infrastruktur jalan tol agar lebih nyaman dan tidak berujung macet,” ujarnya. Dia berharap penerapan pajak pada tiap-tiap ruas tidak dilakukan bersamaan, tetapi harus disesuaikan berdasarkan SPM. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pengenaan PPN sebesar 10% terhadap tarif tol sebagai kebijakan yang tidak adil. Pasalnya pelayanan tol hingga saat ini belum membaik.
”Itu tidak fair karena pelayanan tol saat ini masih amburadul,” paparnya. Dia menambahkan, pengenaan PPN itu dapat memicu kenaikan ongkos distribusi barang sehingga berpotensi menaikkan harga bahan kebutuhan pokok. ”Hal tersebut dapat memberatkan pihak konsumen dan akan berdampak pada kenaikan kebutuhan pokok,” tandasnya. YLKI meminta rencana penerapan PPN 10% terhadap tarif tol dibatalkan.
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai aneh penerapan PPN 10% terhadap tarif tol. ”Itu kan sama saja kenaikan tarif terselubung, cuma istilahnya saja yang disebut pajak,” ujarnya. Pengelola jalan tol mengaku tidak keberatan dengan rencana pengenaan PPN sebesar 10% dari tarif tol. Corporate Secretary Jasa Marga David Wijayatno mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu kejelasan mengenai penerapan PPN oleh pemerintah.
”Pada dasarnya tidak ada masalah. Kita menunggu penerapannya di lapangan seperti apa. Jika mengacu pada tarif tol yang ada, kita berharap ada pembulatan,” ujarnya. Dia mengatakan pengenaan pajak terhadap tarif jalan tol sudah lama direncanakan pemerintah. Namun dulu investasi di sektor jalan tol belum menguntungkan karena sifatnya jangka panjang sehingga tarif tol belum dikenai pajak.
”Nah sekarang, kalau diterapkan kita setuju saja karena penerapan pajak ini juga dari pengguna jasa dan untuk masyarakat. Tinggal mekanismenya bagaimana, masih kita tunggu,” ujarnya. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Achmad Ghani Gazali mengatakan, saat ini pihaknya masih membicarakan pengenaan pajak PPN bersama Kementerian Keuangan. ”Ini masih dibahas. Mengenai waktunya ditargetkan April, cuma pembicaraannya kan masih panjang,” ungkapnya.
Badan Pengatur Jalan Tol sebagai regulator juga masih menunggu aturan perpajakan dari Kementerian Keuangan, termasuk turunan aturan dari undangundang maupun peraturan pemerintah. Di sisi lain, pihaknya harus memastikan apakah pengenaan tarif PPN tersebut akan langsung dikenakan kepada pengelola jalan tol atau dilakukan bertahap. ”Makanya masih menunggu aturan dan pembicaraan bersama Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Dampak BBM
Dibagian lain, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman memperkirakan kenaikan harga premium sebesar Rp200 per liter tidak terlalu berpengaruh terhadap pangan olahan. Meski demikian, dia khawatir dampak psikologis kenaikan harga BBM di lapangan. ”Banyak pedagang dan pelaku usaha kecil-kecil, mereka tahunya ketika BBM naik ada yang ikut-ikutan menaikkan harga. Ini yang saya khawatirkan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak menyembunyikan keputusan kenaikan harga BBM per 1 Maret 2015. Menurutnya, pemerintah akan menyesuaikan harga BBM di Tanah Air dengan pergerakan harga minyak mentah dunia. ”Sudah persetujuan bersama dan sudah diumumkan ke masyarakat. Tidak perlu naik-turun (harga bbm) diumumkan,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah pengguna kendaraan menganggap kenaikan harga premium yang berlaku sejak 1 Maret 2015 minim sosialisasi. Warga menilai kenaikan harga sebesar Rp200 per liter memang tidak terlalu memberatkan, namun tetap harus disosialisasikan.
Harga BBM jenis premium mulai 1 Maret dinaikkan sebesar Rp200 sehingga menjadi Rp6.900 per liter akibat penguatan harga minyak di pasar internasional dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Arsy ani s/ ichsan amin/ okezone/ oktiani endarwati/ant
”Sudah saya teken tadi (peraturannya). Mulai berlaku 1 April kalau enggak salah,” ungkap Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Dia menjelaskan, pengenaan PPN sebesar 10% itu sudah dibicarakan dengan pengelola jalan tol seperti PT Jasa Marga Tbk maupun PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Pengenaan pajak tersebut akan dilakukan berbarengan dengan penyesuaian tarif tol yang secara berkala memang dilakukan.
”Akan naik, tarifnya akan naik bersamaan dengan perubahan tarif. Kan mereka (pengelola tol) mau naikkan, nah bersamaan dengan itu,” ujar Sigit. Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said mengatakan, penerapan PPN sebesar 10% yang akan dibebankan kepada pengguna jasa tol bisa dilakukan, tetapi harus mempertimbangkan standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol.
”Saya kira sah-sah saja pajak seperti PPN diterapkan oleh pemerintah. Namun sekali lagi yang menanggung itu para pengguna jasa tol. Tentu itu harus dilihat sejauh mana pelayanan yang diberikan pengelola jalan tol, apakah memuaskan atau tidak. Kalau tidak memuaskan, jangan dulu dikenai tarif,” katanya. Menurut dia, tol merupakan jalan alternatif yang bebas dari hambatan. Jika pelayanan memuaskan, masyarakat tidak akan keberatan membayar pajak.
”Masalahnya, apakah jalan tol kita ini sudah sesuai peruntukannya, bahwa jalan tol itu bebas dari hambatan. Kenyataannya tidak demikian. Misalnya di jalan tol dalam kota, itu pada jam tertentu sangat padat. Carikan solusi bagaimana membuat kepadatan itu tidak lagi berujung pada kemacetan,” tandasnya. Dia menambahkan, jalan tol merupakan jalan negara yang konsesi pengusahaannya diberikan kepada pengelola. Karena itu, kalau PPN dikenakan, layanan jalan tol harus semakin baik.
”Pajak dari tol efeknya juga harus dirasakan oleh pengguna tol, dengan cara bagaimana menambah infrastruktur jalan tol agar lebih nyaman dan tidak berujung macet,” ujarnya. Dia berharap penerapan pajak pada tiap-tiap ruas tidak dilakukan bersamaan, tetapi harus disesuaikan berdasarkan SPM. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pengenaan PPN sebesar 10% terhadap tarif tol sebagai kebijakan yang tidak adil. Pasalnya pelayanan tol hingga saat ini belum membaik.
”Itu tidak fair karena pelayanan tol saat ini masih amburadul,” paparnya. Dia menambahkan, pengenaan PPN itu dapat memicu kenaikan ongkos distribusi barang sehingga berpotensi menaikkan harga bahan kebutuhan pokok. ”Hal tersebut dapat memberatkan pihak konsumen dan akan berdampak pada kenaikan kebutuhan pokok,” tandasnya. YLKI meminta rencana penerapan PPN 10% terhadap tarif tol dibatalkan.
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai aneh penerapan PPN 10% terhadap tarif tol. ”Itu kan sama saja kenaikan tarif terselubung, cuma istilahnya saja yang disebut pajak,” ujarnya. Pengelola jalan tol mengaku tidak keberatan dengan rencana pengenaan PPN sebesar 10% dari tarif tol. Corporate Secretary Jasa Marga David Wijayatno mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu kejelasan mengenai penerapan PPN oleh pemerintah.
”Pada dasarnya tidak ada masalah. Kita menunggu penerapannya di lapangan seperti apa. Jika mengacu pada tarif tol yang ada, kita berharap ada pembulatan,” ujarnya. Dia mengatakan pengenaan pajak terhadap tarif jalan tol sudah lama direncanakan pemerintah. Namun dulu investasi di sektor jalan tol belum menguntungkan karena sifatnya jangka panjang sehingga tarif tol belum dikenai pajak.
”Nah sekarang, kalau diterapkan kita setuju saja karena penerapan pajak ini juga dari pengguna jasa dan untuk masyarakat. Tinggal mekanismenya bagaimana, masih kita tunggu,” ujarnya. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Achmad Ghani Gazali mengatakan, saat ini pihaknya masih membicarakan pengenaan pajak PPN bersama Kementerian Keuangan. ”Ini masih dibahas. Mengenai waktunya ditargetkan April, cuma pembicaraannya kan masih panjang,” ungkapnya.
Badan Pengatur Jalan Tol sebagai regulator juga masih menunggu aturan perpajakan dari Kementerian Keuangan, termasuk turunan aturan dari undangundang maupun peraturan pemerintah. Di sisi lain, pihaknya harus memastikan apakah pengenaan tarif PPN tersebut akan langsung dikenakan kepada pengelola jalan tol atau dilakukan bertahap. ”Makanya masih menunggu aturan dan pembicaraan bersama Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Dampak BBM
Dibagian lain, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman memperkirakan kenaikan harga premium sebesar Rp200 per liter tidak terlalu berpengaruh terhadap pangan olahan. Meski demikian, dia khawatir dampak psikologis kenaikan harga BBM di lapangan. ”Banyak pedagang dan pelaku usaha kecil-kecil, mereka tahunya ketika BBM naik ada yang ikut-ikutan menaikkan harga. Ini yang saya khawatirkan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak menyembunyikan keputusan kenaikan harga BBM per 1 Maret 2015. Menurutnya, pemerintah akan menyesuaikan harga BBM di Tanah Air dengan pergerakan harga minyak mentah dunia. ”Sudah persetujuan bersama dan sudah diumumkan ke masyarakat. Tidak perlu naik-turun (harga bbm) diumumkan,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah pengguna kendaraan menganggap kenaikan harga premium yang berlaku sejak 1 Maret 2015 minim sosialisasi. Warga menilai kenaikan harga sebesar Rp200 per liter memang tidak terlalu memberatkan, namun tetap harus disosialisasikan.
Harga BBM jenis premium mulai 1 Maret dinaikkan sebesar Rp200 sehingga menjadi Rp6.900 per liter akibat penguatan harga minyak di pasar internasional dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Arsy ani s/ ichsan amin/ okezone/ oktiani endarwati/ant
(ars)