Polri Bisa Jemput Paksa BW

Senin, 02 Maret 2015 - 12:19 WIB
Polri Bisa Jemput Paksa...
Polri Bisa Jemput Paksa BW
A A A
JAKARTA - Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Badrodin Haiti menandaskan, Polri bisa melakukan penjemputan paksa jika Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto (BW) tidak juga memenuhi panggilan Bareskrim Polri.

Menurut Badrodin, BW memiliki satu kali kesempatan untuk datang sebagai tersangka secara sukarela. Jika dalam pemanggilan yang berikutnya BWtidaklagi muncul, Bareskrim Polri akan mengeluarkan surat perintah penjemputan paksa.

“Saat kita panggil untuk diperiksa pada Selasa (24/2) yang akhirnya mundur pada Jumat (27/2), dia juga tidak datang, itu dihitung satu kali tidak datang. Maka nanti kita akan panggil lagi,” ungkap Badrodin saat dihubungi kemarin. Badrodin mengatakan, BW baru dipanggil sekali untuk diperiksa sebagai tersangka kasus membantu mengarahkan kesaksian palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Panggilan selanjutnya, ujar Badrodin, merupakan panggilan yang kedua bagi BW. Jika dalam panggilan keduanya BW tidak datang juga, baru akan dilayangkan panggilan ketiga disertai surat penjemputan paksa. “Tapi kita berharap Pak BW datang nanti,” ungkapnya. Sebelumnya pada Selalu (24/2), BW menolak diperiksa penyidik dan memilih untuk melayangkan surat ke Bareskrim. Isi surat itu salah satunya soal permintaan untuk dilakukan gelar perkara khusus atas kasusnya.

Mengenai gelar perkara khusus ini, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, gelar perkara khusus merupakan wewenang Polri. Menurut dia, ada atau tidaknya gelar perkara khusus sepenuhnya ada di tangan Polri yang menentukan. Meski demikian, ujar dosen FISIP Universitas Indonesia ini, gelar perkara khusus bisa dilakukan dalam kasus BW.

Terutama untuk mendapatkan kepastian terkait apakah dalam peristiwa tersebut sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana termasuk kelengkapan alat bukti. Menurut dia, di lingkungan Kepolisian ada prosedur tetap (protap) yang mengatur tentang gelar perkara khusus. Bahkan, gelar perkara khusus ini bisa dilakukan secara rutin apabila menemui kasuskasus yang sulit dihadapi, utamanya dalam menentukan pasal yang akan dikenakan.

“Biasanya berisi pimpinan satuan internal seperti intelijen, samapta, reserse,” tandas Bambang Widodo Umar saat menjadi pembicara dalam diskusi “Quo Vadis Kriminalisasi KPK” di Jakarta kemarin. Namun, polisi juga bisa mengundang pihak luar untuk memperkuat analisis pidana yang akan didudukkan. Hal ini, ujarnya, biasanya dilakukan pada masalah yang pelik.

Menurut Bambang, pada kasus-kasus yang bersifat umum biasanya tidak diperlukan gelar perkara karena sudah cukup alat bukti dan kasusnya biasa serta tidak menyangkut pejabat negara. “Proses ini bisa beberapa kali, jadi tidak sekali untuk dapat kepastian memenuhi unsurunsur atau alat bukti yang kuat,” paparnya.

Masyarakat, lanjut Bambang, jugabisamengajukangelar perkara khusus meskipun tidak secara langsung. Jikaadadugaan kesalahan teknis petugas kepolisian dalam melaksanakan tugas, atau malapraktik, maka masyarakatbisamelaporkannya ke Divisi Propam dan masuk dalam pelanggaran profesi. Direktur Advokasi YLBHI Bahrain mengatakan, tim kuasa hukum BW tetap mendesak Kepolisian untuk menyelenggarakan gelar perkara khusus karena tindak pidana dalam kasus BW tidak jelas.

Dalam beberapa panggilan, ungkapnya, pasal yang dikenakan kepada BW selalu berubah-ubah. Pasal yang dikenakan ada, namun ayatnya tidak jelas sehingga terkesan abu-abu. BW ditangkap karena Pasal 242 jo Pasal 55 KUHP. Namun setelah ditantang untuk memperjelas ayat berapa, baru dilengkapi di kemudian hari. Bahrain mengatakan, pertama kali yang lazim dilakukan kepolisian dalam proses pidana adalah mencari tindak pidana terkait peristiwa, bukti, dan saksi.

Ketika itu sudah kuat, baru dilakukan penetapan pelaku atau tersangka. Dalam kasus BW, Bahrain melihatnya bertolak belakang. “Dalam kasus BW, pelakunya ditetapkan dulu, baru dicari tindak pidana dan kesalahannya kemudian. Begitu juga dengan penetapan AS (Abraham Samad) sebagai tersangka,” ungkapnya.

Menurut dia, gelar perkara khususmerupakanlangkahyang tepat agar terjadi transparansi dan akuntabilitas dalam proses penetapan tersangka. Termasuk, memastikan pasal-pasal yang disangkakan kepada BW.

“Gelar perkara khusus ini dilakukan agar ada titik terang dalam kasus BW. Atau jika gelar perkara khusus dilakukan ada kekhawatiran di tubuh Polri, atau jangan-jangan target mereka yang penting masuk dulu di kejaksaan,” ungkapnya.

Alfian faisal/ khoirul muzakki
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0932 seconds (0.1#10.140)