Penuhi Standar Minimal Pendidikan

Senin, 02 Maret 2015 - 10:40 WIB
Penuhi Standar Minimal Pendidikan
Penuhi Standar Minimal Pendidikan
A A A
Beberapa tahun ke depan Indonesia yang memiliki pertumbuhan demografi cukup besar bakal diuntungkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak ketimbang usia nonproduktif.

Momentum tersebut tentu harus diantisipasi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan. Terutama menjelang era Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada akhir 2015. Menurut Direktur Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa Agung Pardini, bonus demografi bukan hanya berarti jumlah penduduk yang banyak.

Tapi, yang terpenting adalah, dari jumlah persentase penduduk Indonesia, jumlah tenaga kerja produktif lebih besar. “Berbeda dengan Jepang, di mana yang lebih banyak generasi tua atau angkatan yang sudah tidak produktif. Sedangkan, bangsa kita akan mendapati jumlah penduduk yang produktif sangat banyak,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO.

Meski demikian Agung mengkhawatirkan, sebagian besar penduduk yang produktif menjadi pekerja di perusahaan- perusahaan asing yang ada di Tanah Air. Maka itu, perlu dipersiapkan tenaga kerja Indonesia yang profesional serta memiliki daya saing tinggi.

“Tidak sama seperti China yang memiliki jumlah penduduk tinggi, tapi mampu membuat industri dengan tenaga kerja dari dalam negeri, kemudian produknya berorientasi ekspor. Sedangkan, orang asing yang datang ke Indonesia memanfaatkan tenaga kerja Indonesia, namun belum mampu menciptakan produk yang memiliki daya saing tinggi sehingga produknya hanya untuk konsumsi dalam negeri,” lanjut pria yang pernah menjadi manajer sebuah laboratorium pendidikan itu.

Agung menjelaskan, pentingnya peran pendidikan dalam masalah ini adalah untuk mempersiapkan sekaligus memastikan bahwa kita akan memiliki SDM yang kuat, profesional, sekaligus memiliki daya saing. Sementara kondisi yang ada saat ini, dari populasi penduduk Indonesia, rata-rata masih banyak yang berpendidikan SD dan SMP. “Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, kita harus mencapai standar minimal pendidikan,” ujar Agung.

Mengenai standar pendidikan ini, pemerintah telah mengeluarkan UU No 14 tahun 2015 yang mewajibkan para guru berpendidikan minimal hingga strata 1. Sementara dosen, minimal mesti meraih gelar S-2. Kenyataannya, hingga saat ini masih banyak guru di Indonesia yang belum sarjana, begitu pun dengan dosen, banyak yang masih bergelar S-1.

Menurut Agung, dengan mengikuti standar minimal pendidikan tersebut, kita akan mampu mengejar ketertinggalan serta menyamakan standar pendidikan kita dengan luar negeri. Adapun untuk ranah pendidikan tinggi, kekuatannya terletak pada riset. Pemerintah, harus membantu perguruan tinggi untuk melakukan riset, karena riset adalah kunci kemajuan sebuah bangsa.

“Ambil contoh, apa yang menyebabkan Korea Selatan produknya mampu menyebar ke seluruh dunia, terutama Asia? Karena Korea Selatan punya budaya riset, berpikir bagaimana membuat inovasi teknologi,” ujar alumnus Universitas Negeri Jakarta ini.

Sementara, Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Mohammad Abduhzen mengatakan, tenaga kerja di Indonesia saat ini 50% lebih hanyalah tamatan sekolah dasar (SD), bahkan banyak juga yang tak tamat SD.

Kalau tidak ada upaya pemerintah untuk meningkatkan kualifikasi tenaga kerja secara signifikan, kelompok seperti inilah yang sebagian besar bakal menjadi penanggung mereka yang tidak bekerja sehingga tingkat kontribusinya untuk kesejahteraan sangat kecil.

Guna meningkatkan kualitas SDM kita, Abduhzen menjelaskan, perguruan tinggi sebagai salah satu ujung tombak penghasil SDM terdidik dan terlatih perlu menyesuaikan kurikulum agar lebih praktis. Lalu, perlu juga ada akselerasi supaya program-program percepatan untuk mengejar kualifikasi tenaga kerja terampil bisa dikejar.

Robi ardianto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6766 seconds (0.1#10.140)