Ingin Ada Regenerasi

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:30 WIB
Ingin Ada Regenerasi
Ingin Ada Regenerasi
A A A
Dapur Bowo Leksono bersama istrinya, Puspaningsih, dan anak mereka, Anggunmeka Leksono Putri, mengepul dari aktivitasnya mengajar ekstrakurikuler pembuatan film di berbagai sekolah di Purbalingga.

Penghasilannya tidak banyak, tapi menurut dia, makan dari dunia yang dicintainya terasa lebih nikmat. Pekerjaan Bowo yang lain juga berhubungan dengan film yaitu jasa shooting video manten (pernikahan). Menurutnya, kini orang desa juga ingin mendokumentasikan momen-momen penting dalam hidup mereka. Karena itu, kemampuannya juga larismanis dan pasar untuk keahliannya masih terbuka lebar.

“Bagi kami, itu pekerjaan paling realistis. Pagi sampai siang shooting, malam edit dan paginya dapat bayaran,” ujar Bowo. Bowo pertama kali membuat film pendek pada 2004 berjudul Orang Buta dan Penuntunnya. Bisa jadi, inilah film yang menjadi tonggak perfilman Purbalingga. Waktu itu, warga terheranheran oleh aktivitas sekumpulan anak muda yang menggotong kamera mendatangi pasar dan terminal. Saat itu tidak banyak yang dipikirkan anakanak muda ini selain menyelesaikan pekerjaannya.

Persoalan nanti filmnya akan seperti apa, bagaimana mengeditnya, siapa yang mau memutar, itu tak banyak mereka pikirkan. Setelah selesai shooting selama beberapa hari, masuk tahap pascaproduksi di Yogyakarta. Jadilah sebuah karya film pertama Bowo, di bawah bendera Laeli Leksono Film. Film ini kemudian diputar di sekolah-sekolah, kampus, dan komunitas-komunitas budaya.

Sempat pula tayang di TVRI Nasional Jakarta dan diikutkan dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2004. Setelah proyek ini, aktivitas pembuatan film Bowo berlanjut. Hingga kini dia menyandang predikat sebagai sutradara dan direktur Cinema Lover Community (CLS), komunitas film yang didirikan bersama pencinta film di Purbalingga. Tantangan membuat film di Purbalingga sudah dihabiskan Bowo saat dulu memperkenalkan media ini pada kepala-kepala sekolah.

Dulu dia harus bekerja keras meyakinkan bahwa film adalah media yang pas untuk mewadahi kreativitas anak muda. “Saya ajak mereka menonton film produksi saya dulu. Baru kemudian diskusi, mula-mula mereka tidak yakin,” ucapnya. Kini, tanpa diminta, sekolah-sekolah sudah menyediakan dana khusus tiap tahun agar siswa-siswanya memproduksi film sendiri.

Film karya para siswa ini menjadi berita positif yang meningkatkan apresiasi pada sekolah. “Saya ingin dunia film ini ramai sehingga banyak kompetisi dan lahirlah sineas andal. Dengan begitu, regenerasi bisa dilakukan,” ungkapnya. Bowo sebenarnya masih menyimpan cita-cita yaitu mendokumentasikan kesenian-kesenian rakyat di karsidenan Banyumas.

Satu versi mengatakan, ada sekitar 300 jenis kesenian khas Banyumas yang masih bertahan. Jika tiap tahun ada lima sineas yang memproduksi dua judul, bisa dihasilkan 10 judul film. Kalau terwujud, itu bisa menjadi database kebudayaan paling modern yang pernah dimiliki suatu kawasan.

Mnlatief
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6520 seconds (0.1#10.140)