Bos Erwiana Divonis 6 Tahun

Sabtu, 28 Februari 2015 - 11:15 WIB
Bos Erwiana Divonis...
Bos Erwiana Divonis 6 Tahun
A A A
HONG KONG - Pengadilan Hong Kong menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada Law Wan-tung, majikan yang menganiaya pegawai migran wanita (PMW) asal Indonesia, Erwiana Sulistyaningsih.

Vonis tersebut setahun lebih rendah dari tuntutan awal, yakni tujuh tahun penjara. Kemarin Wan-tung langsung dijebloskan ke penjara. Namun Erwiana mengaku tidak puas meski dia mengaku tetap menghormati keputusan yang ditetapkan hakim Amanda Woodcock. “Saya rasa vonis penjara enam tahun tidak cukup atas apa yang dia lakukan kepada saya dan rekan-rekan saya,” ujar Erwiana kepada para wartawan seperti dikutip AFP.

Sikap Wan-tung memang dinilai tidak manusiawi. Hakim Amanda mengatakan, terpidana tidak memiliki rasa belas kasihan kepada korban, termasuk kepada staf pekerja migran yang lain. “Wan-tung memandang stafnya sebagai orang yang lebih rendah dari dia,” kata Amanda.

Saat ini, kondisi Erwiana sudah cukup baik. Menurut Amanda, korban tidak diberi kesempatan untuk istirahat oleh majikannya secara penuh. Dia hanya diberi waktu istirahat selama empat jam sehari. Akibatnya, korban menjadi kelelahan dan frustrasi sehingga kualitas kerjanya berkurang.

Selain itu, jatah makannya sangat sedikit. “Wan-tung bahkan sering memukul keras sampai-sampai saya pernah pingsan,” ungkap Erwiana dalam sidang pada Desember tahun lalu. Jaksa penuntut juga mengatakan Wan-tung tidak pernah tanggung-tanggung ketika ingin memukul korban.

Dia terkadang menggunakan sapu pel lantai, mistar, dan gantungan baju. Selain itu, Wan-tung tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar upah Erwiana sesuai dengan kesepakatan kontrak. Hakim Amanda mengatakan, kasus ini akan sangat rawan terulang jika pembantu rumah tangga (PRT) berada satu atap dengan majikan. “Kasus seperti itu bisa dicegah jika mereka dipisahkan,” tutur Amanda.

Pada sesi penyelidikan sebelumnya, Amanda meminta otoritas terkait Hong Kong dan Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap agen penyalur jasa tenaga kerja. Sebab mereka telah memasang potongan gaji yang besar terhadap korban mengingat uang yang mereka pinjamkan juga besar. Akibatnya korban menjadi terperangkap.

“Pasti ada elemen eksploitasi di sini. PRT menjadi terperangkap ketika mereka tidak senang dengan pekerjaan atau majikan mereka. Meski begitu, mereka tidak bisa lantas pergi atau meminta digantikan oleh pekerja migran lain. Sebab mereka harus membayar utang uang pinjaman kepada agen,” tutur Amanda.

Erwiana tidak mengomentari pajak yang diterapkan agen penyalur. Namun dia mengatakan benar-benar tidak senang dengan majikannya. Hukuman penjara enam tahun, kata perempuan berusia 24 tahun itu, belum tentu akan menjamin Wan-tung bertobat. “Dia bisa saja melukai yang lain lagi,” kata Erwiana.

Meski demikian, Erwiana merasa lega perbudakan di Hong Kong dapat diekspos di muka publik. Menurutnya, banyak kasus serupa yang masih tertutupi dan hilang ditelan waktu. “Saya berharap Pemerintah Hong Kong dan Indonesia akan mengubah regulasi jadi korban dan kasus yang lain dapat terungkap,” papar Erwiana.

Para aktivis menyambut baik keputusan yang dikeluarkan hakim pengadilan. Namun mereka ragu hal itu akan membawa perubahan yang signifikan. “Efektif atau tidak, ini bisa menjadi pesan kepada majikan yang lain yang melakukan penyimpangan serupa,” kata Aaron Ceradoy dari Misi Asia Pasifik untuk Urusan Migran. Senada dengan Ceradoy, anggota legislatif dari Partai Civic, Claudia Mo, mengatakan ini merupakan awal yang bagus untuk mengoreksi perhatian pemerintah.

Permasalahan yang bersangkutan perlu diperhatikan secara serius agar Hong Kong menjadi lebih baik. “Sebab kasus seperti ini mencoreng nama baik Hong Kong,” katanya.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7215 seconds (0.1#10.140)