Yusril Protes Intervensi Mahkamah Partai
A
A
A
JAKARTA - DPP Partai Golkar Munas Bali memprotes Mahkamah Partai Golkar atas suratnya yang meminta hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menunda sidang gugatan kubu Aburizal Bakrie (ARB).
Kuasa hukum DPP Partai Golkar Munas Bali Yusril Ihza Mahendra menilai sikap Mahkamah Partai tersebut merupakan bentuk intervensi terhadap pengadilan. Dia meminta PN Jakarta Barat tidak menanggapi surat yang ditandatangani Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi tersebut. “Presiden saja tidak bisa mengintervensi pengadilan, apalagi Mahkamah Partai,” ujar mantan menteri hukum dan HAM ini kepada KORAN SINDO kemarin.
Dalam surat ke PN Jakarta Barat tersebut, kata Yusril, Mahkamah Partai mengatakan mereka akan bersidang memeriksa pengaduan Agung Laksono dkk sehingga meminta pengadilan menghentikan proses gugatan ARB. Rencananya, PN Jakarta Barat akan menjatuhkan putusan sela terkait gugatan kubu ARB terhadap Agung Laksono dkk hari ini.
ARB menggugat pembentukan Presidium Penyelamat Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono, sekaligus menggugat keabsahan Agung Laksono dan Zainudin Amali selaku ketua umum dan sekjen DPP Partai Golkar yang terpilih di Munas Ancol, Jakarta.
Sementara itu, Hakim Mahkamah Partai Golkar Andi Mattalatta mengatakan surat yangdisampaikan ke PN Jakarta Barat itu tujuannya menginformasikan bahwa Mahkamah Partai sedang bersidang, dan itu hal yang wajar dan tidak melanggar. “Kalau melanggar, apanya yang melanggar. Siapa pun bisa saja mengajukan usul. Tinggal bagaimana pengadilannya merasa diintervensi atau tidak,” katanya kemarin.
Mantan menteri hukum dan HAM ini memaklumi apa yang dilakukan Yusril itu merupakan tanggung jawabnya sebagai pengacara untuk memenangkan kliennya. Andi Mattalatta mengaku belum tahu detail isi surat Mahkamah Partai ke PN Jakarta Barat tersebut. “Tapi bisa saja Pak Muladi menggunakan dalil yang digunakan Yusril saat membuat eksepsi di PN Jakarta Pusat,” ucapnya.
Dalam pandangan Yusril, apa yang dilakukan Muladi dkk dalam menengahi sengketa internal Golkar ini tidak konsisten. Dijelaskan, pada 23 Desember 2014 pihaknya sudah lebih dulu melayangkan surat dan meminta agar Mahkamah Partai bersidang memeriksaperselisihaninternal dengan kubu Agung Laksono dkk.
Namun pada 6 Januari 2015, Mahkamah Partai menjawab bahwa mereka tidak bisa menyelesaikan konflik tersebut karena menganggap mahkamah sudah tidak independen dan hakimnya tidak lengkap. Alasan Muladi saat itu hakim Andi Mattalatta sudah menjadi bagian kubu Agung Laksono, kemudian Jasri Marin tidak mau bersidang karena sudah diberhentikan.
Adapun Aulia Rachman berhalangan karena menjabat duta besar Ceko. Mahkamah Partai Golkar, kata Yusril, lalu mempersilakan kubu ARB untuk membawa perkara itu ke pengadilan. Namun ketika pengadilan sudah bersidang, Mahkamah Partai malah meminta itu dihentikan karena mereka sudah bisa bersidang.
“Mengapa sekarang tiba-tiba Mahkamah Partai jadi independen? Menyidangkan permintaan Aburizal bilang tidak bisa, tapi menyidangkan permintaan Agung dkk kok bisa, apa-apaan ini. Pak Muladi jangan menclamencle ,” kata Yusril.
Namun, Yusril menyayangkan opini yang terbentuk menjelang putusan sela PN Jakarta Barat bahwa pihaknya mau melaporkan Muladi ke polisi. “Ini jelas tidak benar dan mengadaada. Untuk apa saya laporkan Pak Muladi ke polisi?” katanya.
Di sisi lain, Yusril juga menegaskan tidak ada perintah dari PN Jakarta Pusat, tempat Agung dkk mendaftarkan gugatan, agar Mahkamah Partai bersidang. Yusril menyebutkan, putusan PN Jakarta Pusat hanya tiga poin.
Pertama, menyatakan menerima eksepsi tergugat Aburizal Bakrie dkk; kedua, menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan ini; dan terakhir membebankan biaya perkara kepada penggugat.
Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia M Mudzakir menilai, seharusnya sejak awal ada penyelesaian di Mahkamah Partai mengenai konflik Golkar ini. Namun karena tidak ada kepastian, Yusril selaku kuasa hukum ARB menempuh jalur pengadilan.
“Keberatan Pak Yusril bisa dipahami bahwa, kepentingan hukum Pak Yusril terganggu karena hakim bisa tidak objektif terhadap kasus itu. Surat itu seolah-olah mendorong hakim agar memutuskan konflik internal Golkar diselesaikan di luar pengadilan,” katanya.
Dia menilai Muladi tidak semestinya melakukan tindakan tersebut dengan mengirimkan surat ke pengadilan. “Di kalangan praktisi hukum sudah tahu bahwa tindakan seperti itu tidak boleh. Tapi kalau hukum yang ngotot-ngotot seperti ituyangsusah,” jelasnya.
Sucipto
Kuasa hukum DPP Partai Golkar Munas Bali Yusril Ihza Mahendra menilai sikap Mahkamah Partai tersebut merupakan bentuk intervensi terhadap pengadilan. Dia meminta PN Jakarta Barat tidak menanggapi surat yang ditandatangani Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi tersebut. “Presiden saja tidak bisa mengintervensi pengadilan, apalagi Mahkamah Partai,” ujar mantan menteri hukum dan HAM ini kepada KORAN SINDO kemarin.
Dalam surat ke PN Jakarta Barat tersebut, kata Yusril, Mahkamah Partai mengatakan mereka akan bersidang memeriksa pengaduan Agung Laksono dkk sehingga meminta pengadilan menghentikan proses gugatan ARB. Rencananya, PN Jakarta Barat akan menjatuhkan putusan sela terkait gugatan kubu ARB terhadap Agung Laksono dkk hari ini.
ARB menggugat pembentukan Presidium Penyelamat Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono, sekaligus menggugat keabsahan Agung Laksono dan Zainudin Amali selaku ketua umum dan sekjen DPP Partai Golkar yang terpilih di Munas Ancol, Jakarta.
Sementara itu, Hakim Mahkamah Partai Golkar Andi Mattalatta mengatakan surat yangdisampaikan ke PN Jakarta Barat itu tujuannya menginformasikan bahwa Mahkamah Partai sedang bersidang, dan itu hal yang wajar dan tidak melanggar. “Kalau melanggar, apanya yang melanggar. Siapa pun bisa saja mengajukan usul. Tinggal bagaimana pengadilannya merasa diintervensi atau tidak,” katanya kemarin.
Mantan menteri hukum dan HAM ini memaklumi apa yang dilakukan Yusril itu merupakan tanggung jawabnya sebagai pengacara untuk memenangkan kliennya. Andi Mattalatta mengaku belum tahu detail isi surat Mahkamah Partai ke PN Jakarta Barat tersebut. “Tapi bisa saja Pak Muladi menggunakan dalil yang digunakan Yusril saat membuat eksepsi di PN Jakarta Pusat,” ucapnya.
Dalam pandangan Yusril, apa yang dilakukan Muladi dkk dalam menengahi sengketa internal Golkar ini tidak konsisten. Dijelaskan, pada 23 Desember 2014 pihaknya sudah lebih dulu melayangkan surat dan meminta agar Mahkamah Partai bersidang memeriksaperselisihaninternal dengan kubu Agung Laksono dkk.
Namun pada 6 Januari 2015, Mahkamah Partai menjawab bahwa mereka tidak bisa menyelesaikan konflik tersebut karena menganggap mahkamah sudah tidak independen dan hakimnya tidak lengkap. Alasan Muladi saat itu hakim Andi Mattalatta sudah menjadi bagian kubu Agung Laksono, kemudian Jasri Marin tidak mau bersidang karena sudah diberhentikan.
Adapun Aulia Rachman berhalangan karena menjabat duta besar Ceko. Mahkamah Partai Golkar, kata Yusril, lalu mempersilakan kubu ARB untuk membawa perkara itu ke pengadilan. Namun ketika pengadilan sudah bersidang, Mahkamah Partai malah meminta itu dihentikan karena mereka sudah bisa bersidang.
“Mengapa sekarang tiba-tiba Mahkamah Partai jadi independen? Menyidangkan permintaan Aburizal bilang tidak bisa, tapi menyidangkan permintaan Agung dkk kok bisa, apa-apaan ini. Pak Muladi jangan menclamencle ,” kata Yusril.
Namun, Yusril menyayangkan opini yang terbentuk menjelang putusan sela PN Jakarta Barat bahwa pihaknya mau melaporkan Muladi ke polisi. “Ini jelas tidak benar dan mengadaada. Untuk apa saya laporkan Pak Muladi ke polisi?” katanya.
Di sisi lain, Yusril juga menegaskan tidak ada perintah dari PN Jakarta Pusat, tempat Agung dkk mendaftarkan gugatan, agar Mahkamah Partai bersidang. Yusril menyebutkan, putusan PN Jakarta Pusat hanya tiga poin.
Pertama, menyatakan menerima eksepsi tergugat Aburizal Bakrie dkk; kedua, menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan ini; dan terakhir membebankan biaya perkara kepada penggugat.
Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia M Mudzakir menilai, seharusnya sejak awal ada penyelesaian di Mahkamah Partai mengenai konflik Golkar ini. Namun karena tidak ada kepastian, Yusril selaku kuasa hukum ARB menempuh jalur pengadilan.
“Keberatan Pak Yusril bisa dipahami bahwa, kepentingan hukum Pak Yusril terganggu karena hakim bisa tidak objektif terhadap kasus itu. Surat itu seolah-olah mendorong hakim agar memutuskan konflik internal Golkar diselesaikan di luar pengadilan,” katanya.
Dia menilai Muladi tidak semestinya melakukan tindakan tersebut dengan mengirimkan surat ke pengadilan. “Di kalangan praktisi hukum sudah tahu bahwa tindakan seperti itu tidak boleh. Tapi kalau hukum yang ngotot-ngotot seperti ituyangsusah,” jelasnya.
Sucipto
(ftr)