RUU Perlindungan Nelayan Perlu Dipercepat
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat nelayan, perempuan nelayan, pembudi daya, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir berharap RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan segera disahkan.
Payung hukum tersebut diharapkan bisa memperkuat peran nelayan dalam meningkatkan ekonomi. Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, mengatakan sudah sejak lama masyarakat pesisir menanti UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.
Menurut dia, masuknya RUU ini ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2015 menjadi pengobat dahaga nelayan, perempuan nelayan, pembudi daya, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir.
“Dalam konteks inilah, Kiara akan menyerahkan naskah akademik RUU ini kepadaDPRuntukdibahas,” kata Abdul di Jakarta kemarin. Dia menilai UU itu penting, apalagi di dunia internasional sudah disetujui International Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fishereies in the Context of Food Security and Poverty Eradication. Menurut Kiara, saat ini belum ada aturan setingkat undang- undang yang melindungi dan menyejahterakan kalangan nelayan.
Sementara ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kelestarian ekosistem laut yang menjadi wilayah tangkap ikan nelayan terus berlangsung. Fakta lainnya, masyarakat pesisir lintas profesi ditempatkan sebagai warga negara kelas dua dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Sebelumnya Komisi IV DPR meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan memprioritaskan realisasi program-program untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan serta masyarakat di wilayah pesisir pada APBN-P 2015.
Anggota Komisi IV DPR Ono Surono mengharapkan pemerintah dapat mengentaskan nelayan dari kemiskinan. Kementerian Perikanan harus mampu mengurangi kemiskinan nelayan dan meningkatkan kesejahteraan dengan program pemanfaatan potensi kelautan yang ada. “Saya berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu mengurangi kemiskinan nelayan,” ungkapnya.
Terkait dengan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia, Ono menilai ada fokus pada produksi yang akan meningkatkan produksi budi daya dan akan membatasi produksi perikanan tangkap. Jika hal ini dikorelasikan dengan pemberantasan illegal fishing, berarti ada potensi keuntungan bagi rakyat dan negara sebesar Rp300 triliun. Menurut dia, pada saat illegal fishing sudah tidak ada di wilayah tangkap perikanan Indonesia, maka akan berkurang pencuri ikan di sana.
Namun dengan pembatasan penangkapan ikan nantinya akan ada investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Hal itu akan berdampak pada kompetisi investor lokal. “Dalam posisi tersebut mestinya pemerintah membantu permodalan bagi nelayan agar bisa bersaing dengan investor asing,” ujar dia.
Karena itu, dia meminta pemerintah agar hati-hati dalam menerapkan kebijakan terkait pemberantasan illegal fishing. Jangan sampai pemberantasan tersebut nantinya mematikan peran nelayan dalam memberdayakan potensi laut.
Mula akmal/sindonews
Payung hukum tersebut diharapkan bisa memperkuat peran nelayan dalam meningkatkan ekonomi. Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, mengatakan sudah sejak lama masyarakat pesisir menanti UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.
Menurut dia, masuknya RUU ini ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2015 menjadi pengobat dahaga nelayan, perempuan nelayan, pembudi daya, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir.
“Dalam konteks inilah, Kiara akan menyerahkan naskah akademik RUU ini kepadaDPRuntukdibahas,” kata Abdul di Jakarta kemarin. Dia menilai UU itu penting, apalagi di dunia internasional sudah disetujui International Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fishereies in the Context of Food Security and Poverty Eradication. Menurut Kiara, saat ini belum ada aturan setingkat undang- undang yang melindungi dan menyejahterakan kalangan nelayan.
Sementara ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kelestarian ekosistem laut yang menjadi wilayah tangkap ikan nelayan terus berlangsung. Fakta lainnya, masyarakat pesisir lintas profesi ditempatkan sebagai warga negara kelas dua dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Sebelumnya Komisi IV DPR meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan memprioritaskan realisasi program-program untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan serta masyarakat di wilayah pesisir pada APBN-P 2015.
Anggota Komisi IV DPR Ono Surono mengharapkan pemerintah dapat mengentaskan nelayan dari kemiskinan. Kementerian Perikanan harus mampu mengurangi kemiskinan nelayan dan meningkatkan kesejahteraan dengan program pemanfaatan potensi kelautan yang ada. “Saya berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu mengurangi kemiskinan nelayan,” ungkapnya.
Terkait dengan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia, Ono menilai ada fokus pada produksi yang akan meningkatkan produksi budi daya dan akan membatasi produksi perikanan tangkap. Jika hal ini dikorelasikan dengan pemberantasan illegal fishing, berarti ada potensi keuntungan bagi rakyat dan negara sebesar Rp300 triliun. Menurut dia, pada saat illegal fishing sudah tidak ada di wilayah tangkap perikanan Indonesia, maka akan berkurang pencuri ikan di sana.
Namun dengan pembatasan penangkapan ikan nantinya akan ada investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Hal itu akan berdampak pada kompetisi investor lokal. “Dalam posisi tersebut mestinya pemerintah membantu permodalan bagi nelayan agar bisa bersaing dengan investor asing,” ujar dia.
Karena itu, dia meminta pemerintah agar hati-hati dalam menerapkan kebijakan terkait pemberantasan illegal fishing. Jangan sampai pemberantasan tersebut nantinya mematikan peran nelayan dalam memberdayakan potensi laut.
Mula akmal/sindonews
(ars)