UU Sumber Daya Air Dinyatakan Inkonstitusional

Jum'at, 20 Februari 2015 - 10:28 WIB
UU Sumber Daya Air Dinyatakan...
UU Sumber Daya Air Dinyatakan Inkonstitusional
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menggugurkan keberadaan Undang-Undang (UU) 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang diajukan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah karena dinilai tidak sejalan dengan UUD 1945 khususnya terkait pengelolaan sumber daya air.

Dengan pengguguran UU SDA itu, MK menghidupkan kembali UU 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga ada pembentukan UU baru. Segala bentuk pengelolaan air tidak lagi berdasar pada UU SDA, tetapi UU Pengairan. ”Menyatakan, UU 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945. UU 11 Tahun 1974 tentang Pengairan berlaku kembali,” ungkap Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (18/2).

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, sebagai unsur yang menguasai hajat hidup orang banyak, air sesuai Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) haruslah dikuasai negara. Dalam pengusahaan air, harus ada pembatasan yangketatsebagaiupayamenjaga kelestarian dan ketersediaan air bagi kehidupan. Ada lima poin pembatasan yang ditegaskan MK dalam putusannya.

Pertama, MK menyatakan setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat. Selain dikuasai negara, air juga untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua, negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia yang berdasarkan Pasal 28 I ayat 4 UUD harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Ketiga, MK menyatakan pengelolaan air pun harus mengingat kelestarian lingkungan.

Keempat, MKmenilai, sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, airmenurutPasal33ayat 2 UUD 1945 dalam pengawasan dan pengendalian oleh negara adalah mutlak. Kelima, MK menegaskan hak pengelolaan air mutlak milik negara sehingga prioritas yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.

”Apabila setelah semua pembatasan tersebut di atas terpenuhi dan masih ada ketersediaan air, pemerintah masih dimungkinkan memberikan izin pada swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu,” ungkap hakim anggota Aswanto saat membacakan pertimbangannya.

Dengan pembatasan di atas, MK menguji syarat konstitusionalitas UU SDA yang tercermin dalamperaturanpelaksanaanUU dalam hal ini peraturan pemerintah (PP). Peraturan pelaksana UU adalah bukti yang menjelaskan maksud UU SDA. Dari enam PP yangada, tidakmenerapkanprinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air yang telah disebutkan di atas.

Sebelumnya PP Muhammadiyah mempersoalkan Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 49 UU Sumber Daya Air karena dianggap merugikan masyarakat dan negara. Mereka menilai keberadaan pasal-pasal tersebut telah menghilangkan dan membatasi peran negara dalam tahapan pengelolaan air.

Kuasa hukum PP Muhammadiyah, Ibnu Sina Chandranegara, mengatakan, putusan MK membuktikan konstitusi masih berpihak pada kepentingan umum, bukan pengotakkotakkan hak atas air. Dengan putusan MK itu, seluruh norma yang terkandung dalam UU SDA rontok dan harus kembali menggunakan UU Pengairan tahun 1974. ”Sehingga air adalah untuk kepentingan umum dan tidak bisa dikotak-kotakkan dengan sistem hak guna air,” ungkap Ibnu.

Nurul adriyana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6915 seconds (0.1#10.140)