Pembangunan Ibu Kota Terhambat
A
A
A
JAKARTA - Polemik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 terus berlanjut. DPRD dan Pemprov DKI Jakarta tetap berbeda pendapat sehingga APBD DKI Jakarta terus menggantung.
Dengan kondisi ini, APBD belum bisa digunakan sehingga sejumlah program pembangunan akan terhambat. Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan, dokumen APBD DKI Jakarta 2015 sebesar Rp73,08 triliun yang diajukan Pemprov DKI Jakarta pada 4 Februari lalu terpaksa dikembalikan lantaran tidak sesuai persyaratan yang tertuang dalam UU No 23/2014 tentang persyaratan pengajuan APBD.
Pengembalian draf APBD karena belum ada format Kebijakan Umum Alokasi Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS), ringkasan lampiran satu APBD yang belum terinci sampai ringkasan objek, belum ada rincian dana hibah, bansos, dan sebagainya. Terlebih pada 5 Februari, DPRD DKI Jakarta mengirimkan surat dengan tanda tangan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi yang berisi bahwa dokumen APBD DKI Jakarta yang dikirim tersebut cacat prosedural.
“Kami belum mengevaluasi karena syarat utama pencairan APBD itu harus ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif,” kata Reydonnyzar Moenek seusai menghadiri diskusi bertema “Kemelut APBD DKI Jakarta Berujung ke Mana?” di Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin. Jika eksekutif dan legislatif masih belum menemukan kata sepakat mengenai APBD, dapat memengaruhipenggunaanbiaya tidak langsung.
Menurut Donny, bila ada kendala dalam penggunaan APBD, pemerintah daerah hanya dapat menggunakan biaya tak langsung seperti belanja pegawai, listrik, air, dan sebagainya. Sementara biaya pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak bisa digunakan hingga APBD disepakati eksekutif dan legislatif. “Itu konsekuensi antara kepala daerah dan Dewan.
Kami akan upayakan secepatnya memediasi agar mereka sepakat dengan APBD yang telah diajukan ke kami,” ujarnya. Akademisi dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam yang juga hadir dalam diskusi tersebut memastikan pelaksanaan sejumlah program pembangunan akan terganggu.
“Diperlukan kebesaran jiwa. Kalau memang ada penyalahgunaan, buka terang-terangan. Jangan arogan, ini demi kepentingan masyarakat,” katanya. Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah yang hadir dalam diskusi itu bingung dengan apa yang dipikirkan anggota Dewan.
Menurutnya, APBD yang diajukan ke Kemendagri itu hasil rekomendasi dan telah mengakomodasi seluruh masukan dari komisi-komisi di DPRD DKI. “Semua yang kami kirim itu berproses, ada usulan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), riwayatnya mulai dari musrembang sampai KUAPPAS, dan seterusnya,” ungkapnya.
Mantan Wali Kota Jakarta Pusat ini mengakui memang ada perbedaan dalam proses satuan ketiga atau usulan program kegiatan yang menjadi hak sepenuhnya eksekutif. Program kegiatan kerja SKPD 2015 langsung dimasukkan dan dikunci ke dalam sistem ebudgeting sebelum dan sesudah KUA-PPAS disepakati antara eksekutif dan legislatif.
Setelah APBD disahkan, program kegiatan dari hasil KUAPPAS langsung dikirim ke Kemendagri tanpa kembali dibahas dengan Dewan. “Kami akui memang ada program yang di-input dalam e-budgeting sebelum dan sesudah KUAPPAS lantaran masih transisi dari manual. Kami memilih menggunakan itu karena pada tahuntahun sebelumnya, BPK dan KPK selalu menemukan penyelewengananggarandalamAPBD,” ungkapnya.
Saefullah membantah, pihaknya melakukan penyelundupan anggaran lantaran telah memasukkan satuan ketiga dalam sistem e-budgeting sebelum APBD disahkan 27 Januari. Apalagi jika dikatakan tim 20 yang membangun sistem tersebut adalah orang siluman. Tim 20 itu adalah orang profesional dari Surabaya yang telah berpengalaman membangun sistem transparansi anggaran.
Buktinya setelah meng-input program ke dalam e-budgeting, pihaknya dapat menghemat anggaran sebesar Rp4,3 triliun. Saefullah menegaskan, bila Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan bersalah dan diberhentikan dari hasil hak angket, dia juga akan mengundurkan diri.
“Bukan karena saya anak buahnya. Tetapi, setiap kali saya mendengarkan penjelasan Pak Ahok terkait polemik APBD ini, saya menilai jika apa yang dijelaskan Pak Ahok adalah kebenaran universal. Kalau dengan hak angket Dewan, beliau lengser, saya juga siap lengser,” katanya. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik menjelaskan, pihaknya tetap akan melanjutkan hak angket.
Politikus Partai Gerindra ini mendesak Ahok diproses lantaran telah melanggar hukum dengan menyerahkan APBD yang bukan hasil pengesahan 27 Januari dengan penyertaan tanda tangan ketua DPRD. Selain itu, Ahok juga dinilai telah menghilangkan hak budgeting Dewan lantaran program pembangunan sudah dimasukkan dalam e-budgeting sebelum masuk pembahasan APBD.“PakAhokjangan suudzon.
Seolah-olah kalau dibahas sama Dewan ujungnya korupsi. Ayo kita buka-bukaan. Siapa yang menyelundupkan anggaran sebelum pelaksanaan. Saya tidak melihat e-budgeting masuk dalam prosedur. Masyarakat Jakarta tenang, APBD tetap akan digunakan,” katanya.
Bima setiyadi
Dengan kondisi ini, APBD belum bisa digunakan sehingga sejumlah program pembangunan akan terhambat. Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan, dokumen APBD DKI Jakarta 2015 sebesar Rp73,08 triliun yang diajukan Pemprov DKI Jakarta pada 4 Februari lalu terpaksa dikembalikan lantaran tidak sesuai persyaratan yang tertuang dalam UU No 23/2014 tentang persyaratan pengajuan APBD.
Pengembalian draf APBD karena belum ada format Kebijakan Umum Alokasi Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS), ringkasan lampiran satu APBD yang belum terinci sampai ringkasan objek, belum ada rincian dana hibah, bansos, dan sebagainya. Terlebih pada 5 Februari, DPRD DKI Jakarta mengirimkan surat dengan tanda tangan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi yang berisi bahwa dokumen APBD DKI Jakarta yang dikirim tersebut cacat prosedural.
“Kami belum mengevaluasi karena syarat utama pencairan APBD itu harus ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif,” kata Reydonnyzar Moenek seusai menghadiri diskusi bertema “Kemelut APBD DKI Jakarta Berujung ke Mana?” di Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin. Jika eksekutif dan legislatif masih belum menemukan kata sepakat mengenai APBD, dapat memengaruhipenggunaanbiaya tidak langsung.
Menurut Donny, bila ada kendala dalam penggunaan APBD, pemerintah daerah hanya dapat menggunakan biaya tak langsung seperti belanja pegawai, listrik, air, dan sebagainya. Sementara biaya pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak bisa digunakan hingga APBD disepakati eksekutif dan legislatif. “Itu konsekuensi antara kepala daerah dan Dewan.
Kami akan upayakan secepatnya memediasi agar mereka sepakat dengan APBD yang telah diajukan ke kami,” ujarnya. Akademisi dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam yang juga hadir dalam diskusi tersebut memastikan pelaksanaan sejumlah program pembangunan akan terganggu.
“Diperlukan kebesaran jiwa. Kalau memang ada penyalahgunaan, buka terang-terangan. Jangan arogan, ini demi kepentingan masyarakat,” katanya. Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah yang hadir dalam diskusi itu bingung dengan apa yang dipikirkan anggota Dewan.
Menurutnya, APBD yang diajukan ke Kemendagri itu hasil rekomendasi dan telah mengakomodasi seluruh masukan dari komisi-komisi di DPRD DKI. “Semua yang kami kirim itu berproses, ada usulan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), riwayatnya mulai dari musrembang sampai KUAPPAS, dan seterusnya,” ungkapnya.
Mantan Wali Kota Jakarta Pusat ini mengakui memang ada perbedaan dalam proses satuan ketiga atau usulan program kegiatan yang menjadi hak sepenuhnya eksekutif. Program kegiatan kerja SKPD 2015 langsung dimasukkan dan dikunci ke dalam sistem ebudgeting sebelum dan sesudah KUA-PPAS disepakati antara eksekutif dan legislatif.
Setelah APBD disahkan, program kegiatan dari hasil KUAPPAS langsung dikirim ke Kemendagri tanpa kembali dibahas dengan Dewan. “Kami akui memang ada program yang di-input dalam e-budgeting sebelum dan sesudah KUAPPAS lantaran masih transisi dari manual. Kami memilih menggunakan itu karena pada tahuntahun sebelumnya, BPK dan KPK selalu menemukan penyelewengananggarandalamAPBD,” ungkapnya.
Saefullah membantah, pihaknya melakukan penyelundupan anggaran lantaran telah memasukkan satuan ketiga dalam sistem e-budgeting sebelum APBD disahkan 27 Januari. Apalagi jika dikatakan tim 20 yang membangun sistem tersebut adalah orang siluman. Tim 20 itu adalah orang profesional dari Surabaya yang telah berpengalaman membangun sistem transparansi anggaran.
Buktinya setelah meng-input program ke dalam e-budgeting, pihaknya dapat menghemat anggaran sebesar Rp4,3 triliun. Saefullah menegaskan, bila Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan bersalah dan diberhentikan dari hasil hak angket, dia juga akan mengundurkan diri.
“Bukan karena saya anak buahnya. Tetapi, setiap kali saya mendengarkan penjelasan Pak Ahok terkait polemik APBD ini, saya menilai jika apa yang dijelaskan Pak Ahok adalah kebenaran universal. Kalau dengan hak angket Dewan, beliau lengser, saya juga siap lengser,” katanya. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik menjelaskan, pihaknya tetap akan melanjutkan hak angket.
Politikus Partai Gerindra ini mendesak Ahok diproses lantaran telah melanggar hukum dengan menyerahkan APBD yang bukan hasil pengesahan 27 Januari dengan penyertaan tanda tangan ketua DPRD. Selain itu, Ahok juga dinilai telah menghilangkan hak budgeting Dewan lantaran program pembangunan sudah dimasukkan dalam e-budgeting sebelum masuk pembahasan APBD.“PakAhokjangan suudzon.
Seolah-olah kalau dibahas sama Dewan ujungnya korupsi. Ayo kita buka-bukaan. Siapa yang menyelundupkan anggaran sebelum pelaksanaan. Saya tidak melihat e-budgeting masuk dalam prosedur. Masyarakat Jakarta tenang, APBD tetap akan digunakan,” katanya.
Bima setiyadi
(bbg)