Tak Putus Dirundung Malang

Kamis, 19 Februari 2015 - 10:21 WIB
Tak Putus Dirundung Malang
Tak Putus Dirundung Malang
A A A
Kubu yang berseteru seputar perlu dan tidak pengangkatan kepala Polri terpilih sama-sama larut dalam kegemasan. Betulkah Presiden tersandera di Istana? Anda boleh tertawa.

Tapi, kegemasan mereka yang kerap digambarkan ataupun menggambarkan diri sebagai aktivis demokrasi, “kelambanan” Presiden Joko Widodo mengambil kata putus soal jadi dan tidak dia melantik kepala Polri terpilih, Budi Gunawan, sudah sampai di ubun-ubun.

Kabar yang berembus pada pekan yang lewat menyebutkan di kalangan aktivis sempat terlontar ide “seram” menghidupkan kembali Rengasdengklok; sejumlah kaum muda melarikan Presiden ke suatu tempat yang tersembunyi agar dia bisa punya keleluasaan mengambil keputusan tanpa tekanan berbagai pihak yang selama ini, menurut pandangan mereka, sukses mengunci dan mengurung Presiden di Istana.

Tapi, seperti bisa ditebak, perbincangan seputar itu padam seketika saat seseorang di antaranya bertanya realistis: siapa yang mau jadi Supeni? Yang bermimpi jadi tokoh muda nekat seperti Supeni di era kemerdekaan bisa jadi banyak. Tapi, keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan Budi atas status tersangka yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikan masa lalu terlalu rumit untuk masuk dalam politik nasional kontemporer.

Di satu sisi, putusan itu meruntuhkan palang hukum terakhir yang menghalangi Presiden Joko Widodo dari melantik Budi otomatis. Tapi, di sisi lain, pelantikan Budi membawa risiko runtuhnya kepercayaan publik pada komitmen Presiden soal pemberantasan korupsi. Ibarat badai, apa mau dikata: lanskap politik telanjur mendekati perfect storm.

Eks Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan merasa sudah saatnya orang banyak berdoa demi keselamatan bersama. “Ya Allah, Tuhan Yang MahaKuasa,” katanya di Twitter. “Pemimpin, bangsa, dan negara kami tengah Engkau uji sekarang ini. Tolonglah kami.” Orang bisa saja mencibir. Toh, dalam 10 tahun pemerintahan, Susilo memang dekat dengan gambaran sebagai “raja drama”.

Tapi, faktanya tak terbantahkan: Presiden Jokowi begitu dia kerap disapa sedang terjepit. Di Senayan sejak awal pekan ini partai-partai yang selama ini memberi keluasan dan permakluman memilih menaikkan tempo tekanan. “Sebaiknya Presiden Jokowi segera melantik Budi Gunawan karena (dia) sudah bebas dari tersangka,” kata bos Golkar, Aburizal Bakrie.

Suara dari kubu partai berkuasa, PDI Perjuangan, dan koalisi di belakangnya tak usah ditanya. Sejak hari pertama merekalah yang bersikeras mendorong Presiden melantik Budi dan seperti tak peduli dengan urusan penilaian orang banyak. Ahmad Syafii Maarif, sesepuh Tim 9, gugus penasihat independen yang menelurkan rekomendasi pembatalan pengangkatan terkait kasus Budi, terangterangan meminta Presiden melawan semua tekanan dan menuruti keinginan publik. “Dilantik atautidakdilantikpasti punya risiko,” katanya.

“Jadilah rajawali, jangan tiru kelelawar. Kelelawar itu siang matanya redup, kalau rajawali itu tajam.” Harapan Presiden bisa terbang dan melihat dari ketinggian itu ada benarnya. Toh, darisisimanapun, politik telanjur pekat. Lepas kemenangan Budi di sidang praperadilan, gelombang serangan polisi atau begitulah menurut tudingan sebagian kalangan padaKomisi naik beberapa oktaf.

Dari Makassar, Sulawesi Selatan, polisi menetapkan bos Komisi Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen kependudukan (Abraham menampik tudingan ini). Tak hanya itu. Kepala Badan Reserse Kriminal Budi Waseso juga mengumumkan rencana memeriksa 21 orang polisi yang bekerja di Komisi. Tuduhannya? Cukup serius: melarikan senjata. Polisi juga ingin memeriksa penyidik cemerlang Komisi, eks perwira polisi Novel Baswedan, dalam sebuah kasus lama; saat dia masih jadi kepala reserse di Bengkulu pada 2004.

Mempertaruhkan Pemerintahan

Bagi Syafii Maarif, Presidentak lagi punya banyak waktu. Sementara yang dipertaruhkan di meja politik kian tinggi: nasib Komisi, reputasi dan keutuhan polisi, serta kepercayaan publik pada pemerintahan secara keseluruhan. Dalam sebuah rekomendasi anyar pada Selasa malam, Tim9secara khusus meminta Presiden melindungi keselamatan pimpinan KPK dari jerat kriminalisasi.

Tim juga meminta Presiden mencari calon kepala polisi yang baru, senyampang mencoba berbagai cara agar Komjen Pol Budi Gunawan “bersedia untuk mengundurkan diri dalam pencalonan kepala Polri demi kepentingan bangsa dan negara”.

Presiden dikelilingi politisi, dapat tekanan dan lobi dari sana sini, soal yang wajar. Pelik baru muncul bila Presiden meski bukan bos partai dan tak punya basis politik yang riil lupa kalau dia punya kuasa lebih dari semua orang di sekelilingnya.

Alfian hamzah
(SELENGKAPNYA BACA:
SINDO WEEKLY No 41/ Tahun 3,
Terbit Kamis 19 Februari 2015)
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3624 seconds (0.1#10.140)