Pilkada Serentak 2015 Diikuti 272 Daerah
A
A
A
JAKARTA - Jumlah daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2015 bertambah menjadi 272. Terjadi penambahan dari sebelumnya, yakni 204, karena sebagian daerah yang kepala daerahnya berakhir masa jabatannya pada Januari hingga Juni 2016 juga diikutkan pada pilkada serentak gelombang pertama ini.
“Totalnya ada 272 daerah. Sisanya nanti ikut di pilkada gelombang selanjutnya,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay di Jakarta kemarin. Sedangkan pilkada serentak gelombang kedua pada Februari 2017 akan diikuti 99 daerah, terdiri delapan provinsi dan 91 kabupaten kota. Adapun pilkada serentak gelombang ketiga pada Juni 2018 akan diikuti 171 daerah, terdiri 17 provinsi dan 154 kabupaten/kota.
KPU saat ini juga tengah menyesuaikan draf Peraturan KPU (PKPU) dengan Undang-Undang (UU) Pilkada yang baru saja disahkan DPR. PKPU tersebut ditargetkan selesai pada April 2015. Hadar mengatakan, setidaknya dibutuhkan waktu dua bulan untuk merevisi draf PKPU tersebut. “Kami sudah tekadkan bahwa ini dapat tuntas dalam dua bulan setelah diundangkan,” ujarnya.
Ada beberapa poin penting yang menurutnya harus diubah, misalnya tahapan, program, dan jadwal. Sementara untuk pencalonan, penyesuaian dilakukan dengan memasukkan penyertaan wakil kepala daerah yang sebelumnya tidak diatur. “Mei-Juni, kita memulai tahapannya. April tuntas semua, satu bulan kemudian sosialisasi, setelah itu mulai,” ujarnya.
Sementara itu, KPU diminta mengantisipasi potensi intervensi dari para calon kepala daerah petahana di pilkada nanti. Mengacu pengalaman sebelumnya, pilkada rawan diintervensi oleh calon petahana yang kembali berkompetisi. “Kemungkinan itu tetap ada, apalagi rentang kendali antara KPU dengan KPUD cukup jauh. Maka diperlukan sebuah sistem pengawasan yang kuat,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kemarin.
Menurut dia, KPU harus menjadi pintu utama untuk menciptakan kualitas pilkada yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengawal integritas penyelenggara pemilu di daerah. “KPU perlu memagari dengan payung hukum yang matang. Bisa juga dibuat pakta integritas untuk penyelenggara pilkada di daerah dengan bekerja sama dengan KPK dan PPATK,” tuturnya.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, perlu koordinasi secara berjenjang untuk mengantisipasi kerawanan pelanggaran pilkada. “Konsolidasi yang baik dari pusat hingga daerah untuk menindaklanjuti apa-apa yang sudah diatur di dalam UU, termasuk mengantisipasi perilaku buruk penyelenggara agar tidak muncul kembali,” kata dia.
Dia meyakini potensi kecurangan tetap akan muncul di pilkada serentak tahun ini. Maka itu, jauh-jauh hari KPU perlu mempersiapkan payung hukum yang jelas untuk jajarannya di daerah.
Dian ramdhani/Dita angga
“Totalnya ada 272 daerah. Sisanya nanti ikut di pilkada gelombang selanjutnya,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay di Jakarta kemarin. Sedangkan pilkada serentak gelombang kedua pada Februari 2017 akan diikuti 99 daerah, terdiri delapan provinsi dan 91 kabupaten kota. Adapun pilkada serentak gelombang ketiga pada Juni 2018 akan diikuti 171 daerah, terdiri 17 provinsi dan 154 kabupaten/kota.
KPU saat ini juga tengah menyesuaikan draf Peraturan KPU (PKPU) dengan Undang-Undang (UU) Pilkada yang baru saja disahkan DPR. PKPU tersebut ditargetkan selesai pada April 2015. Hadar mengatakan, setidaknya dibutuhkan waktu dua bulan untuk merevisi draf PKPU tersebut. “Kami sudah tekadkan bahwa ini dapat tuntas dalam dua bulan setelah diundangkan,” ujarnya.
Ada beberapa poin penting yang menurutnya harus diubah, misalnya tahapan, program, dan jadwal. Sementara untuk pencalonan, penyesuaian dilakukan dengan memasukkan penyertaan wakil kepala daerah yang sebelumnya tidak diatur. “Mei-Juni, kita memulai tahapannya. April tuntas semua, satu bulan kemudian sosialisasi, setelah itu mulai,” ujarnya.
Sementara itu, KPU diminta mengantisipasi potensi intervensi dari para calon kepala daerah petahana di pilkada nanti. Mengacu pengalaman sebelumnya, pilkada rawan diintervensi oleh calon petahana yang kembali berkompetisi. “Kemungkinan itu tetap ada, apalagi rentang kendali antara KPU dengan KPUD cukup jauh. Maka diperlukan sebuah sistem pengawasan yang kuat,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kemarin.
Menurut dia, KPU harus menjadi pintu utama untuk menciptakan kualitas pilkada yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengawal integritas penyelenggara pemilu di daerah. “KPU perlu memagari dengan payung hukum yang matang. Bisa juga dibuat pakta integritas untuk penyelenggara pilkada di daerah dengan bekerja sama dengan KPK dan PPATK,” tuturnya.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, perlu koordinasi secara berjenjang untuk mengantisipasi kerawanan pelanggaran pilkada. “Konsolidasi yang baik dari pusat hingga daerah untuk menindaklanjuti apa-apa yang sudah diatur di dalam UU, termasuk mengantisipasi perilaku buruk penyelenggara agar tidak muncul kembali,” kata dia.
Dia meyakini potensi kecurangan tetap akan muncul di pilkada serentak tahun ini. Maka itu, jauh-jauh hari KPU perlu mempersiapkan payung hukum yang jelas untuk jajarannya di daerah.
Dian ramdhani/Dita angga
(bbg)