Jalan Islah Golkar Makin Panjang
A
A
A
JAKARTA - Perselisihan dualisme Partai Golkar yang berlarut-larut tidak menjamin komitmen kedua kubu untuk tetap berada dalam satu tubuh partai.
Komitmen yang digaungkan melalui juru runding dua belah pihak saling mengakomodasi patut dipertanyakan. Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Teguh Yuwono, menjelaskan bahwa komitmen dalam dunia politik, apalagi dalam partai, bisa berubah mengikuti keadaan dan suasana politik pada hari tersebut.
“Komitmen itu kondisional, saya tidak percaya itu bisa terlaksana. Yang diomongkan itu harus diuji dulu, kepentingan politik cenderung terus berubah. Contohnya saja komitmen Golkar saat mendukung Perppu Pilkada, awalnya menolak, kemudian menyetujui, padahal itu komitmen tertulis,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO.
Dalam perundingan kedua kubu menyepakati islah melewati dua jalur secara bersamaan, yaitu perundingan dan pengadilan. Dalam perundingan kedua kubu mencapai beberapa kesepakatan, yaitu kubu Agung Laksono setuju Golkar tidak perlu keluar dari KMP, kedua kubu sepakat tidak membentuk partai baru seusai putusan pengadilan, melakukan penyatuan kepengurusan pada dua kubu, sedangkan untuk posisi ketua umum menunggu putusan pengadilan.
Teguh juga menyatakan proses yang saat ini bergulir melewati Mahkamah Partai dinilai terlambat dan cenderung siasia. Tiap personel yang ada di dua kubu tidak menghormati adanya mahkamah partai, juga anggapan bahwa mahkamah partai sudah tidak netral, dan keputusan yang diberikan tidak memiliki kekuatan hukum.
Partai tertua di Indonesia ini akan sampai pada titik ambang kehancuran dan akan merugi besar jika islah dan perselisihan dua kubu tidak diakhiri. Perselisihan ini juga akan berdampak pada kepengurusan di daerah yang akan menyelenggarakan pilkada. “Jadi sebetulnya masalah ini pertaruhan masa depan Golkar,” ujar Teguh.
Penyelesaian pada tingkat pengadilan dinilai bukan solusi yang baik, karena pengadilan akan memenangkan dan mengalahkan satu pihak. Seharusnya partai sebesar Golkar berpikir pada tahap sama-sama menang (win win solution). “Pengadilan itu cuma bisa mengakhiri menang dan kalah,” ujarnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Nurul Arifin, menyatakan kubu Aburizal Bakrie berkomitmen tidak mengikuti sidang yang digelar Mahkamah Partai. Menurut dia kubunya hanya tinggal menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta Barat. Dia juga menyatakan sudah ada kesepakatan untuk merger pada kepengurusan dua kubu, walaupun menurutnya kepengurusan nanti akan gemuk.
Pemenang pengadilan yang akan menentukan tahap merger tersebut. “Memang jadinya akan gemuk, tapi tidak apa-apa. Jangan juga membuang kaderkader potensial, merger dan gemuk lebih baik daripada pecah,” ujarnya. Dia juga mengatakan komitmen untuk tidak keluar partai mesti dihargai masingmasing pihak. Kubu yang menang tentunya akan mengakomodasi kubu yang kalah. Jika yang kalah tidak mau diakomodasi, Nurul menyebut itu hak mereka.
“Itu hak pribadi, tapi kami tetap mengulurkan tangan untuk rekonsiliasi.” Wakil Ketua Umum hasil Munas Jakarta Yorrys Raweyai menyatakan kubunya tetap menunggu hasil putusan Mahkamah Partai. Kubunya juga akan tetap melanjutkan perkara ke Pengadilan Tinggi jika putusan di Mahkamah Partai tidak menemui kesepakatan.
Terkait hasil perundingan dengan komitmen tidak akan keluar dan membuat partai baru juga mengakomodasi bagi yang kalah, Yorrys menilai itu wacana yang tidak tertulis dan menjadi kesepakatan bersama. “Itu wacana, tidak tertulis. Wacana tetap dalam rangka soliditas partai,” ujarnya.
Dia juga mengatakan keputusan merger kepengurusan akan berlangsung seusai ditentukannya posisi ketua umum yang akan ditentukan pengadilan.
Mula akmal
Komitmen yang digaungkan melalui juru runding dua belah pihak saling mengakomodasi patut dipertanyakan. Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Teguh Yuwono, menjelaskan bahwa komitmen dalam dunia politik, apalagi dalam partai, bisa berubah mengikuti keadaan dan suasana politik pada hari tersebut.
“Komitmen itu kondisional, saya tidak percaya itu bisa terlaksana. Yang diomongkan itu harus diuji dulu, kepentingan politik cenderung terus berubah. Contohnya saja komitmen Golkar saat mendukung Perppu Pilkada, awalnya menolak, kemudian menyetujui, padahal itu komitmen tertulis,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO.
Dalam perundingan kedua kubu menyepakati islah melewati dua jalur secara bersamaan, yaitu perundingan dan pengadilan. Dalam perundingan kedua kubu mencapai beberapa kesepakatan, yaitu kubu Agung Laksono setuju Golkar tidak perlu keluar dari KMP, kedua kubu sepakat tidak membentuk partai baru seusai putusan pengadilan, melakukan penyatuan kepengurusan pada dua kubu, sedangkan untuk posisi ketua umum menunggu putusan pengadilan.
Teguh juga menyatakan proses yang saat ini bergulir melewati Mahkamah Partai dinilai terlambat dan cenderung siasia. Tiap personel yang ada di dua kubu tidak menghormati adanya mahkamah partai, juga anggapan bahwa mahkamah partai sudah tidak netral, dan keputusan yang diberikan tidak memiliki kekuatan hukum.
Partai tertua di Indonesia ini akan sampai pada titik ambang kehancuran dan akan merugi besar jika islah dan perselisihan dua kubu tidak diakhiri. Perselisihan ini juga akan berdampak pada kepengurusan di daerah yang akan menyelenggarakan pilkada. “Jadi sebetulnya masalah ini pertaruhan masa depan Golkar,” ujar Teguh.
Penyelesaian pada tingkat pengadilan dinilai bukan solusi yang baik, karena pengadilan akan memenangkan dan mengalahkan satu pihak. Seharusnya partai sebesar Golkar berpikir pada tahap sama-sama menang (win win solution). “Pengadilan itu cuma bisa mengakhiri menang dan kalah,” ujarnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Nurul Arifin, menyatakan kubu Aburizal Bakrie berkomitmen tidak mengikuti sidang yang digelar Mahkamah Partai. Menurut dia kubunya hanya tinggal menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta Barat. Dia juga menyatakan sudah ada kesepakatan untuk merger pada kepengurusan dua kubu, walaupun menurutnya kepengurusan nanti akan gemuk.
Pemenang pengadilan yang akan menentukan tahap merger tersebut. “Memang jadinya akan gemuk, tapi tidak apa-apa. Jangan juga membuang kaderkader potensial, merger dan gemuk lebih baik daripada pecah,” ujarnya. Dia juga mengatakan komitmen untuk tidak keluar partai mesti dihargai masingmasing pihak. Kubu yang menang tentunya akan mengakomodasi kubu yang kalah. Jika yang kalah tidak mau diakomodasi, Nurul menyebut itu hak mereka.
“Itu hak pribadi, tapi kami tetap mengulurkan tangan untuk rekonsiliasi.” Wakil Ketua Umum hasil Munas Jakarta Yorrys Raweyai menyatakan kubunya tetap menunggu hasil putusan Mahkamah Partai. Kubunya juga akan tetap melanjutkan perkara ke Pengadilan Tinggi jika putusan di Mahkamah Partai tidak menemui kesepakatan.
Terkait hasil perundingan dengan komitmen tidak akan keluar dan membuat partai baru juga mengakomodasi bagi yang kalah, Yorrys menilai itu wacana yang tidak tertulis dan menjadi kesepakatan bersama. “Itu wacana, tidak tertulis. Wacana tetap dalam rangka soliditas partai,” ujarnya.
Dia juga mengatakan keputusan merger kepengurusan akan berlangsung seusai ditentukannya posisi ketua umum yang akan ditentukan pengadilan.
Mula akmal
(ars)