Tambah Tenaga Ahli, DPR Minta Anggaran Rp1,6 Triliun
A
A
A
JAKARTA - DPR mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp1,6 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Dana tersebut untuk menambah tenaga ahli DPR di daerah pemilihan.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, seharusnya DPR mengedepankan penjelasan dan transparansi soal anggaran tersebut, meskipun diklaim sebagai kebutuhanmendesak. Jikatidak dibarengi penjelasan dan perbaikan mekanisme pengalokasiannya, publik akan semakin curiga.
“Karena DPR tak menjelaskan untuk apa saja anggaran itu. Apakah karena selama ini kinerja mereka buruk, lalu menganggarkan untuk tenaga ahli ditambah? Kita kan enggak tahu,” katanya. Kalaupun anggaran tersebut untuk tenaga ahli yang difokuskan di daerah pemilihan serta untuk infrastruktur rumah aspirasi, DPR pun harus menjelaskannya seperti apa yang sebenarnya. Sebab, kata Sebastian, sejauh ini mekanisme pengangkatan atau rekrutmen tenaga ahli saja masih belum jelas.
“Itu penting dijelaskan supaya jangan terkesan hanya bagi-bagi anggaran. Termasuk soal pengangkatan tenaga ahli, kalau terserah mereka, nanti yang diangkat keluarganya, keponakannya.” Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, salah satu pengalokasian dari anggaran tersebut adalah untuk penambahan tenaga ahli dan rumah aspirasi di masingmasing dapil.
“Itu bagian dari upaya peningkatan kapasitas dan kualitas kinerja anggota Dewan. Dalam UU MD3 (UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD), dan juga di Tatib DPR sudah diatur staf anggota ada lima, dan sekarang baru ada tiga. Nah, penambahan anggaran itu salah satunya untuk menunjang itu,” katanya.
Menurut Taufik, semua anggota DPR berkewajiban berperan aktif dalam menyuarakan aspirasi konstituennya. Hal itu juga sudah menjadi kewajiban dan tertuang dalam sumpah saat awal menjabat sebagai anggota Dewan. Karena itu, untuk mengefektifkan aspirasi dari konstituen dan anggota Dewan, diperlukan staf ahli yang bekerja di daerah pemilihan serta perlunya rumah aspirasi yang keduanya itu menjadi penyambung lidah antara anggota Dewan dan rakyat yang diwakilinya.
“Secara realistis, tentu membutuhkan infrastruktur, untuk bagaimana agar peningkatan status kinerja tersebut yakni dengan penambahan dua staf ahli yang difokuskan di daerah pemilihan sebagai penyambung lidah masyarakat yang diwakili,” ujarnya.
Dengan pola yang mulai disempurnakan dari sisi sistem dan penganggaran itu, Taufik meyakini kinerja Dewan akan bisa lebih dilihat secara signifikan. Jika itu sudah berjalan, rangkaian aspirasi hingga perjuangannya bisa lebih efektif.
Kalaupun ada yang mengkritik dari segi besarnya anggaran dan efektivitas serta akuntabilitasnya, Taufik justru mengajak semua pihak untuk ikut mengawal dan mengawasi setiap rupiah anggaran yang digunakan oleh penyelenggara negara, dalam hal ini DPR.
Rahmat sahid
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, seharusnya DPR mengedepankan penjelasan dan transparansi soal anggaran tersebut, meskipun diklaim sebagai kebutuhanmendesak. Jikatidak dibarengi penjelasan dan perbaikan mekanisme pengalokasiannya, publik akan semakin curiga.
“Karena DPR tak menjelaskan untuk apa saja anggaran itu. Apakah karena selama ini kinerja mereka buruk, lalu menganggarkan untuk tenaga ahli ditambah? Kita kan enggak tahu,” katanya. Kalaupun anggaran tersebut untuk tenaga ahli yang difokuskan di daerah pemilihan serta untuk infrastruktur rumah aspirasi, DPR pun harus menjelaskannya seperti apa yang sebenarnya. Sebab, kata Sebastian, sejauh ini mekanisme pengangkatan atau rekrutmen tenaga ahli saja masih belum jelas.
“Itu penting dijelaskan supaya jangan terkesan hanya bagi-bagi anggaran. Termasuk soal pengangkatan tenaga ahli, kalau terserah mereka, nanti yang diangkat keluarganya, keponakannya.” Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, salah satu pengalokasian dari anggaran tersebut adalah untuk penambahan tenaga ahli dan rumah aspirasi di masingmasing dapil.
“Itu bagian dari upaya peningkatan kapasitas dan kualitas kinerja anggota Dewan. Dalam UU MD3 (UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD), dan juga di Tatib DPR sudah diatur staf anggota ada lima, dan sekarang baru ada tiga. Nah, penambahan anggaran itu salah satunya untuk menunjang itu,” katanya.
Menurut Taufik, semua anggota DPR berkewajiban berperan aktif dalam menyuarakan aspirasi konstituennya. Hal itu juga sudah menjadi kewajiban dan tertuang dalam sumpah saat awal menjabat sebagai anggota Dewan. Karena itu, untuk mengefektifkan aspirasi dari konstituen dan anggota Dewan, diperlukan staf ahli yang bekerja di daerah pemilihan serta perlunya rumah aspirasi yang keduanya itu menjadi penyambung lidah antara anggota Dewan dan rakyat yang diwakilinya.
“Secara realistis, tentu membutuhkan infrastruktur, untuk bagaimana agar peningkatan status kinerja tersebut yakni dengan penambahan dua staf ahli yang difokuskan di daerah pemilihan sebagai penyambung lidah masyarakat yang diwakili,” ujarnya.
Dengan pola yang mulai disempurnakan dari sisi sistem dan penganggaran itu, Taufik meyakini kinerja Dewan akan bisa lebih dilihat secara signifikan. Jika itu sudah berjalan, rangkaian aspirasi hingga perjuangannya bisa lebih efektif.
Kalaupun ada yang mengkritik dari segi besarnya anggaran dan efektivitas serta akuntabilitasnya, Taufik justru mengajak semua pihak untuk ikut mengawal dan mengawasi setiap rupiah anggaran yang digunakan oleh penyelenggara negara, dalam hal ini DPR.
Rahmat sahid
(ars)