MK Siap Tangani Sengketa Pilkada

Sabtu, 14 Februari 2015 - 09:55 WIB
MK Siap Tangani Sengketa Pilkada
MK Siap Tangani Sengketa Pilkada
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kesediaan menangani penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) apabila diamanatkan undang-undang (UU).

Karena itu MK akan menunggu hasil revisi UU Pilkada yang akan dibahas DPR dan pemerintah. Wakil Ketua MK Anwar Usman mengatakan MK bisa melaksanakan wewenang menyelesaikan pilkada. Namun dia menegaskan apa yang diperintahkan UU nantinya harus sesuai dengan putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013, yakni apabila belum ada lembaga khusus penyelesaian pilkada.

“Yang jelas dalam salah satu pertimbangan putusan MK sebelumnya disebutkan, selama belum dibentuk atau belum ditunjuk lembaga lain untuk menyelesaikan, MK tetap berwenang memeriksa dan mengadilinya. Itu ada dalam putusan,” ujar Anwar di Jakarta kemarin Lebih lanjut dia mengungkapkan, jika memang kewenangan dikembalikan ke MK, harus ada revisi waktu penyelesaian sengketa pilkada yang tidak hanya dibatasi 15 hari.

Pasalnya, jika hanya 15 hari, penyelesaian sengketa pilkada tidak akan tuntas, apalagi pelaksanaan pilkadanya serentak. Menurut dia, bukan hanya UU Pilkada yang harus direvisi DPR, tetapi UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman pun perlu diperhatikan. Dalam putusan bernomor 97 Tahun 2013 MK mempertimbangkan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pemilihan umum. Namun pilkada bukanlah rezim pemilu. “Kalau serentak, antara 1-2 bulan, kalau nanti MK setuju. Itu Pasal 29 UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MK terkait waktu,” lanjutnya.

Akan tetapi jika dilihat berdasarkan Pasal 22E UUD 1945, yang dimaksud pemilihan umum adalah pemilu anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukansecarabersamaanlimatahun sekali. Karena itu, masuknya penyelesaian sengketa pilkada tidaklah sejalan dengan original intent dari pemilihan umum. Adapun pilkada tidak dilakukan setiap lima tahun sekali, tetapi berkali-kali dengan waktu yang berbeda.

Selain itu di halaman 62 berkas putusannya, MK menyatakan untuk menghindari keragu-raguan, ketidakpastian hukum, serta kevakuman lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pilkada karena belum adanya UU yang mengatur hal tersebut, penyelesaian perselisihan hasil pilkada tetap menjadi kewenangan MK.

Langkah itu diambil sebagai upaya menghindari terjadinya kekosongan hukum sejak putusan ini ditetapkan. Sebab, jika MK melepas begitu saja kewenangan penyelesaian sengketa tanpa dipastikan lembaga mana yang berhak menyelesaikan, akan timbul kekacauan. Adapun sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014, atau berubah menjadi UU Nomor 1/2015 tentang Pilkada Pasal 157, kewenangan penyelesaian sengketa pilkada hanya dilakukan di tingkat pengadilan tinggi Mahkamah Agung (MA).

Namun pihak MA secara tegas menyatakan keberatannya menangani sengketa pilkada karena ketidaksiapan. Juru bicara MA, Suhadi, mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Komisi II DPR guna menindaklanjuti masalah kewenangan menyelesaikan sengketa pilkada. MA menyatakan sebaiknya sengketa pilkada dikembalikan ke MK dengan revisi UU. “Kita sarankan agar sengketa pilkada dikembalikan ke MK,” ujar Suhadi.

Alasannya, menurut dia, jika MA diberi kewenangan menyelesaikan sengketa pilkada, beban perkara akan semakin banyak. Maka, jika diberi kewenangan demikian, pihaknya belum siap. Ketidaksiapan MA bukan hanya atas banyaknya beban perkara, tetapi karena ketersediaan infrastruktur dan hakim ad hoc pilkada pun belum jelas.

“Hakim pilkada itu kan hakim ad hoc, tetapi sampai sekarang kita belum tahu syarat jadi hakimnya seperti apa,” ujar dia. Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahayangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengatakan adanya saling lempar wewenang penyelesaian sengketa pilkada itu tidak bijak. Seperti diketahui, baik MA maupun MK sama-sama menyatakan tidak berwenang menuntaskan ma-salah tersebut.

“Hemat saya sangat tidak bijak kalau ini masing-masing merasa dirinya tidak berwenang. Baik merasa repot atau tidak merasa bagian ini, bukan bagian dari rezim pemilu. Memang keduanya punya pengalaman pahit menangani sengketa pilkada,” kata dia. Menurutnya adanya saling lempar wewenang ini disebabkan tidak adanya kajian keilmuan mendalam, komprehensif, dan konsisten tentang sengketa pilkada. Karena itu perlu ada kajian mengenai sengketa pilkada.

Dengan demikian dapat diketahui siapa yang paling tepat untuk menangani sengketa. “Mereka saling melempar karena landasan filosofisnya tidak ada. Tambal sulam,” paparnya. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan akan lebih baik jika sengketa pilkada tetap ditangani MA. Hal itu sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 1/2015.

“Kalau kami, lebih baik di MA. Tapi MA mungkin ada pertimbangan berdasarkan pengalaman sengketa diMK, namun menurut kami tetap konsisten sesuai UU,” katanya. Dia menilai keberatan yang disampaikanMAdapatdicarikan solusinya baik permasalahan personel maupun masalah tempat.

“Kalau alasan ketidakmampuan hakim, di daerah kami rasa cukup. Kalau alasan kantor pengadilan saya rasa tidak masalah,” kata dia . Mantan anggota DPR itu menyatakan ada kabar bahwa MA sudah melakukan tes kepemiluan terhadap hakim-hakim. Namun ternyata hanya sedikit hakim yang bisa lolos tes tersebut. “MA sudah coba. Tes khusus katanya yang lolos hanya satu orang,” ungkapnya.

Sebelumnya peneliti Perludem Veri Junaidi menyatakan MK sebaiknya menangani sengketa pilkada hingga peradilan khusus pilkada terbentuk. Sebab jika tetap diserahkan ke MA, ada banyak hal yang harus disiapkan, khususnya mengenai hakim dan konflik yang akan muncul jika diselenggarakan di daerah. “Apalagi mengingat Pilkada 2015 akan diselenggarakan secara serentak,” kata Veri.

Pihaknya berpandangan, MK merupakan lembaga yang tepat untuk menyelesaikan sengketa pilkada di masa transisi saat ini. Sebab, ke depannya, Perludem tetap akan mendorong adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan sengketa pilkada mengingat ketidaksiapan MA dan adanya putusan MK yang menyatakan penyelesaian pilkada bukan kewenangannya.

Namun, untuk membentuk badan sengketa pemilu memerlukan waktu dan desain yang panjang, sedangkan kondisinya hingga saat ini hanya MK yang paling siap untuk menangani sengketa hasil pilkada. Pihaknya sangat berharap MK segera menentukan sikap dan memberitahukannya kepada publik.

“Ini bentuk permohonan dan dukungan kami ke MK untuk bisa menyelesaikan sengketa pilkada tanpa melupakan persoalan MK. Kami yakini dengan hakim yang baru MK bisa menyelesaikan persoalan kemelut yang terjadi,” ujar Veri di hadapan Wakil Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Dita angga/ nurul adriyana/ Rahmat sahid/ mula akmal/ khoirul muzakki
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6568 seconds (0.1#10.140)