DPR-Pemerintah Sepakati Uji Publik Ditiadakan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati satu poin penting dalam revisi Undang- Undang Nomor 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), yakni meniadakan tahapan uji publik terhadap calon.
Sebagaigantinya, nanticalonhanya diwajibkan melakukan sosialisasi mengingat substansi uji publik dalam pilkada langsung adalah sosialisasi kepada publik atas pencalonan dan visi misinya. “Enggak dihapus, tetapi poin itu masuk dalam sosialisasi. Istilahnya diganti sosialisasi,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Jakarta kemarin. Tjahjo belum bisa menyampaikan model sosialisasinya seperti apa. Sebab saat ini sedang dimatangkan tim perumus.
“Ini lagi masuk tim perumus. Lagi masuk di tim sinkronisasi untuk kalimat yang masih berjalan,” ungkapnya. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain membenarkan ditiadakannya uji publik calon kepala daerah sudah disepakati dalam rapat pembahasan bersama pemerintah yang diwakili Mendagri serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Uji publik kita serahkan ke partai politik. Ini sekaligus untuk mengurangi panjangnya tahapan pilkada yang juga otomatis mengurangi anggaran pilkada,” katanya. Menurut Malik, dengan ditiadakannya uji publik, diharapkan pula ada penghematan dari sisi waktu sekitar tiga sampai empat bulan. Dengan begitu, pelaksanaan pilkada bisa lebih efektif dan efisien. Hal senada disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi.
Menurut dia, dengan ditiadakannya uji publik, dari sisi waktu tahapan pilkada berlangsung menjadi 17 bulansampaidenganpelantikan. Selain soal uji publik, kata Arwani, poin lain yang sudah disepakati adalah KPU sebagai penyelenggara meskipun sebelumnya MK menyatakan bahwa pilkada bukan bagian dari rezim pemilu. Nantinya KPU diberi payung hukum sebagai landasan kewenangan KPU menyelenggarakan pilkada.
“Kemudian disepakati juga syarat usia minimal, yakni 25 tahun untuk calon bupati/ wali kota dan 30 tahun untuk calon gubernur,” ungkapnya. Adapun syarat dukungan pencalonan, kata dia, tetap seperti apa yang ada di UU Nomor 1/2015, yakni minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara.
Terhadap poin krusial lainnya, yakni jadwal pilkada serentak apakah tetap pada 2015 ini atau 2016, semuanya masih sangat terbuka kemungkinannya. Menurut dia, secara prinsip KPU sebagai penyelenggara sudah menyatakan siap, baik diselenggarakan tahun 2015 ini atau diundur ke tahun 2016. Poin krusial lain, lanjut dia, adalah soal apakah calon kepala daerah diajukan dengan paket bersama wakil kepala daerah atau tidak.
Sementara itu, mantan Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa berpendapat, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika pilkada serentak digelar tahun 2015 ini. Pertimbangan itu antara lain percepatan regulasi, dalam hal ini UU dan peraturan KPU. Kemudian efektivitas sosialisasi pilkada serentak, kesiapan parpol, dan pendidikan pemilih.
Rahmat sahid / kiswondari
Sebagaigantinya, nanticalonhanya diwajibkan melakukan sosialisasi mengingat substansi uji publik dalam pilkada langsung adalah sosialisasi kepada publik atas pencalonan dan visi misinya. “Enggak dihapus, tetapi poin itu masuk dalam sosialisasi. Istilahnya diganti sosialisasi,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Jakarta kemarin. Tjahjo belum bisa menyampaikan model sosialisasinya seperti apa. Sebab saat ini sedang dimatangkan tim perumus.
“Ini lagi masuk tim perumus. Lagi masuk di tim sinkronisasi untuk kalimat yang masih berjalan,” ungkapnya. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain membenarkan ditiadakannya uji publik calon kepala daerah sudah disepakati dalam rapat pembahasan bersama pemerintah yang diwakili Mendagri serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Uji publik kita serahkan ke partai politik. Ini sekaligus untuk mengurangi panjangnya tahapan pilkada yang juga otomatis mengurangi anggaran pilkada,” katanya. Menurut Malik, dengan ditiadakannya uji publik, diharapkan pula ada penghematan dari sisi waktu sekitar tiga sampai empat bulan. Dengan begitu, pelaksanaan pilkada bisa lebih efektif dan efisien. Hal senada disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi.
Menurut dia, dengan ditiadakannya uji publik, dari sisi waktu tahapan pilkada berlangsung menjadi 17 bulansampaidenganpelantikan. Selain soal uji publik, kata Arwani, poin lain yang sudah disepakati adalah KPU sebagai penyelenggara meskipun sebelumnya MK menyatakan bahwa pilkada bukan bagian dari rezim pemilu. Nantinya KPU diberi payung hukum sebagai landasan kewenangan KPU menyelenggarakan pilkada.
“Kemudian disepakati juga syarat usia minimal, yakni 25 tahun untuk calon bupati/ wali kota dan 30 tahun untuk calon gubernur,” ungkapnya. Adapun syarat dukungan pencalonan, kata dia, tetap seperti apa yang ada di UU Nomor 1/2015, yakni minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara.
Terhadap poin krusial lainnya, yakni jadwal pilkada serentak apakah tetap pada 2015 ini atau 2016, semuanya masih sangat terbuka kemungkinannya. Menurut dia, secara prinsip KPU sebagai penyelenggara sudah menyatakan siap, baik diselenggarakan tahun 2015 ini atau diundur ke tahun 2016. Poin krusial lain, lanjut dia, adalah soal apakah calon kepala daerah diajukan dengan paket bersama wakil kepala daerah atau tidak.
Sementara itu, mantan Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa berpendapat, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika pilkada serentak digelar tahun 2015 ini. Pertimbangan itu antara lain percepatan regulasi, dalam hal ini UU dan peraturan KPU. Kemudian efektivitas sosialisasi pilkada serentak, kesiapan parpol, dan pendidikan pemilih.
Rahmat sahid / kiswondari
(ars)