Pemerintah Harus Jelaskan Kontroversi Mobnas Proton
A
A
A
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera menjelaskan perihal nota kesepahaman (MoU) dengan perusahaan automotif asal Malaysia Proton atas kerja sama yang dilakukan.
Saat ini terjadi kesimpangsiuran informasi apakah MoU pembuatan mobil tersebut merupakan kerja sama antarpemerintah atau memang hanya kerja sama bisnis oleh perusahaan swasta. Selain itu, pemerintah diingatkan untuk tidak memberikan perlakuan khusus kepada pihak yang menjalin kerja sama.
“Perlu ketegasan pemerintah bahwa kerja sama PT ACL dengan Proton ini memang benar B to B (business to business),” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR Dodi Reza Alex Noordin pada sebuah diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Dodi menjelaskan, kesimpangsiuran di masyarakat terjadi karena di satu sisi pemerintah lewat Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin menegaskan bahwa kerja sama itu murni antarswasta.
Namun di sisi lain Proton lewat lamannya menyatakan bahwa kerja sama tersebut untuk pembuatan mobil nasional (mobnas) Indonesia. “Jadi saya kira perlu kejelasan mengenai bentuk kerja sama ini,” ujar politikus Partai Golkar ini. Menurut Dodi, setelah nanti ditegaskan bahwa kerja sama itu murni oleh swasta, dia lantas meminta agar tidak ada perlakuan khusus oleh Pemerintah Indonesia terhadap Proton seperti kebijakan hambatan tarif (tariff barriers).
“Jangan ada perlakuan khusus. Kan ada feasibility study enam bulan, dalam waktu tersebut kita diberi ruang untuk melihat mau dibawa ke mana kerja sama ini,” ujarnya. Lebih jauh Dodi menjelaskan, pada dasarnya kehadiran Presiden Jokowi dan PM Malaysia pada MoU tersebut wajar saja. Tapi, menurutnya, komunikasi politiknya kurang pas dimana sentimen Indonesia- Malaysia sedang kurang baik, khususnya soal isu tenaga kerja Indonesia (TKI).
Karena itu, dengan kehadiran Presiden, situasi menjadi kurang baik. Kalaupun ini merupakan pijakan untuk merintis mobnas Indonesia, kata dia, perlu pula dianalisis apakah teknologi ini cocok dan mengapa tidak menggandeng industri induk Proton, yakni Mitsubishi. “Proton pangsa pasarnya hanya 17,1%, jangan-jangan barang yang tidak laku dibuang ke Indonesia buat dapat kebijakan- kebijakan khusus pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan DPR akan mendukung program prioritas Jokowi selama itu bertujuan menyejahterakan rakyat. Soal mobnas, awalnya dia sulit percaya saat Jokowi seolah melupakan proyek Esemka yang selama ini dia banggakan. Taufik menegaskan pemerintah jangan membebani rakyat dengan opini yang seolah-olah melupakan apa yang menjadi program prioritasnya.
“Saya menduga ini (MoU Proton-ACL) merupakan dorongan pihak tertentu atau justru Presiden Jokowi memang mudah melupakan Esemka itu,” ujarnya. Di sisi lain, pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy berpendapat, sebenarnya Indonesia bisa lepas dari cengkeraman teknologi mobil Jepang yang telah berkuasa selama 35 tahun karena anak-anak negeri sudah sangat tangkas dalam memodifikasi mobil.
“Bukan hanya modifikasi bodi, tapi juga sampai engine. Tapi persoalannya pemerintah tidak mendukung pembuatan mesin ini “ kata Noorsy dalam diskusi yang sama. Oleh karena itu, lanjut Noorsy, Indonesia memiliki ketergantungan teknologi.
Adapun alasan Presiden Jokowi bekerja sama dengan Proton, menurut dia, karena Malaysia memang bisa mengidentifikasi nasionalismenya dan memiliki kebanggaan dengan Proton yang merupakan produk mereka. “Bagaimanapun Malaysia punya national identification,” ujarnya.
Kiswondari
Saat ini terjadi kesimpangsiuran informasi apakah MoU pembuatan mobil tersebut merupakan kerja sama antarpemerintah atau memang hanya kerja sama bisnis oleh perusahaan swasta. Selain itu, pemerintah diingatkan untuk tidak memberikan perlakuan khusus kepada pihak yang menjalin kerja sama.
“Perlu ketegasan pemerintah bahwa kerja sama PT ACL dengan Proton ini memang benar B to B (business to business),” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR Dodi Reza Alex Noordin pada sebuah diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Dodi menjelaskan, kesimpangsiuran di masyarakat terjadi karena di satu sisi pemerintah lewat Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin menegaskan bahwa kerja sama itu murni antarswasta.
Namun di sisi lain Proton lewat lamannya menyatakan bahwa kerja sama tersebut untuk pembuatan mobil nasional (mobnas) Indonesia. “Jadi saya kira perlu kejelasan mengenai bentuk kerja sama ini,” ujar politikus Partai Golkar ini. Menurut Dodi, setelah nanti ditegaskan bahwa kerja sama itu murni oleh swasta, dia lantas meminta agar tidak ada perlakuan khusus oleh Pemerintah Indonesia terhadap Proton seperti kebijakan hambatan tarif (tariff barriers).
“Jangan ada perlakuan khusus. Kan ada feasibility study enam bulan, dalam waktu tersebut kita diberi ruang untuk melihat mau dibawa ke mana kerja sama ini,” ujarnya. Lebih jauh Dodi menjelaskan, pada dasarnya kehadiran Presiden Jokowi dan PM Malaysia pada MoU tersebut wajar saja. Tapi, menurutnya, komunikasi politiknya kurang pas dimana sentimen Indonesia- Malaysia sedang kurang baik, khususnya soal isu tenaga kerja Indonesia (TKI).
Karena itu, dengan kehadiran Presiden, situasi menjadi kurang baik. Kalaupun ini merupakan pijakan untuk merintis mobnas Indonesia, kata dia, perlu pula dianalisis apakah teknologi ini cocok dan mengapa tidak menggandeng industri induk Proton, yakni Mitsubishi. “Proton pangsa pasarnya hanya 17,1%, jangan-jangan barang yang tidak laku dibuang ke Indonesia buat dapat kebijakan- kebijakan khusus pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan DPR akan mendukung program prioritas Jokowi selama itu bertujuan menyejahterakan rakyat. Soal mobnas, awalnya dia sulit percaya saat Jokowi seolah melupakan proyek Esemka yang selama ini dia banggakan. Taufik menegaskan pemerintah jangan membebani rakyat dengan opini yang seolah-olah melupakan apa yang menjadi program prioritasnya.
“Saya menduga ini (MoU Proton-ACL) merupakan dorongan pihak tertentu atau justru Presiden Jokowi memang mudah melupakan Esemka itu,” ujarnya. Di sisi lain, pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy berpendapat, sebenarnya Indonesia bisa lepas dari cengkeraman teknologi mobil Jepang yang telah berkuasa selama 35 tahun karena anak-anak negeri sudah sangat tangkas dalam memodifikasi mobil.
“Bukan hanya modifikasi bodi, tapi juga sampai engine. Tapi persoalannya pemerintah tidak mendukung pembuatan mesin ini “ kata Noorsy dalam diskusi yang sama. Oleh karena itu, lanjut Noorsy, Indonesia memiliki ketergantungan teknologi.
Adapun alasan Presiden Jokowi bekerja sama dengan Proton, menurut dia, karena Malaysia memang bisa mengidentifikasi nasionalismenya dan memiliki kebanggaan dengan Proton yang merupakan produk mereka. “Bagaimanapun Malaysia punya national identification,” ujarnya.
Kiswondari
(ars)