Calon Paket Titik Krusial Revisi UU Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) terus dikebut. Dalam dua hari ini, Komisi II DPR menggelar rapat dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dari apa yang sudah dipaparkan oleh ketiga lembaga itu, Komisi II DPR memprediksi setidaknya akan ada tiga poin krusial yang bakal alot dalam perdebatan nanti.
“Ketiganya adalah sistem paket atau nonpaket, soal peradilan penyelesaian sengketa, dan soal jadwal,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo kepada KORAN SINDOdi sela rapat dengan KPU dan Bawaslu kemarin di Jakarta. Menurut Arif, posisi pemerintah dalam paparannya tetap seperti yang tertuang dalam UU Nomor 1/2015, yakni jadwal pilkada serentak tahun 2015, sengketa pilkada ditangani Mahkamah Agung (MA), dan untuk pemilihan dilakukan dengan sistem paket.
Sementara di Komisi II DPR, di tiap fraksi masih terjadi perbedaan. Khususnya mengenai sistem paket dan terkait jadwal pilkada serentak. “Kalau untuk penyelesaian sengketa, kecenderungan semua fraksi mengarah penyelesaian di MA. Tapi perdebatan teknisnya belum,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan, meskipun saat ini baru pemaparan, garis besarnya sudah bisa dilihat. Dua poin krusialnya, yaitu perihal jadwal penyelenggaraan pilkada serentak dan soal penyelesaian sengketa, mulai ada titik temu. “Sudah mulai mengarah, untuk jadwal ke 2016 sesuai dengan kesiapan KPU dan untuk sengketa diselesaikan Mahkamah Agung,” kata Malik.
Menurut Malik, meski untuk jadwal KPU juga siap saja ketika tetap diselenggarakan tahun ini, tetapi jauh lebih siap dan persiapan teknis lebih matang jika diselenggarakan tahun 2016. Adapun soal penyelesaian sengketa, Malik menjelaskan baik DPR, KPU maupun pemerintah sudah ada kecenderungan sama, yakni menyelesaikannya di MA. Menurut Malik, tidak menjadi soal meskipun sebelumnya MA menyatakan menolak menangani sengketa pilkada.
“Kalau sudah diputuskan, itu menjadi perintah UU, maka MA harus siap,” ujarnya. Sementara itu Perludem meminta Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menangani penyelesaian sengketa hasil pilkada serentak tahun 2015. Pasalnya, MA dinilai belum siap untuk menyelesaikan sengketa pilkada. Peneliti Perludem Veri Junaidi menyatakan jika tetap diserahkan ke MA, ada banyak hal yang harus disiapkan khususnya mengenai hakim dan konflik yang akan muncul jika diselenggarakan di daerah.
“Apalagi mengingat Pilkada 2015 akan diselenggarakan secara serentak,”kata Veri saat bertemu dengan wakil Ketua MK Anwar Uswam di Gedung MK. Pihaknya berpandangan, MK merupakan lembaga yang tepat untuk menyelesaikan sengketa pilkada di masa transisi saat ini. Sebab, ke depannya, Perludem tetap akan mendorong adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan sengketa pilkada mengingat ketidaksiapan MA dan adanya putusan MK yang menyatakan penyelesaian pilkada bukan kewenangannya.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Anwar Uswan menyatakan apa yang disampaikan Perludem akan dibicarakan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH). MK akan menentukan sikap melalui RPH. Namun dirinya pun mengingatkan kewenangan MK dalam menangani pilkada sudah dijabarkan dalam pertimbangan putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013.
Anwar pun menyatakan, kalau misalnya RPH menyetujui penyelesaian sengketa pilkada dikembalikan pada MK, ada masalah yang harus diperhatikan. “Kalau misalnya hasil RPH tidak, ya nggak ada masalah. Kalau iya ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan. Perlu dipertimbangkan juga kan dengan UU lain, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU MK yang perlu direvisi,” terang Anwar.
Baginya, jika memang dikembalikan ke MK, harus ada revisi waktu penyelesaian sengketa pilkada yang tidak hanya dibatasi 15 hari. Pasalnya, jika hanya 15 hari, penyelesaian sengketa pilkada tidak akan selesai. Apalagi pelaksanaan pilkada serentak.
Secara terpisah, juru bicara MA, Suhadi, mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Komisi II DPR guna menindaklanjuti masalah kewenangan menyelesaikan sengketa pilkada. MA menyatakan sebaiknya sengketa pilkada dikembalikan ke MK dengan revisi UU.
Rahmat sahid/ Nurul adriyana
Dari apa yang sudah dipaparkan oleh ketiga lembaga itu, Komisi II DPR memprediksi setidaknya akan ada tiga poin krusial yang bakal alot dalam perdebatan nanti.
“Ketiganya adalah sistem paket atau nonpaket, soal peradilan penyelesaian sengketa, dan soal jadwal,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo kepada KORAN SINDOdi sela rapat dengan KPU dan Bawaslu kemarin di Jakarta. Menurut Arif, posisi pemerintah dalam paparannya tetap seperti yang tertuang dalam UU Nomor 1/2015, yakni jadwal pilkada serentak tahun 2015, sengketa pilkada ditangani Mahkamah Agung (MA), dan untuk pemilihan dilakukan dengan sistem paket.
Sementara di Komisi II DPR, di tiap fraksi masih terjadi perbedaan. Khususnya mengenai sistem paket dan terkait jadwal pilkada serentak. “Kalau untuk penyelesaian sengketa, kecenderungan semua fraksi mengarah penyelesaian di MA. Tapi perdebatan teknisnya belum,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan, meskipun saat ini baru pemaparan, garis besarnya sudah bisa dilihat. Dua poin krusialnya, yaitu perihal jadwal penyelenggaraan pilkada serentak dan soal penyelesaian sengketa, mulai ada titik temu. “Sudah mulai mengarah, untuk jadwal ke 2016 sesuai dengan kesiapan KPU dan untuk sengketa diselesaikan Mahkamah Agung,” kata Malik.
Menurut Malik, meski untuk jadwal KPU juga siap saja ketika tetap diselenggarakan tahun ini, tetapi jauh lebih siap dan persiapan teknis lebih matang jika diselenggarakan tahun 2016. Adapun soal penyelesaian sengketa, Malik menjelaskan baik DPR, KPU maupun pemerintah sudah ada kecenderungan sama, yakni menyelesaikannya di MA. Menurut Malik, tidak menjadi soal meskipun sebelumnya MA menyatakan menolak menangani sengketa pilkada.
“Kalau sudah diputuskan, itu menjadi perintah UU, maka MA harus siap,” ujarnya. Sementara itu Perludem meminta Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menangani penyelesaian sengketa hasil pilkada serentak tahun 2015. Pasalnya, MA dinilai belum siap untuk menyelesaikan sengketa pilkada. Peneliti Perludem Veri Junaidi menyatakan jika tetap diserahkan ke MA, ada banyak hal yang harus disiapkan khususnya mengenai hakim dan konflik yang akan muncul jika diselenggarakan di daerah.
“Apalagi mengingat Pilkada 2015 akan diselenggarakan secara serentak,”kata Veri saat bertemu dengan wakil Ketua MK Anwar Uswam di Gedung MK. Pihaknya berpandangan, MK merupakan lembaga yang tepat untuk menyelesaikan sengketa pilkada di masa transisi saat ini. Sebab, ke depannya, Perludem tetap akan mendorong adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan sengketa pilkada mengingat ketidaksiapan MA dan adanya putusan MK yang menyatakan penyelesaian pilkada bukan kewenangannya.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Anwar Uswan menyatakan apa yang disampaikan Perludem akan dibicarakan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH). MK akan menentukan sikap melalui RPH. Namun dirinya pun mengingatkan kewenangan MK dalam menangani pilkada sudah dijabarkan dalam pertimbangan putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013.
Anwar pun menyatakan, kalau misalnya RPH menyetujui penyelesaian sengketa pilkada dikembalikan pada MK, ada masalah yang harus diperhatikan. “Kalau misalnya hasil RPH tidak, ya nggak ada masalah. Kalau iya ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan. Perlu dipertimbangkan juga kan dengan UU lain, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU MK yang perlu direvisi,” terang Anwar.
Baginya, jika memang dikembalikan ke MK, harus ada revisi waktu penyelesaian sengketa pilkada yang tidak hanya dibatasi 15 hari. Pasalnya, jika hanya 15 hari, penyelesaian sengketa pilkada tidak akan selesai. Apalagi pelaksanaan pilkada serentak.
Secara terpisah, juru bicara MA, Suhadi, mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Komisi II DPR guna menindaklanjuti masalah kewenangan menyelesaikan sengketa pilkada. MA menyatakan sebaiknya sengketa pilkada dikembalikan ke MK dengan revisi UU.
Rahmat sahid/ Nurul adriyana
(ars)