Pemerintah Ingin Jadwal Pilkada Tak Berubah
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap menginginkan tidak ada perubahan jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada), yakni tetap akhir 2015 sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.
Karena itu, DPR yang mengajukan revisi UU Pilkada tidak mengubah jadwal yang sudah disepakati sebelumnya. ”Soal nanti ada pertimbangan dari KPU dan DPR kita dengarkan. Kita ingin tetap konsisten,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Kemendagri (6/2). Seperti diketahui, Undang- Undang (UU) Nomor 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota mengatur pilkada serentak tahap pertama dilaksanakan pada tahun ini.
Namun DPR dalam usulan revisi UU Pilkada menawarkan pengunduran jadwal pilkada dari 2015 ke pertengahan 2016. Menurut Tjahjo, dalam pembahasan revisi, pemerintah berkomitmen agar penyelenggaraan tidak terganggu. Salah satunya memastikan anggaran setiap daerah yang melaksanakan pilkada tahun ini sudah dipersiapkan. Mengenai mepetnya waktu pilkada jika dilaksanakan tahun 2015, Tjahjo mengatakan akan meminta KPU mengkaji ulang tahapan pilkada.
Dia akan membicarakannya dengan KPU dan DPR saat pembahasan nanti. ”Nanti pembahasan dengan KPU dan DPR. Karena kalau satu mundur akan ganggu semua jadwal. Kan sudah ada jadwal pileg/pilpres serentak pada 2019,” ujar Mantan Sekjen PDIP tersebut. Dia mengaku hingga kini belum menerima draf revisi UU tersebut. Namun pemerintah dijadwalkan akan membahas bersama Komisi II pada 14-17 Februari.
”Tahapan kami ikut KPU, sekarang kan sudah bisa mulai. Tapi kesepakatan kami dengan DPR itu revisi sampai dengan 17 Februari,” kata dia. Mantan Ketua Fraksi PDIP itu membantah bahwa sikap pemerintah ini akan menguntungkan PDIP. ”Tidak ada, kita tidak melihat itu,” ujarnya. Staf ahli Menteri Bidang Hukum Politik dan Hubungan Antar Lembaga Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan salah satu alasan pemerintah tetap ingin mempertahankan jadwal pilkada karena dana penyelenggaraan pilkada.
Dalam hal ini dalam UU diatur bahwa penyelenggaraan pilkada pada tahun ini menggunakan APBD, sedangkan tahun berikutnya menggunakan APBN. ”Kalau digeser ke 2016 punya uang tidak APBN? Menggeser 204 itu Rp 5,5 triliun. Kalau UU diubah dan digeser ke APBD memangdaerahmau? Daerahberpikir pusat plinplan,” katanya. Dia menilai dalam membuat kebijakan, pusat harus memikirkan konfigurasi politik lokal. Jangan sampai membuat aturan yang suka-suka pusat.
”Ini kan tidak bagus. Ini dalam ilmu hukum kebijakan yang tidak dipercaya,” ujarnya. Dalam pembiayaan, penyelenggaraan pilkada memang seharusnya dibiayai APBN. Namun untuk 204 daerah tersebut menggunakan anggaran daerah terlebih dahulu. Pasalnya aturan pilkada ada setelah APBN 2015 disahkan.
”Sekarang daerah siap semua. Tinggal beberapa daerah yang belum siap. APBD ini kan sayang kalau tidak jadi. Harusnya bisa untuk pembangunan,” kata dia. Menanggapi mepetnya persiapan KPU, Zudan mengatakan ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya.
Caranya adalah dengan merevisi beberapa tahapan untuk mempersingkat penyelenggaraan pilkada. ”Uji publik bisa dipangkas waktunya,” ujar dia.
Dita angga
Karena itu, DPR yang mengajukan revisi UU Pilkada tidak mengubah jadwal yang sudah disepakati sebelumnya. ”Soal nanti ada pertimbangan dari KPU dan DPR kita dengarkan. Kita ingin tetap konsisten,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Kemendagri (6/2). Seperti diketahui, Undang- Undang (UU) Nomor 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota mengatur pilkada serentak tahap pertama dilaksanakan pada tahun ini.
Namun DPR dalam usulan revisi UU Pilkada menawarkan pengunduran jadwal pilkada dari 2015 ke pertengahan 2016. Menurut Tjahjo, dalam pembahasan revisi, pemerintah berkomitmen agar penyelenggaraan tidak terganggu. Salah satunya memastikan anggaran setiap daerah yang melaksanakan pilkada tahun ini sudah dipersiapkan. Mengenai mepetnya waktu pilkada jika dilaksanakan tahun 2015, Tjahjo mengatakan akan meminta KPU mengkaji ulang tahapan pilkada.
Dia akan membicarakannya dengan KPU dan DPR saat pembahasan nanti. ”Nanti pembahasan dengan KPU dan DPR. Karena kalau satu mundur akan ganggu semua jadwal. Kan sudah ada jadwal pileg/pilpres serentak pada 2019,” ujar Mantan Sekjen PDIP tersebut. Dia mengaku hingga kini belum menerima draf revisi UU tersebut. Namun pemerintah dijadwalkan akan membahas bersama Komisi II pada 14-17 Februari.
”Tahapan kami ikut KPU, sekarang kan sudah bisa mulai. Tapi kesepakatan kami dengan DPR itu revisi sampai dengan 17 Februari,” kata dia. Mantan Ketua Fraksi PDIP itu membantah bahwa sikap pemerintah ini akan menguntungkan PDIP. ”Tidak ada, kita tidak melihat itu,” ujarnya. Staf ahli Menteri Bidang Hukum Politik dan Hubungan Antar Lembaga Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan salah satu alasan pemerintah tetap ingin mempertahankan jadwal pilkada karena dana penyelenggaraan pilkada.
Dalam hal ini dalam UU diatur bahwa penyelenggaraan pilkada pada tahun ini menggunakan APBD, sedangkan tahun berikutnya menggunakan APBN. ”Kalau digeser ke 2016 punya uang tidak APBN? Menggeser 204 itu Rp 5,5 triliun. Kalau UU diubah dan digeser ke APBD memangdaerahmau? Daerahberpikir pusat plinplan,” katanya. Dia menilai dalam membuat kebijakan, pusat harus memikirkan konfigurasi politik lokal. Jangan sampai membuat aturan yang suka-suka pusat.
”Ini kan tidak bagus. Ini dalam ilmu hukum kebijakan yang tidak dipercaya,” ujarnya. Dalam pembiayaan, penyelenggaraan pilkada memang seharusnya dibiayai APBN. Namun untuk 204 daerah tersebut menggunakan anggaran daerah terlebih dahulu. Pasalnya aturan pilkada ada setelah APBN 2015 disahkan.
”Sekarang daerah siap semua. Tinggal beberapa daerah yang belum siap. APBD ini kan sayang kalau tidak jadi. Harusnya bisa untuk pembangunan,” kata dia. Menanggapi mepetnya persiapan KPU, Zudan mengatakan ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya.
Caranya adalah dengan merevisi beberapa tahapan untuk mempersingkat penyelenggaraan pilkada. ”Uji publik bisa dipangkas waktunya,” ujar dia.
Dita angga
(ftr)