Jokowi Harus Berani Keluar dari Tekanan

Sabtu, 07 Februari 2015 - 11:58 WIB
Jokowi Harus Berani...
Jokowi Harus Berani Keluar dari Tekanan
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus menjadi elite partai politik (parpol) jika ingin keluar dari tekanan saat menjalankan pemerintahannya. Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, pemerintahan Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memang memiliki posisi yang lemah karena mereka berdua bukan elite partai.

Jokowi sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak memiliki kedudukan strategis di partainya. “Malah terang-terangan dia disebut sebagai petugas partai oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani,” ujarnya kemarin. Jika ingin pemerintahannya kuat, kata dia, tak ada pilihan lain bagi Jokowi selain menjadi elite partai. Ada tiga opsi yang bisa dipilih oleh Jokowi.

Pertama, dia harus keluar dari PDIP dan bergabung dengan partai yang memberikan ruang baginya untuk menjadi elite, termasuk partai anggota Koalisi Merah Putih (KMP). Kedua, Jokowi keluar dari PDIP dan membuat partai baru. Ketiga, Jokowi tetap di PDIP sambil menunggu Megawati legawa memberikan kesempatan kepadanya untuk bertarung dengan kader lain menjabat sebagai ketua umum.

“Tapi opsi ketiga ini kemungkinannya sangat kecil,” katanya. Hendri mengatakan, pesan dari pertemuan antara Jokowi dengan Ketua DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto cukup jelas, yakni mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin mengatakan bahwa dia punya alternatif pilihan di luar Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Menurutnya, perpindahan arah politik Jokowi bukan mustahil terjadi ketika tekanan terhadap dirinya terus berlanjut dan di sisi lain ada kekuatan lain yang siap menyambut.

“Kalau sampai Jokowi keluar dari PDIP dan pindah atau membangun kekuatan politik baru, PDIP akan terisolasi dan mengukir sejarah sebagai partai pemenang yang menjadi oposisi,” ujarnya. Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Agung Suprio mengatakan, salah satu skenario yang mungkin terjadi setelah Jokowi bertemu dengan Prabowo adalah terbukanya peluang koalisi kedua pihak.

Agung mengatakan, analisis tersebut memiliki dasar yang kuat karena Jokowi saat ini memang dalam kondisi tertekan di dalam koalisinya. Di saat yang sama, KMP melalui Prabowo justru menyatakan akan mendukung sepenuhnya kebijakan yang diambil Presiden. “Jokowi ibaratnya sedang kesepian. Di saat tekanan terhadapnya sangat kuat, justru KMP datang dan menawarkan keleluasaan kepadanya,” ujarnya kemarin.

Lantas, sejauh mana peluang terjadinya koalisi antara Jokowi dengan KMP ini? Agung mengatakan, ada tiga skenario yang bisa terjadi pascapertemuan Jokowi-Prabowo pekan lalu. Pertama, Jokowi akhirnya merangkul KMP demi mengurangi tekanan yang diterimanya dari KIH. “Politik itu sangat dinamis dan koalisi itu bisa saja terjadi. Bisa saja nanti ada reshuffle kabinet dan ada politikus dari KMP yang diakomodasi jadi menteri,” katanya.

Skenario itu, kata Agung, tergantung sejauh mana perkembangan situasi politik, terutama menyangkut kelanjutan polemik pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri. Agung melihat keinginan parpol KIH agar Budi Gunawan dilantik masih sangat kuat. Skenario kedua, Jokowi justru dimakzulkan oleh KIH sendiri.

Ada sejumlah alasan yang bisa jadi dasar pemakzulan, misalnya Jokowi dinilai melanggar konstitusi karena tidak melantik Budi Gunawan, padahal misalnya dia nanti menang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Di saat hubungan KIH dan Jokowi makin renggang, impeachment bisa saja terjadi. Bisa saja Jusuf Kalla yang diangkat sebagai presiden oleh KIH, entah siapa wakilnya,” ujarnya.

Skenario ketiga, lanjut Agung, situasi kembali normal di mana Jokowi tetap berada di pangkuan KIH. Sebelumnya, Ketua DPP Partai Gerindra FX Arief Poyuono mengatakan, Gerindra siap memberikan dukungan atas kebijakan Jokowi. Bahkan, partainya siap membuka pintu bagi mantan Wali Kota Solo itu untuk bergabung dengan Gerindra.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Hanura Sarifuddin Sudding menilai wacana koalisi Jokowi dengan KMP hal yang berlebihan. Menurutnya, Hanura sebagai anggota KIH sama sekali tidak memiliki kekhawatiran Jokowi akan bergabung ke KMP.

“Itu analisis yang tidak berdasar. Pertemuan Presiden Jokowi dengan Prabowo bukan dalam konteks itu. Jokowi sebagai kepala negara sahsah saja membangun komunikasi dengan semua pihak,” ujarnya kemarin. Menurutnya, pertemuan kedua tokoh pekan lalu dalam konteks bagaimana menemukan solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi bangsa. “Saya kira itu spekulasi yang sama sekali tidak mengandung kebenaran,” ujarnya.

PDIP Respons Isu Reshuffle

Sementaraitu, politikus PDIP TB Hasanuddin mengakui akhirakhir ini banyak mendengar sejumlah rekannya di PDIP yang menghendaki reshuffle Kabinet Kerja. Bahkan, ada yang secara langsung menyebutkan namanama menteri yang dinilai menjadi penghambat di pemerintahan Jokowi-JK.

“Saya mengajak untuk lebih arif soal reshuffle ini. Ya, kita beri keleluasaan kepada Pak Jokowi, beliau kan manajer tertinggi di republik ini,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Menurutnya, apa pun yang diputuskan oleh Jokowi, biarlah itu menjadi dasar keputusan Presiden secara murni dan tanpa tekanan. “Saya tidak bicara sepakat atau tidak sepakat (reshuffle menteri). Mari kita perbaiki di mana saja. Di sana (kabinet) diperbaiki dan di kita juga diperbaiki,” ujar anggota Komisi I DPR itu.

Khoirul muzakki/Kiswondari
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0608 seconds (0.1#10.140)