Citra Menko Polhukam Paling Negatif
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah menteri Kabinet Kerja mendapatkan sentimen negatif dari publik akibat kebijakan dan pernyataan kontroversialnya. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mendapatkan sentimen negatif paling tinggi.
Kesimpulan itu berdasarkan survei analisis media yang dilakukan Lembaga Klimatologi Politik (LKP). Chief Executif Officer (CEO) LKP Usman Rachman mengatakan, dari 34 menteri di Kabinet Kerja, setidaknya ada 5 menteri yang mendapat sentimen negatif tertinggi. Tedjo berada di posisi teratas dengan 19,27%. Tingginya sentimen negatif terhadap Tedjo ini akibat pernyataannya terhadap kelompok antikorupsi yang membela Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto dalam kisruh KPKPolri.
“Tedjo menyebut pembela KPK sebagai rakyat tidak jelas,” kata Usman Rachman saat memaparkan hasil surveinya di Jakarta kemarin. Berbanding terbalik dengan Tedjo, sentimen paling positif oleh publik diperoleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Usman menjelaskan, survei LKP ini dilakukan dalam kurun waktu 1 November 2014 hingga 31 Januari 2015. Survei dilakukan dengan metode media monitoring terhadap 10 surat kabar dan 10 media online nasional yang kerap diakses publik.
Riset ini juga dilengkapi dengan quick-poll atau jajak pendapat singkat terhadap 600 responden di 10 kota besar dengan margin of error sebesar 3,5%. Menteri lain yang juga mendapatkan sentimen negatif cukup tinggi di bawah Tedjo, menurut dia, adalah Menteri Negara BUMN Rini M Soemarno dengan 16,2%, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (12,28%),Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (10,8%), dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly (10,65%).
Menurut Usman, sentimen negatif Rini terkait dengan rencana permintaan penyertaan modal nasional yang dianggap terlalu besar bagi BUMN. Selain itu, Rini dipersepsikan negatif karena selaku mantan Kepala Staf Kantor Transisi menarik sejumlah koleganya masuk ke dalam jajaran BUMN saat dia dipercaya sebagai menteri. ”Rini juga mendapatkan sentimen negatif atas rencananya menjual aset Gedung Kementerian BUMN beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Sementara itu, sentimen negatif terhadap Jonan, menurut Usman, karena rencananya menghapuskan low cost carrier (LCC) dalam dunia penerbangan. Dalam pemberitaan media, lanjut Usman, alasan Jonan dianggap tidak masuk akal karena tidak ada korelasi antara penghapusan LCC dan peningkatan keselamatan penumpang pesawat.
Adapun sentimen negatif untuk Tjahjo, kata Usman, adalah terkait dengan wacana penghapusan kolom agama di KTP bagi warga negara yang agamanya di luar 6 agama yang diakui pemerintah. ”Masyarakat kita saat ini masih sangat memiliki sentimen tinggi terhadap hal-hal yang berbau agama,” jelasnya.
Mengenai sentimen terhadap Yasonna, menurut Usman, karena politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu dianggap berpihak dalam menyikapi konflik internal yang terjadi di tubuh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Adapun menteri yang mendapat sentimen positif dalam lima besar teratas adalah Susi Pudjiastuti dengan angka mencapai 49,34%, MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi (48,41%), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Djafar (43,52%), Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (43,28%), dan Menteri Kebudayaan, PendidikanDasardanMenengahAniesBaswedan( 39,77%).
Ada empat faktor utama mengapa seorang menteri mendapatkan sentimen positif melalui pemberitaan. Pertama, menurut Usman, kehebatan strategi media dari menteri dan kementeriannya.Kedua, kinerja yang memang benar-benar baik dari para menteri yang bersangkutan. Ketiga, menteri itu kreatif dalam meluncurkan ide perubahan. “Dan keempat, faktor latar belakang atau rekam jejak dari menteri yang bersangkutan,” ungkapnya.
Susi misalnya, lanjut Usman, mendapatkan sentimen positif di media maupun publik karena strategi media dan ide perubahan yang dimilikinya. Demikian juga Yuddy yang mengusung ide perubahan orisinal.” Misalnya kebijakan pelarangan rapat bagi instansi pemerintah di hotel, juga mewajibkan menu makanan hasil pertanian dalam rapat di kementerian,” kata Usman.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana (UMB) Heri Budianto menilai komunikasi politik memang sangat berakibat pada penilaian dan persepsi publik. Jika salah dalam berkomunikasi akan berakibat negatif bagi penilaian seorang menteri.
”Dalam penelitian ini, saya kira dapat tecermin komunikasi politik menteri yang diiringi sikap menteri bersangkutan memperburuk penilaian publik,” katanya. Secara teori, menurut dia, komunikasi buruk mencerminkan perilaku buruk dan itu akan semakin menambah stigma negatif.
”Saya melihat menterimenteri yang memiliki penilaian buruk adalah menteri-menteri yang juga menunjukkan kinerja buruk. Artinya tidak terlihat apa yang dihasilkan dan dikerjakan selain dari memberi komentar yang tidak disenangi publik,” ucapnya.
Dengan begitu, menurut dia, para menteri yang berkomentar negatif itu justru menunjukkan ketidakharmonisan dengan Presiden sehingga apa yang dilakukan juga membawa citra negatif bagi Presiden dan pemerintah.
Rahmat sahid
Kesimpulan itu berdasarkan survei analisis media yang dilakukan Lembaga Klimatologi Politik (LKP). Chief Executif Officer (CEO) LKP Usman Rachman mengatakan, dari 34 menteri di Kabinet Kerja, setidaknya ada 5 menteri yang mendapat sentimen negatif tertinggi. Tedjo berada di posisi teratas dengan 19,27%. Tingginya sentimen negatif terhadap Tedjo ini akibat pernyataannya terhadap kelompok antikorupsi yang membela Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto dalam kisruh KPKPolri.
“Tedjo menyebut pembela KPK sebagai rakyat tidak jelas,” kata Usman Rachman saat memaparkan hasil surveinya di Jakarta kemarin. Berbanding terbalik dengan Tedjo, sentimen paling positif oleh publik diperoleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Usman menjelaskan, survei LKP ini dilakukan dalam kurun waktu 1 November 2014 hingga 31 Januari 2015. Survei dilakukan dengan metode media monitoring terhadap 10 surat kabar dan 10 media online nasional yang kerap diakses publik.
Riset ini juga dilengkapi dengan quick-poll atau jajak pendapat singkat terhadap 600 responden di 10 kota besar dengan margin of error sebesar 3,5%. Menteri lain yang juga mendapatkan sentimen negatif cukup tinggi di bawah Tedjo, menurut dia, adalah Menteri Negara BUMN Rini M Soemarno dengan 16,2%, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (12,28%),Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (10,8%), dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly (10,65%).
Menurut Usman, sentimen negatif Rini terkait dengan rencana permintaan penyertaan modal nasional yang dianggap terlalu besar bagi BUMN. Selain itu, Rini dipersepsikan negatif karena selaku mantan Kepala Staf Kantor Transisi menarik sejumlah koleganya masuk ke dalam jajaran BUMN saat dia dipercaya sebagai menteri. ”Rini juga mendapatkan sentimen negatif atas rencananya menjual aset Gedung Kementerian BUMN beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Sementara itu, sentimen negatif terhadap Jonan, menurut Usman, karena rencananya menghapuskan low cost carrier (LCC) dalam dunia penerbangan. Dalam pemberitaan media, lanjut Usman, alasan Jonan dianggap tidak masuk akal karena tidak ada korelasi antara penghapusan LCC dan peningkatan keselamatan penumpang pesawat.
Adapun sentimen negatif untuk Tjahjo, kata Usman, adalah terkait dengan wacana penghapusan kolom agama di KTP bagi warga negara yang agamanya di luar 6 agama yang diakui pemerintah. ”Masyarakat kita saat ini masih sangat memiliki sentimen tinggi terhadap hal-hal yang berbau agama,” jelasnya.
Mengenai sentimen terhadap Yasonna, menurut Usman, karena politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu dianggap berpihak dalam menyikapi konflik internal yang terjadi di tubuh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Adapun menteri yang mendapat sentimen positif dalam lima besar teratas adalah Susi Pudjiastuti dengan angka mencapai 49,34%, MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi (48,41%), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Djafar (43,52%), Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (43,28%), dan Menteri Kebudayaan, PendidikanDasardanMenengahAniesBaswedan( 39,77%).
Ada empat faktor utama mengapa seorang menteri mendapatkan sentimen positif melalui pemberitaan. Pertama, menurut Usman, kehebatan strategi media dari menteri dan kementeriannya.Kedua, kinerja yang memang benar-benar baik dari para menteri yang bersangkutan. Ketiga, menteri itu kreatif dalam meluncurkan ide perubahan. “Dan keempat, faktor latar belakang atau rekam jejak dari menteri yang bersangkutan,” ungkapnya.
Susi misalnya, lanjut Usman, mendapatkan sentimen positif di media maupun publik karena strategi media dan ide perubahan yang dimilikinya. Demikian juga Yuddy yang mengusung ide perubahan orisinal.” Misalnya kebijakan pelarangan rapat bagi instansi pemerintah di hotel, juga mewajibkan menu makanan hasil pertanian dalam rapat di kementerian,” kata Usman.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana (UMB) Heri Budianto menilai komunikasi politik memang sangat berakibat pada penilaian dan persepsi publik. Jika salah dalam berkomunikasi akan berakibat negatif bagi penilaian seorang menteri.
”Dalam penelitian ini, saya kira dapat tecermin komunikasi politik menteri yang diiringi sikap menteri bersangkutan memperburuk penilaian publik,” katanya. Secara teori, menurut dia, komunikasi buruk mencerminkan perilaku buruk dan itu akan semakin menambah stigma negatif.
”Saya melihat menterimenteri yang memiliki penilaian buruk adalah menteri-menteri yang juga menunjukkan kinerja buruk. Artinya tidak terlihat apa yang dihasilkan dan dikerjakan selain dari memberi komentar yang tidak disenangi publik,” ucapnya.
Dengan begitu, menurut dia, para menteri yang berkomentar negatif itu justru menunjukkan ketidakharmonisan dengan Presiden sehingga apa yang dilakukan juga membawa citra negatif bagi Presiden dan pemerintah.
Rahmat sahid
(ars)