Produksi Massal Herbal Masih Terganjal Proses Perizinan
A
A
A
Wabah demam berdarah (DB) di Jawa Timur (Jatim) terus meluas. Jika sebelumnya ada 15 kabupaten/ kota berstatus kejadian luar biasa (KLB), per kemarin bertambah menjadi 20 daerah. Dari 2.557 pasien, 49 orang di antaranya meninggal dunia.
Situasi itu memantik keprihatinan Kepala Institute of Tropical Disease (TID) Universitas Airlangga (Unair) Prof Nasronuddin. Ilmuwan asal Ponorogo, Jatim, ini menilai pemerintah sebagai regulator lamban menyikapi DB. Menurutnya, pemerintah pusat, provinsi, hingga kota/kabupaten harus gencar menggalakkan perang udara, darat, dan air. Perang udara yakni menyemprotkan foggingdengan sasaran nyamuk dewasa.
Perang darat adalah pencegahan nyamuk mendekati pekarangan rumah dengan menanam pohon antinyamuk di pekarangan rumah. Selain itu juga pemasangan kawat kasa di jendela. Sedangkan perang air adalah menutup tempat air dan melakukan abatisasi sepekan sekali. “Kalau ada genangan air di luar rumah, drainasenya diperlancar dan diberi ikan. Termasuk di kolam,” sebutnya.
Terjadi perubahan keganasan larva, jentik, yang akhirnya menjadi nyamuk juga dipicu intervensi manusia yakni fogging. Foggingbisa mematikan nyamuk dewasa, namun di sisi lain membuat larva dan jentik bermutasi semakin kuat. “Nyamuk, larva yang bertahan hidup dan mutasi menjadi lebih ganas setelah ada fogging,” urainya.
Sebelum 2010, tipe virus ada DEN 1, 2, 3, dan DEN 4. Saat itu virus DEN 2 yang disusul DEN 3 ganas dan menjadi perhatian dokter. Virus DEN 2 dan DEN 3 lebih memiliki risiko pendarahan hebat bagi penderita. “Virus DEN 1 subtipe 4 kini lebih ganas. Dokter harus updatepengetahuan ini supaya tidak salah penanganan,” pesannya.
Dokter yang tidak mengikuti perkembangan virus seiring wabah DB sekarang bisa menambah fatal pasien karena masa inkubasi virus DEN 1 subtipe 4 ini lebih cepat. “Setiap orang sakit demam satu sampai dua hari jangan diobati sendiri, segera ke dokter,” kata Nasronuddin. Nasronuddin juga prihatin dengan jumlah penderita DB yang meninggal dunia bertambah dari hari ke hari.
Risiko itu seharusnya bisa ditekan dengan keberadaan obat herbal hasil penelitian lembaga yang dipimpinnya. Produksi massal obat temuannya itu masih terganjal proses perizinan di Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Kesehatan RI. Padahal, obat yang mampu meningkatkan daya kekebalan tubuh ini sudah melalui kajian empiris serta di-ujicobakan terhadap ratusan orang dengan hasil keakuratan atau penyembuhan hingga 97%.
Obat herbal ini berbahan satu jenis tanaman, Melaleuca Alternifolia. Ini tanaman perdu asli Australia dan di Indonesia sudah dibudidayakan. Menurut Nasronuddin, bahan aktif dalam obat herbal yang diteliti dan ditemukan timnya mampu membunuh virus DB hingga 97%. Dampak lain, meningkatkan kekebalan tubuh nonpenderita yang meminumnya dan meningkatkan kekebalan tubuh penderita.
“Sayangnya, obat ini terlalu lama untuk diproduksi massal. Semoga pemerintahan sekarang bisa lebih cepat,” harapnya. Sebelumnya, imbuh Nasronuddin, obat DB yang ada sebatas mengatasi keluhan dan gejala. Selama ini pasien yang pusing diberi obat pusing. Pasien yang tidak nafsu makan diberi perangsang makan. Obat sebelumnya tidak mencegah kebocoran pembuluh darah. Ada dua jenis obat herbal ini, bentuk ekstrak dalam kapsul dan sirup untuk anak.
“Selain membunuh virus, meningkatkan daya tahan tubuh, juga mencegah kebocoran pembuluh darah. Penelitian obat herbal ini melibatkan 530 orang subjek, dan 97% terbukti membunuh virus denguedan tingkatkan kekebalan tubuh.
Orang yang tidak sakit baik jika meminum herbal ini sebab efek positifnya meningkatkan kekebalan tubuh, menghasilkan efek imunomodulator. Ini kalau lamban produksi massal, pabrik farmasi luar negeri bisa saja memproduksi,” pungkasnya.
Soeprayitno
Surabaya
Situasi itu memantik keprihatinan Kepala Institute of Tropical Disease (TID) Universitas Airlangga (Unair) Prof Nasronuddin. Ilmuwan asal Ponorogo, Jatim, ini menilai pemerintah sebagai regulator lamban menyikapi DB. Menurutnya, pemerintah pusat, provinsi, hingga kota/kabupaten harus gencar menggalakkan perang udara, darat, dan air. Perang udara yakni menyemprotkan foggingdengan sasaran nyamuk dewasa.
Perang darat adalah pencegahan nyamuk mendekati pekarangan rumah dengan menanam pohon antinyamuk di pekarangan rumah. Selain itu juga pemasangan kawat kasa di jendela. Sedangkan perang air adalah menutup tempat air dan melakukan abatisasi sepekan sekali. “Kalau ada genangan air di luar rumah, drainasenya diperlancar dan diberi ikan. Termasuk di kolam,” sebutnya.
Terjadi perubahan keganasan larva, jentik, yang akhirnya menjadi nyamuk juga dipicu intervensi manusia yakni fogging. Foggingbisa mematikan nyamuk dewasa, namun di sisi lain membuat larva dan jentik bermutasi semakin kuat. “Nyamuk, larva yang bertahan hidup dan mutasi menjadi lebih ganas setelah ada fogging,” urainya.
Sebelum 2010, tipe virus ada DEN 1, 2, 3, dan DEN 4. Saat itu virus DEN 2 yang disusul DEN 3 ganas dan menjadi perhatian dokter. Virus DEN 2 dan DEN 3 lebih memiliki risiko pendarahan hebat bagi penderita. “Virus DEN 1 subtipe 4 kini lebih ganas. Dokter harus updatepengetahuan ini supaya tidak salah penanganan,” pesannya.
Dokter yang tidak mengikuti perkembangan virus seiring wabah DB sekarang bisa menambah fatal pasien karena masa inkubasi virus DEN 1 subtipe 4 ini lebih cepat. “Setiap orang sakit demam satu sampai dua hari jangan diobati sendiri, segera ke dokter,” kata Nasronuddin. Nasronuddin juga prihatin dengan jumlah penderita DB yang meninggal dunia bertambah dari hari ke hari.
Risiko itu seharusnya bisa ditekan dengan keberadaan obat herbal hasil penelitian lembaga yang dipimpinnya. Produksi massal obat temuannya itu masih terganjal proses perizinan di Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Kesehatan RI. Padahal, obat yang mampu meningkatkan daya kekebalan tubuh ini sudah melalui kajian empiris serta di-ujicobakan terhadap ratusan orang dengan hasil keakuratan atau penyembuhan hingga 97%.
Obat herbal ini berbahan satu jenis tanaman, Melaleuca Alternifolia. Ini tanaman perdu asli Australia dan di Indonesia sudah dibudidayakan. Menurut Nasronuddin, bahan aktif dalam obat herbal yang diteliti dan ditemukan timnya mampu membunuh virus DB hingga 97%. Dampak lain, meningkatkan kekebalan tubuh nonpenderita yang meminumnya dan meningkatkan kekebalan tubuh penderita.
“Sayangnya, obat ini terlalu lama untuk diproduksi massal. Semoga pemerintahan sekarang bisa lebih cepat,” harapnya. Sebelumnya, imbuh Nasronuddin, obat DB yang ada sebatas mengatasi keluhan dan gejala. Selama ini pasien yang pusing diberi obat pusing. Pasien yang tidak nafsu makan diberi perangsang makan. Obat sebelumnya tidak mencegah kebocoran pembuluh darah. Ada dua jenis obat herbal ini, bentuk ekstrak dalam kapsul dan sirup untuk anak.
“Selain membunuh virus, meningkatkan daya tahan tubuh, juga mencegah kebocoran pembuluh darah. Penelitian obat herbal ini melibatkan 530 orang subjek, dan 97% terbukti membunuh virus denguedan tingkatkan kekebalan tubuh.
Orang yang tidak sakit baik jika meminum herbal ini sebab efek positifnya meningkatkan kekebalan tubuh, menghasilkan efek imunomodulator. Ini kalau lamban produksi massal, pabrik farmasi luar negeri bisa saja memproduksi,” pungkasnya.
Soeprayitno
Surabaya
(ars)