Menteri Gagal Perlu Di-reshuffle
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak segan mengganti menteri-menterinya yang gagal menjalankan tugas pemerintahan.
Waktu 100 hari dinilai cukup untuk mengevaluasi dan menentukan mana menteri yang pantas dipertahankan dan mana yang tidak di kabinet kerja tersebut. “Dalam 100 hari untuk merealisasi nawacita, beberapa (anggota) kabinet yang tidak berhasil di-reshuffle saja. Tidak perlu takut,” ujar politikus PDIP Masinton Pasaribu saat menjadi pembicara diskusi “Seratus Hari Jokowi, Masihkah Menjadi Petugas Partai?” kemarin di Jakarta.
Sejarah mencatat penggantian seorang menteri setelah pemerintahan berjalan 100 hari pernah dilakukan pada masa Presiden Soekarno. Menurut Masinton, reshuffle itu menjadi keharusan apabila menteri sudah dianggap tidak layak menjalankan tugas sesuai dengan rencana Presiden. “Menteri yang tidak layak kerja diganti. Mau kader mana punkalaudiajadianggotakabinet itu bisa di-reshuffle , kan itu hak prerogatif Presiden,” ucapnya.
Politikus senior PDIP Pramono Anung menilai wajar ketika ada dari kalangan internal partai pendukung yang memberikan kritik pada pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut dia, memang ada celah yang patut dikritik dari pemerintahan Jokowi seperti ketidakjelasan pembantunya melakukan blusukan yang terkesan hanya ikut-ikutan gaya Jokowi.
“Salah satu kelemahan sekarang, para menteri gayanya seperti Jokowi. Kalau blusukan, lihat persoalan, dijabarkan. Jangan seakan-akan seperti Presiden. Biar Presiden yang memperdengarkan, misi disampaikan, lalu menteri mengeksekusi,” kata Pramono. Pramono juga mengatakan, PDIP punya pengalaman 10 tahun di luar pemerintahan sehingga sikapnya begitu kritis terhadap jalannya pemerintahan.
Karenanya, meskipun saat ini PDIP sudah menjadi partai pemerintahan, ketika melihat hal-hal yang memang layak dikritik akan sulit bagi PDIP untuk bisa diam. Untuk itu, dia berharap kritik keras yang disampaikan Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon dipahami secara substantif, bukan sebagai serangan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi.
Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Patrice Rio Capella menilai 100 hari perjalanan pemerintahan Jokowi memangdiliputiberbagaimacam peristiwa, tetapi secara garis besar apa yang dilakukan sudah sesuai dengan harapan masyarakat.
“Baik, kalau memang ada yang kurang kan namanya baru 100 hari,” kata Patrice. Patrice membantah apabila partainya disebut merecoki pemerintahan. Menurut anggota KomisiIIIitu, hubunganNasDem dengan Presiden itu hubungan institusi parpol. “Institusi yang sahdinegara iniyangmendukung Presiden. Jadi tidak ada upaya menekan,” kata Patrice.
Patrice membenarkan, jelang 100 hari jalannya pemerintahan, publik dikejutkan dengan ditersangkakannya calon kapolri pilihan Presiden, Komjen Pol Budi Gunawan, oleh KPK. Hal ini menguji ketegasan dan kearifan Jokowi untuk menentukan solusi yang tepat atas situasi yang ada tersebut.
“Sekarang kita biarkan Presiden untuk berpikir, bekerja arif, jangan dikejar jangan diancam,” paparnya. Peneliti Center Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengingatkan agar partai pengusung Presiden Jokowi bisa memahami posisi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut saat ini. Sebutan sebagai petugas partai yang sempat disematkan kepada Jokowi ketika mencalonkan diri sebagai capres sudah tidak tepat lagi digunakan saat ini karena Jokowi seutuhnya milik masyarakat.
“Harus diingat soal petugas partai dalam pencalonan memang betul, tapi setelah jadi presiden tidak bisa karena sistem presidensial tidak demikian,” kata Philips.
Dian ramdhani/ Rahmat sahid
Waktu 100 hari dinilai cukup untuk mengevaluasi dan menentukan mana menteri yang pantas dipertahankan dan mana yang tidak di kabinet kerja tersebut. “Dalam 100 hari untuk merealisasi nawacita, beberapa (anggota) kabinet yang tidak berhasil di-reshuffle saja. Tidak perlu takut,” ujar politikus PDIP Masinton Pasaribu saat menjadi pembicara diskusi “Seratus Hari Jokowi, Masihkah Menjadi Petugas Partai?” kemarin di Jakarta.
Sejarah mencatat penggantian seorang menteri setelah pemerintahan berjalan 100 hari pernah dilakukan pada masa Presiden Soekarno. Menurut Masinton, reshuffle itu menjadi keharusan apabila menteri sudah dianggap tidak layak menjalankan tugas sesuai dengan rencana Presiden. “Menteri yang tidak layak kerja diganti. Mau kader mana punkalaudiajadianggotakabinet itu bisa di-reshuffle , kan itu hak prerogatif Presiden,” ucapnya.
Politikus senior PDIP Pramono Anung menilai wajar ketika ada dari kalangan internal partai pendukung yang memberikan kritik pada pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut dia, memang ada celah yang patut dikritik dari pemerintahan Jokowi seperti ketidakjelasan pembantunya melakukan blusukan yang terkesan hanya ikut-ikutan gaya Jokowi.
“Salah satu kelemahan sekarang, para menteri gayanya seperti Jokowi. Kalau blusukan, lihat persoalan, dijabarkan. Jangan seakan-akan seperti Presiden. Biar Presiden yang memperdengarkan, misi disampaikan, lalu menteri mengeksekusi,” kata Pramono. Pramono juga mengatakan, PDIP punya pengalaman 10 tahun di luar pemerintahan sehingga sikapnya begitu kritis terhadap jalannya pemerintahan.
Karenanya, meskipun saat ini PDIP sudah menjadi partai pemerintahan, ketika melihat hal-hal yang memang layak dikritik akan sulit bagi PDIP untuk bisa diam. Untuk itu, dia berharap kritik keras yang disampaikan Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon dipahami secara substantif, bukan sebagai serangan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi.
Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Patrice Rio Capella menilai 100 hari perjalanan pemerintahan Jokowi memangdiliputiberbagaimacam peristiwa, tetapi secara garis besar apa yang dilakukan sudah sesuai dengan harapan masyarakat.
“Baik, kalau memang ada yang kurang kan namanya baru 100 hari,” kata Patrice. Patrice membantah apabila partainya disebut merecoki pemerintahan. Menurut anggota KomisiIIIitu, hubunganNasDem dengan Presiden itu hubungan institusi parpol. “Institusi yang sahdinegara iniyangmendukung Presiden. Jadi tidak ada upaya menekan,” kata Patrice.
Patrice membenarkan, jelang 100 hari jalannya pemerintahan, publik dikejutkan dengan ditersangkakannya calon kapolri pilihan Presiden, Komjen Pol Budi Gunawan, oleh KPK. Hal ini menguji ketegasan dan kearifan Jokowi untuk menentukan solusi yang tepat atas situasi yang ada tersebut.
“Sekarang kita biarkan Presiden untuk berpikir, bekerja arif, jangan dikejar jangan diancam,” paparnya. Peneliti Center Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengingatkan agar partai pengusung Presiden Jokowi bisa memahami posisi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut saat ini. Sebutan sebagai petugas partai yang sempat disematkan kepada Jokowi ketika mencalonkan diri sebagai capres sudah tidak tepat lagi digunakan saat ini karena Jokowi seutuhnya milik masyarakat.
“Harus diingat soal petugas partai dalam pencalonan memang betul, tapi setelah jadi presiden tidak bisa karena sistem presidensial tidak demikian,” kata Philips.
Dian ramdhani/ Rahmat sahid
(ars)