BNI Bukukan Kenaikan Laba 19,1%
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatatkan perolehan bersih Rp10,8 triliun sepanjang 2014 atau tumbuh 19,1% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp9,1 triliun.
Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo mengatakan pertumbuhan laba bersih ditopang pendapatan bunga bersih yang naik 17,4% dari sebelumnya Rp19,1 triliun menjadi Rp22,4 triliun. Adapun kenaikan laba bersih per saham naik dari Rp468 menjadi Rp578 per lembar saham.
“Net interest margin (NIM) juga turut naik ke level 6,2% dari tahun 2013 sebesar 6,1%,” ujar Gatot di Jakarta kemarin. Menurutnya, 2014 lalu merupakan masa-masa yang berat bagi sektor usaha karena merupakan tahun politik yang diikuti dengan tekanan kenaikan suku bungaacuan(BI Rate ) daninflasi. Kendati demikian, BNI berhasil menghimpun dana pihak ketiga (DPK) perseroan pada tahun lalu yang tercatat tumbuh 7,5% menjadi Rp313,9 triliun dari 2013 yang sebesar Rp291,9 triliun. Dari total DPK tersebut, komposisi dana murah BNI mencapai 65%.
“Industri perbankan Indonesia ketat dalam mendapatkan DPK di tahun 2014. BNI tidak ikut dalam pertarungan mendapatkan dana mahal. Kami lebih fokus ke dana murah,” terangnya. Sementara itu, pendapatan nonbunga tahun lalu meningkat 13,5% menjadi Rp10,7 triliun yang didukung kenaikan fee based income dari pengelolaan rekening, bisnis kartu, transaksi ATM, dan sumber pendapatan nonbunga lainnya.
Pada kesempatan tersebut, Gatot juga menyatakan bahwa BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 10,8% secara year on year (yoy) sepanjang 2014. Jumlah kredit yang disalurkan BNI tahun lalu total mencapai Rp277,6 triliun. Pertumbuhan kredit BNI ditopang segmen business banking dengan mengandalkan strategi penyaluran untuk nasabah korporasi dengan komposisi mencapai 71%.
“Tahun lalu memang berat, tetapi penyaluran kredit kita tetap tumbuh dua digit,” kata Gatot. Dia menambahkan, penyaluran kredit perseroan mengandalkan sektor produktif yang fokus di delapan sektor unggulan. BNI membidik sektor migas, informasi dan telekomunikasi, kimia, pertanian, makanan, ritel dan perdagangan besar, kelistrikan, serta konstruksi. Adapun porsi kredit lainnya yang disalurkan BNI adalah ke sektor konsumer dan ritel yang didominasi penyaluran KPR BNI Griya.
Di samping itu, terdapat kontribusi 3,6% yang disalurkan cabang-cabang luar negeri. “Sisanya 5,4% disalurkan oleh anak perusahaan, terutama BNI Syariah,” ujarnya. Sementara itu, PT Bank Danamon Tbk (Danamon) mencatat pertumbuhan kredit sebesar 3% menjadi Rp139 triliun. Direktur Utama Danamon Henry Ho mengatakan, kinerja kredit Danamon ditopang kredit usaha mikro Danamon melalui Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang mencapai Rp19 triliun pada akhir tahun 2014.
Sementara itu, jumlah kredit untuk segmen usaha kecil dan menengah (UKM) mencapai Rp20 triliun. “Secara total, kredit Danamon untuk segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) berkontribusi sebesar 28% dari seluruh kredit Danamon,” ujarnya.
Adapun kredit untuk segmen komersial mencapai Rp15 triliun dan kredit untuk segmen korporasi mencapai Rp17,5 triliun. Kemudian pembiayaan perdagangan atau trade finance Danamon pada Desember 2014 membukukan pertumbuhan 26% dari tahun sebelumnya menjadi Rp24,8 triliun. Henry mengungkapkan, pada akhir 2014, Danamon telah memulai beberapa inisiatif untuk meningkatkan daya saing dan profitabilitas dengan fokus terhadap peningkatan produktivitas dan layanan kepada nasabah.
Inisiatif-inisiatif ini termasuk perubahan pada model bisnis mikro Danamon yang terdiri atas pendekatan yang lebih terpusat pada nasabah serta operasional back office yang terpadu dan didukung sistem automasi.
Hafid fuad/ Kunthi fahmar sandy
Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo mengatakan pertumbuhan laba bersih ditopang pendapatan bunga bersih yang naik 17,4% dari sebelumnya Rp19,1 triliun menjadi Rp22,4 triliun. Adapun kenaikan laba bersih per saham naik dari Rp468 menjadi Rp578 per lembar saham.
“Net interest margin (NIM) juga turut naik ke level 6,2% dari tahun 2013 sebesar 6,1%,” ujar Gatot di Jakarta kemarin. Menurutnya, 2014 lalu merupakan masa-masa yang berat bagi sektor usaha karena merupakan tahun politik yang diikuti dengan tekanan kenaikan suku bungaacuan(BI Rate ) daninflasi. Kendati demikian, BNI berhasil menghimpun dana pihak ketiga (DPK) perseroan pada tahun lalu yang tercatat tumbuh 7,5% menjadi Rp313,9 triliun dari 2013 yang sebesar Rp291,9 triliun. Dari total DPK tersebut, komposisi dana murah BNI mencapai 65%.
“Industri perbankan Indonesia ketat dalam mendapatkan DPK di tahun 2014. BNI tidak ikut dalam pertarungan mendapatkan dana mahal. Kami lebih fokus ke dana murah,” terangnya. Sementara itu, pendapatan nonbunga tahun lalu meningkat 13,5% menjadi Rp10,7 triliun yang didukung kenaikan fee based income dari pengelolaan rekening, bisnis kartu, transaksi ATM, dan sumber pendapatan nonbunga lainnya.
Pada kesempatan tersebut, Gatot juga menyatakan bahwa BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 10,8% secara year on year (yoy) sepanjang 2014. Jumlah kredit yang disalurkan BNI tahun lalu total mencapai Rp277,6 triliun. Pertumbuhan kredit BNI ditopang segmen business banking dengan mengandalkan strategi penyaluran untuk nasabah korporasi dengan komposisi mencapai 71%.
“Tahun lalu memang berat, tetapi penyaluran kredit kita tetap tumbuh dua digit,” kata Gatot. Dia menambahkan, penyaluran kredit perseroan mengandalkan sektor produktif yang fokus di delapan sektor unggulan. BNI membidik sektor migas, informasi dan telekomunikasi, kimia, pertanian, makanan, ritel dan perdagangan besar, kelistrikan, serta konstruksi. Adapun porsi kredit lainnya yang disalurkan BNI adalah ke sektor konsumer dan ritel yang didominasi penyaluran KPR BNI Griya.
Di samping itu, terdapat kontribusi 3,6% yang disalurkan cabang-cabang luar negeri. “Sisanya 5,4% disalurkan oleh anak perusahaan, terutama BNI Syariah,” ujarnya. Sementara itu, PT Bank Danamon Tbk (Danamon) mencatat pertumbuhan kredit sebesar 3% menjadi Rp139 triliun. Direktur Utama Danamon Henry Ho mengatakan, kinerja kredit Danamon ditopang kredit usaha mikro Danamon melalui Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang mencapai Rp19 triliun pada akhir tahun 2014.
Sementara itu, jumlah kredit untuk segmen usaha kecil dan menengah (UKM) mencapai Rp20 triliun. “Secara total, kredit Danamon untuk segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) berkontribusi sebesar 28% dari seluruh kredit Danamon,” ujarnya.
Adapun kredit untuk segmen komersial mencapai Rp15 triliun dan kredit untuk segmen korporasi mencapai Rp17,5 triliun. Kemudian pembiayaan perdagangan atau trade finance Danamon pada Desember 2014 membukukan pertumbuhan 26% dari tahun sebelumnya menjadi Rp24,8 triliun. Henry mengungkapkan, pada akhir 2014, Danamon telah memulai beberapa inisiatif untuk meningkatkan daya saing dan profitabilitas dengan fokus terhadap peningkatan produktivitas dan layanan kepada nasabah.
Inisiatif-inisiatif ini termasuk perubahan pada model bisnis mikro Danamon yang terdiri atas pendekatan yang lebih terpusat pada nasabah serta operasional back office yang terpadu dan didukung sistem automasi.
Hafid fuad/ Kunthi fahmar sandy
(ars)