Fidel Dukung Rekonsiliasi
A
A
A
HAVANA - Mantan pemimpin Kuba Fidel Castro mendukung upaya pemulihan hubungan diplomatik antara Havana dan Washington yang dipublikasikan pada Senin malam (26/1) lalu.
Namun, Castro juga menunjukkan skeptisme melalui beberapa pertanyaan hubungan kedua negara di masa mendatang. Itu merupakan dukungan Castro yang disampaikan pertama kali melalui sebuah surat dan dibacakan melalui stasiun televisi dan diterbitkan media Pemerintah Kuba, Granma.
Pada 17 Desember lalu, adik Fidel Castro, Presiden Raul Castro dan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama meneken kesepakatan tentang rekonsiliasi antara kedua negara dalam berbagai bidang. Kesepakatan normalisasi hubungan Havana- Washington itu akan mengakhiri ketegangan selama lebih dari 50 tahun. “Kami akan mendukung kerja sama dan persahabatan dengan semua penduduk dunia, termasuk lawan politik kami,” tulis Fidel Castro dalam surat itu.
“ Fidel Castro telah menempuh langkah-langkah terkait hak prerogatif dan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Nasional Partai Komunis Kuba.” Dukungan itu memang bukan sepenuhnya. Tetapi, dia tidak menunjukkan penolakan terhadap hubungan politik dengan musuh besarnya, AS. Pasalnya, hampir seumur hidupnya atau 49 tahun, Fidel Castro berkonflik dengan AS sejak dia berkuasa setelah revolusi 1959.
Pada 2008, dia memilih pensiun karena kesehatannya yang memburuk dan digantikan oleh Raul Castro, 83. Fidel Castro, 88, masih memberikan beberapa pernyataan yang menunjukkan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap Washington. “Saya tidak mempercayai kebijakan Amerika, atau berkomunikasi dengan mereka, tetapiinibukanberartisaya menolak jalan keluar damai terhadap berbagai konflik atau bahaya perang,” kata Fidel Castro.
AS dan Kuba menggelar serangkaian perundingan tingkat tinggi yang bersejarah pada pekan depan. Mereka membahas berbagai hal, termasuk pembukaan kedutaan besar AS di Kuba dan sebaliknya, serta isu sensitif seperti imigrasi dan pengurangan sanksi ekonomi serta pembatasan perdagangan. Semua permasalahan itu tidak dapat diselesaikan dalam satu kali pertemuan, tetapi diharapkan adanya keberlanjutan.
“Solusi damai atau dinegosiasikan terhadap permasalahan antara AS dan rakyat Amerika Latin tidak boleh memaksakan atau penggunaan kekuatan yang seharusnya diperlakukan sesuai dengan norma dan prinsip internasional,” ungkap Fidel Castro. Sudah sejak ramainya prospek membaiknya hubungan antara AS dan Kuba, Fidel Castro lebih banyak diam. Itu berkait dengan kondisi kesehatannya yang dikabarkan memburuk.
Lamanya dukungan Fidel terhadap langkah adiknya, Raul, juga memicu spekulasi kalau ada perbedaan pandangan dalam kebijakan yang berkaitan dengan AS. Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki mengungkapkan, komentar mantan Presiden AS Fidel Castro merupakan sinyal positif.
“Washington akan melihat ke depan bersama Kuba untuk mengadopsi norma-norma internasional untuk Kuba yang demokrasi, sejahtera, dan stabil,” kata Psaki, dikutip AFP. Dalam pandangan Jorge Duany, akademisi Kuba di Universitas Internasional Florida, surat Fidel Castro itu memiliki pesan ganda.
“Pertama, perlunya berhati-hari ketika mendukung normalisasi hubungan kedua negara, dan perlunya perhatian terhadap niat negara kuat di utara (AS),” kata Duany. Sedangkan Arturo Lopez- Levy, analis dari Universitas New York, mengungkapkan bahwa surat Fidel Castro mengingatkan semua pihak kalau dia merupakan penentu utama dalam penyusunan kebijakan penting di Kuba.
“Tidak ada kebebasan dari semangat revolusi dalam pragmatisme kebijakan luar negeri, tetapi hanya penyesuaian untuk keseimbangan dua komponen (AS dan Kuba),” tuturnya. Dia menegaskan, kedua itu harus berhadapan dengan legasi masing-masing sejarah.
Andika hendra m
Namun, Castro juga menunjukkan skeptisme melalui beberapa pertanyaan hubungan kedua negara di masa mendatang. Itu merupakan dukungan Castro yang disampaikan pertama kali melalui sebuah surat dan dibacakan melalui stasiun televisi dan diterbitkan media Pemerintah Kuba, Granma.
Pada 17 Desember lalu, adik Fidel Castro, Presiden Raul Castro dan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama meneken kesepakatan tentang rekonsiliasi antara kedua negara dalam berbagai bidang. Kesepakatan normalisasi hubungan Havana- Washington itu akan mengakhiri ketegangan selama lebih dari 50 tahun. “Kami akan mendukung kerja sama dan persahabatan dengan semua penduduk dunia, termasuk lawan politik kami,” tulis Fidel Castro dalam surat itu.
“ Fidel Castro telah menempuh langkah-langkah terkait hak prerogatif dan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Nasional Partai Komunis Kuba.” Dukungan itu memang bukan sepenuhnya. Tetapi, dia tidak menunjukkan penolakan terhadap hubungan politik dengan musuh besarnya, AS. Pasalnya, hampir seumur hidupnya atau 49 tahun, Fidel Castro berkonflik dengan AS sejak dia berkuasa setelah revolusi 1959.
Pada 2008, dia memilih pensiun karena kesehatannya yang memburuk dan digantikan oleh Raul Castro, 83. Fidel Castro, 88, masih memberikan beberapa pernyataan yang menunjukkan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap Washington. “Saya tidak mempercayai kebijakan Amerika, atau berkomunikasi dengan mereka, tetapiinibukanberartisaya menolak jalan keluar damai terhadap berbagai konflik atau bahaya perang,” kata Fidel Castro.
AS dan Kuba menggelar serangkaian perundingan tingkat tinggi yang bersejarah pada pekan depan. Mereka membahas berbagai hal, termasuk pembukaan kedutaan besar AS di Kuba dan sebaliknya, serta isu sensitif seperti imigrasi dan pengurangan sanksi ekonomi serta pembatasan perdagangan. Semua permasalahan itu tidak dapat diselesaikan dalam satu kali pertemuan, tetapi diharapkan adanya keberlanjutan.
“Solusi damai atau dinegosiasikan terhadap permasalahan antara AS dan rakyat Amerika Latin tidak boleh memaksakan atau penggunaan kekuatan yang seharusnya diperlakukan sesuai dengan norma dan prinsip internasional,” ungkap Fidel Castro. Sudah sejak ramainya prospek membaiknya hubungan antara AS dan Kuba, Fidel Castro lebih banyak diam. Itu berkait dengan kondisi kesehatannya yang dikabarkan memburuk.
Lamanya dukungan Fidel terhadap langkah adiknya, Raul, juga memicu spekulasi kalau ada perbedaan pandangan dalam kebijakan yang berkaitan dengan AS. Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki mengungkapkan, komentar mantan Presiden AS Fidel Castro merupakan sinyal positif.
“Washington akan melihat ke depan bersama Kuba untuk mengadopsi norma-norma internasional untuk Kuba yang demokrasi, sejahtera, dan stabil,” kata Psaki, dikutip AFP. Dalam pandangan Jorge Duany, akademisi Kuba di Universitas Internasional Florida, surat Fidel Castro itu memiliki pesan ganda.
“Pertama, perlunya berhati-hari ketika mendukung normalisasi hubungan kedua negara, dan perlunya perhatian terhadap niat negara kuat di utara (AS),” kata Duany. Sedangkan Arturo Lopez- Levy, analis dari Universitas New York, mengungkapkan bahwa surat Fidel Castro mengingatkan semua pihak kalau dia merupakan penentu utama dalam penyusunan kebijakan penting di Kuba.
“Tidak ada kebebasan dari semangat revolusi dalam pragmatisme kebijakan luar negeri, tetapi hanya penyesuaian untuk keseimbangan dua komponen (AS dan Kuba),” tuturnya. Dia menegaskan, kedua itu harus berhadapan dengan legasi masing-masing sejarah.
Andika hendra m
(ars)