Ical Konsolidasikan Struktur Hadapi Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar kubu Munas Bali di bawah kepemimpinan Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) menggelar konsolidasi untuk menghadapi pilkada serentak di beberapa daerah pada 2015 ini.
Seluruh pimpinan DPD I (provinsi) dan para kepala daerah dari Golkar dikumpulkan untuk diberikan arahan sekaligus dimintai masukan bagaimana persiapan menghadapi pilkada. Selain pengurus DPD dan para kepala daerah, ikut dikumpulkan juga anggota Fraksi Partai Golkar di DPR serta kader yang menjadi pimpinan DPRD. “Karena sekarang pilkada langsung, saya minta pimpinan daerah memberitahukan sikap apa yang diambil Fraksi Partai Golkar,” kata Aburizal Bakrie dalam sambutannya di Jakarta kemarin.
Ical mengungkapkan, saat ini DPR sedang melakukan pembahasan atau revisi terbatas UU Pilkada yang baru saja disahkan dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Menurut Ical, perlu masukan yang konstruktif terhadap UU Pilkada sehingga ketika disahkan nanti dalam implementasinya tidak menimbulkan masalah dan berlaku efektif.
“Banyak yang mesti diperbaiki supaya pemilihan langsung oleh rakyat itu bisa terlaksana dengan sebaikbaiknya,” ujarnya. Ditempat sama, Wakil Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, keputusan Partai Golkar terkait revisi UU Pilkada berlandaskan kepentingan rakyat.
“Tidak akan ada unsur politis apa pun. Semua harus tetap dalam rangka memperbaiki proses pelaksanaan pilkada,” ujarnya. Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin menambahkan, setidaknya ada lima poin yang akan menjadi fokus revisi UU Pilkada karena berpotensi menimbulkan masalah krusial. Pertama , kata dia, tentang calon dan pasangan calon yang mengikuti pilkada.
“Dalam Pasal 40, perppu disebutkan bahwa calon dan pasangan calon diajukan berpasangan. Anehnya dalam pasal-pasal berikutnya tidak mengatakan seperti itu,” sebutnya. Kedua, kata dia, soal rentang waktu yang cukup lama bagi pelaksana tugas untuk menjalankan roda pemerintahan hingga pilkada serentak dilaksanakan.
Ketiga , tentang tahapan pilkada yang cukup panjang terutama ketika terjadi dua putaran. Keempat, terkait penyelesaian sengketa pilkada. Dalam perppu yang telah disahkan menjadi UU itu menyatakan penyelesaian dilakukan di pengadilan tinggi yang ditunjuk Mahkamah Agung.
“Sementara MA berpendapat penyelesaiannya harus dilakukan di badan khusus di luar pengadilan,” ungkapnya. Terakhir, lanjut dia, soal uji publik yang terlalu lama yakni tiga bulan. Itu semua harus direvisi agar pelaksanaan pilkada punya payung hukum yang komprehensif.
Rahmat sahid
Seluruh pimpinan DPD I (provinsi) dan para kepala daerah dari Golkar dikumpulkan untuk diberikan arahan sekaligus dimintai masukan bagaimana persiapan menghadapi pilkada. Selain pengurus DPD dan para kepala daerah, ikut dikumpulkan juga anggota Fraksi Partai Golkar di DPR serta kader yang menjadi pimpinan DPRD. “Karena sekarang pilkada langsung, saya minta pimpinan daerah memberitahukan sikap apa yang diambil Fraksi Partai Golkar,” kata Aburizal Bakrie dalam sambutannya di Jakarta kemarin.
Ical mengungkapkan, saat ini DPR sedang melakukan pembahasan atau revisi terbatas UU Pilkada yang baru saja disahkan dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Menurut Ical, perlu masukan yang konstruktif terhadap UU Pilkada sehingga ketika disahkan nanti dalam implementasinya tidak menimbulkan masalah dan berlaku efektif.
“Banyak yang mesti diperbaiki supaya pemilihan langsung oleh rakyat itu bisa terlaksana dengan sebaikbaiknya,” ujarnya. Ditempat sama, Wakil Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, keputusan Partai Golkar terkait revisi UU Pilkada berlandaskan kepentingan rakyat.
“Tidak akan ada unsur politis apa pun. Semua harus tetap dalam rangka memperbaiki proses pelaksanaan pilkada,” ujarnya. Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin menambahkan, setidaknya ada lima poin yang akan menjadi fokus revisi UU Pilkada karena berpotensi menimbulkan masalah krusial. Pertama , kata dia, tentang calon dan pasangan calon yang mengikuti pilkada.
“Dalam Pasal 40, perppu disebutkan bahwa calon dan pasangan calon diajukan berpasangan. Anehnya dalam pasal-pasal berikutnya tidak mengatakan seperti itu,” sebutnya. Kedua, kata dia, soal rentang waktu yang cukup lama bagi pelaksana tugas untuk menjalankan roda pemerintahan hingga pilkada serentak dilaksanakan.
Ketiga , tentang tahapan pilkada yang cukup panjang terutama ketika terjadi dua putaran. Keempat, terkait penyelesaian sengketa pilkada. Dalam perppu yang telah disahkan menjadi UU itu menyatakan penyelesaian dilakukan di pengadilan tinggi yang ditunjuk Mahkamah Agung.
“Sementara MA berpendapat penyelesaiannya harus dilakukan di badan khusus di luar pengadilan,” ungkapnya. Terakhir, lanjut dia, soal uji publik yang terlalu lama yakni tiga bulan. Itu semua harus direvisi agar pelaksanaan pilkada punya payung hukum yang komprehensif.
Rahmat sahid
(ars)