Seorang Bupati, Datuak, dan Inyiak

Senin, 19 Januari 2015 - 10:53 WIB
Seorang Bupati, Datuak,...
Seorang Bupati, Datuak, dan Inyiak
A A A
BAGI seorang pejabat publik atau kepala daerah, disapa oleh jajaran di bawahnya dengan sebutan Pak Gubernur, Pak Wali, atau Pak Bupati merupakan suatu kehormatan.

Berbeda halnya di sejumlah wilayah Kabupaten Agam. Di sana pejabat dan masyarakat menyapa pemimpinnya dengan panggilan datuak atau inyiak. Gelar ini berlaku seumur hidup. Datuakmerupakan gelar adat bagi pria di Minangkabau. Seorang pria yang telah menyandang gelar itu merupakan pemimpin bagi kaumnya baik kaum di satu suku maupun satu nagari.

Kaum yang dipimpin tersebut sangat hormat dan patuh pada seorang datuak. “Datuakitu adalah pemimpin sebenarnya. Tak lekang oleh panas dan tak lapuk karena hujan. Kalau bupati hanyalah pemimpin lima tahunan. Setelah itu selesai, kita pun sama dengan warga lainnya. Sedangkan datuaktetap datuakhingga akhir hayat,” jelas Indra.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam, Ermanto, mengatakan, dirinya kerap dipanggil oleh bupati untuk pemberian arahan. Ini terkait salah satu konsentrasi program Pemkab Agam yakni membudidayakan ikan di kolam air tenang, kolam air deras, sungai, embung, telaga dan danau. Ketika dipanggil, dirinya merasa dipanggil oleh mamakatau datuak.

”Cara beliau memberikan arahan bukan seperti pemimpin kepada anak buah, tapi mamakke keponakan. Tentunya seorang keponakan mamatuhi dan sungkan berkilah,” aku Ermanto. Ermanto bersama kepala SKPD lainnya tidak sungkan bercanda dengan bupati bahkan saling melempar guyonan yang memunculkan gelak tawa.

”Begitulah beliau. Kami biasa saja bertemu dan mendapatkan arahan. Tak jarang menyapa dengan datuak,” tandasnya. Sementara itu, panggilan inyiak lebih sering dilontarkan oleh anakanak. Panggilan inyiak memiliki padanan kata dengan kakek. Itu terlihat ketika Indra berkunjung melihat aktivitas mengaji di sebuah masjid di kawasan Lubuk Basung.

Rajin Penuhi Undangan Warga

Bagi masyarakat setempat, kehadiran seorang kepala daerah memberikan arti sendiri dan bentuk penghargaan yang tinggi dari pemimpinnya. Mengundang bupati untuk acara pernikahan tidaklah sulit. Cukup mengirimkan pesan singkat ke ponsel yang nomornya sudah disosialisasikan kepada masyarakat.

“Untuk baralek, dalam sehari saya bisa menghadiri 10-20 lokasi. Saya usahakan datang ke semuanya karena ini suatu kebanggaan bagi rakyat,” ujar Indra. Dia mengungkapkan, memenuhi undangan warga merupakan bagian dari tugas seorang pemimpin yakni membanggakan orang yang dipimpin.

Dalam setiap acara, ayah empat anak ini menyempatkan diri untuk mencicipi hidangan tuan rumah. ”Di setiap tempat, saya selalu makan nasi tapi tidak banyak. Lauknya cukup sayuran, bukan proteinnya. Masyarakat itu senang kalau tamu undangan menikmati jamuan mereka,” ungkapnya.

Gerakan Ikhlas Berzakat

Indra mengoptimalkan peran Badan Amil Zakat Daerah atau Bazda di Kabupaten Agam untuk mengumpulkan zakat dari seluruh pegawai negeri sipil. Setiap bulannya sebesar 2,5% dari gaji sebagaimana yang ditentukan dalam agama Islam. Dengan Gerakan Ikhlas Berzakat ini, total nilai zakat yang terkumpul terus meningkat. Per 2014 nilainya mencapai Rp8,4 miliar.

Sebelumnya pada 2008-2012 zakat yang terkumpul per tahun rata-rata hanya Rp1-2 miliar. Salah satu bentuk penyaluran zakat tersebut untuk membiayai pendidikan, bantuan sosial, dan pelayanan kesehatan serta pengobatan masyarakat. Selain itu ada pula Jaminan Kesehatan Daerah atau Jamkesda Mandiri.

Warga yang perekonomiannya lebih kuat diminta untuk memberikan premi Jamkesda untuk warga miskin. Seperti subsidi silang. Sementara itu, untuk pembangunan di bidang pendidikan, Indra menekankan agar masyarakat Agam harus memiliki kelebihan dibanding daerah lain. Karena itu, anak-anak di Agam diwajibkan mengaji yang disebut Magrib Mengaji.

Tujuan program ini agar anak-anak di Agam setelah magrib tidak keluyuran. Mereka wajib berada di surau, musala, atau masjid untuk mengaji dan belajar mengaji. Setiap malam minggu, laki-laki wajib belajar silat (silek). Kenapa mengaji dan bersilat? Indra menjelaskan, pandai baca Alquran dan pandai bersilat adalah simbol orang Minang. Kekokohan Minang bersumber dari sana. Dinamika sosial yang begitu cepat kerap menjadi ancaman terhadap generasi muda yang akan meneruskan bangsa ini.

“Mereka perlu dibentengi. Hancur generasi muda kita kalau sudah jauh dari surau, musala, masjid, buta Alquran, dan tak bisa silat,” paparnya. Seni silat, kata Indra, bukan sekadar bela diri, tapi juga mengajarkan kesantunan, kebaikan. “Sebab filosofi silekitu bukan membunuh atau menghancurkan, tapi membantu,” pungkasnya.

Sementara itu, mantan Bupati Agam Aristo Munandar melihat cara kepemimpinan Indra Catri selama empat tahun terakhir sangat efektif. Apabila Aristo yang pernah memimpin Agam selama dua periode lebih fokus membangun fondasi pembenahan birokrasi, Indra Catri terfokus pada pembangunan di segala bidang.

“Sekarang lebih banyak kemajuan kemandirian ekonomi masyarakat. Lahanlahan tidur dihidupkan. Konsentrasi program di bidang perikanan dan pertanian pun membuat masyarakat Agam lebih sejahtera. Perikananan menjadi sumber pendapatan baru untuk keluarga,” paparnya. Meski banyak kemajuan signifikan, Aristo berharap masyarakat untuk tetap kritis berpartisipasi dalam pembangunan serta menjaga kondisi Agam agar tetap kondusif dan mampu lebih maju lagi.

“Apa yang dikerjakan pemerintah daerah tidak akan sukses tanpa partisipasi aktif masyarakat,” ungkapnya. Sekretaris Daerah Kabupaten Agam, Syafirman, mengatakan, mudahnya para PNS di Kabupaten Agam mengikuti gaya kepemimpinan Indra Catri tidak terlepas dari figuritasnya.

Menurut dia, sosok Indra memiliki karakter dan fungsi lengkap seorang pemimpin yang di Ranah Minang disebut tigo tungku sajarangan yaitu sebagai alim ulama, ninik mamak,dan cadiak pandai (ulama, tokoh masyarakat, dan intelektual).

Ilham safutra
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1162 seconds (0.1#10.140)