Profil Inventor Muda Indonesia
A
A
A
Luthfia Adila, Stik Pendeteksi Boraks
Luthfia Adila, siswi SMA Negeri 3 Semarang ini, berhasil menciptakan stik pendeteksi boraks pada makanan. Sibodec alias stick of borax detector diciptakan bersama sahabatnya, Dayu Laras Wening, sekitar dua tahun lalu. Berawal dari hobi mencicipi berbagai kuliner di pinggir jalan, mereka penasaran mengapa rasa makanannya sering kali berbeda dibandingkan biasanya.
Ditambah banyaknya pemberitaan di televisi tentang penggunaan zat kimia terlarang untuk makanan, mereka berinisiatif memecahkan masalah tersebut. Dila yang saat itu baru duduk di kelas 10 SMA pun melakukan percobaan di laboratorium sekolah. Ternyata memang banyak makanan yang biasa dia nikmati menggunakan bahan kimia berbahaya, salah satunya boraks.
Akhirnya Dila bersama Dayu menyiasati agar bisa membedakan mana makanan yang mengandung boraks dan mana yang tidak. Dila mengakui sering mengalami kegagalan, namun akhirnya berhasil berkat bantuan para alumnus dan teman-teman di Forum Sains SMA 3 (FOSGA).
Hal yang memacu semangat Dila saat itu adalah ketika melihat banyaknya medali penghargaan di tingkat nasional dan internasional yang diraih teman-temannya di FOSGA. Dila yang sempat menjadi pemain ansamble musik di sekolah pun merasa tertantang akan hal itu. Ia juga ingin ikut menghasilkan sesuatu yang membuat orang lain bangga, bahkan bermanfaat. Dila pun bersyukur selama ini selalu mendapat dukungan dari keluarga dan teman-teman.
“Saat persiapan lomba, ibu yang menyiapkan bahan makanan, bantuin riset makanan juga. Sempat tertinggal banyak pelajaran sih, tapi teman-teman bantu pinjemin catatan atau kasih informasi juga. Soalnya kan penelitian dan sekolah harus balance,” celoteh Dila kepada GEN SINDO.
Saat ini Sibodec telah menyabet dua penghargaan, yakni medali perunggu di ajang National Young Inventors Awards 2013 dan medali emas di International Exhibition for Young Inventors pada November 2014 lalu. Sibodec pun akan segera memiliki hak paten dan siap dipasarkan dengan bantuan investor.
Perasaannya kala menerima penghargaan itu senang dan bangga. Ia puas bisa mewujudkan mimpi sederhananya, bahkan bisa berguna bagi banyak orang. Dila yang mengaku sangat mengidolakan BJ Habibie ini sedang fokus menyiapkan diri untuk ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. ”Aku bercita-cita menjadi inventor, menciptakan berbagai hal yang berguna bagi masyarakat luas,” katanya.
Babab Dito, Pencetus Tongsis
Anindito Respati atau biasa disapa Babab Dito adalah orang di balik gencarnya penggunaan tongsis alias tongkat narsis untuk selfie. Pria kelahiran Bogor 33 tahun lalu ini mengaku memiliki hobi fotografi dan jalan-jalan.
Ia sedang merintis usaha di bidang traveling, yaitu Intravelogy.com. Lulusan Universitas Parahyangan Bandung itu kini bekerja sebagai manager mobile apps developer community Telkomsel. Babab Dito menyadari bahwa dirinya dan orang Indonesia lainnya sangat senang mengabadikan momen dengan kamera. Sering kali ia kesulitan mengambil gambar dirinya dan harus meminta bantuan orang lain.
Maka tercetuslah ide tongsis. Konsep awalnya cukup sederhana, ia menggabungkan fungsi monopod dengan holder U. Monopod sudah biasa digunakan untuk kamera saku, sedangkan holder U sering dijumpai di display di toko-toko. “Pocket camera saat itu kelemahannya adalah enggak bisa lihat muka sendiri, maka yang masuk akal adalah menggunakan smartphone yang cenderung sudah banyak memiliki kamera depan,” ujar Babab Dito.
Berbekal desainnya sendiri, ia memperkenalkan Tongsis pertama kali di komunitas iPhonesia. Teman-teman di komunitasnya pun memberikan saran untuk mengembangkan produk ini dengan fitur Bluetooth. Lalu lahirlah tongsis yang tak perlu timer lagi, cukup dengan tombol Bluetooth. Tongsis pun kini seakan menjadi penunjang gaya hidup anak muda di Indonesia, bahkan di mancanegara.
Berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter hingga Instagram dipenuhi dengan foto-foto berbantuan tongsis. Babab Dito awalnya merasa tongsis ini tak perlu dipatenkan secara desain. Ia hanya mengurus hak paten untuk merek dagang Tongsis itu sendiri. Babab Dito juga tak berkecil hati meski kini Tongsis yang dijual bukanlah Tongsis asli produksinya.
Ia sudah cukup senang bisa melihat banyak orang selfie menggunakan Tongsis di tempat umum. Tongsis pun masuk dalam jajaran temuan terbaik pada 2014 versi majalah TIME. Bersanding dengan Hoverboard, Apple Watch, dan printer 3D. Kini Babab Dito sering menjadi pembicara di berbagai acara di Ibu Kota. Ia juga sedang menyiapkan inovasi terbaru dari Tongsis. Ia bekerja sama dengan rekanrekannya akan segera meluncurkan produk baru yang masih berkaitan dengan Tongsis.
Muhammad Iqbal, Sistem Keamanan Jalur TJ
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Jurusan Elektronika ini berhasil membuat sebuah sistem keamanan jalur TransJakarta. Hal itu berdasarkan pengalaman pribadi yang sering merasa terganggu ketika menggunakan transportasi umum.
Iqbal heran mengapa masih terjadi kemacetan ketika menaiki bus TransJakarta, padahal sudah memiliki jalur khusus. Ia pun menuangkan pemikirannya dalam produk Prototype Autocracy (Automatic Transjakarta Security System). Produk ini adalah produk kelompoknya dalam lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Iqbal didaulat sebagai ketua kelompok.
Ia pun memimpin serangkaian penelitian bersama para anggota kelompoknya, Chaerul Rozikin, Syifa Nuraini, dan Yusuf Agung. Didampingi pula oleh dosen pembimbing, Masus Subekti. Iqbal bercerita banyaknya suka duka yang dialami ketika merancang produk ini. Dimulai dari masalah produk yang belum ada solusinya, harus mengulang uji coba, pulang malam untuk penelitian, tertundanya liburan, hingga harus menghabiskan malam takbir sambil menulis laporan untuk Dikti karena sudah deadline.
Penghargaan yang sudah diraih ialah juara 2 Lomba Teknologi Tepat Guna DKI Jakarta tahun 2014 dan juara 3 di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2014. Ia berharap produk ini bisa diterapkan di Jakarta agar transportasi di Jakarta bisa lebih tertata. Iqbal juga sedang berupaya untuk menawarkan kepada Gubernur DKI dan mengurus hak paten.
Iqbal mengaku masih ingin meneliti lagi dan melahirkan produk yang bermanfaat. Salah satu cita-citanya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri dan kembali memberi inovasi untuk negeri tercinta. Baginya, penelitian itu selalu bermanfaat meskipun tidak dapat dirasakan langsung dalam waktu dekat. Iqbal yang diwawancarai di sela-sela kegiatan program kerja lapangan pun memberi pesan untuk teman-teman GEN SINDO, “Penelitian gagal itu wajar, coba terus sampai berhasil. Memang awalnya ide kita terasa seperti angan-angan, tapi jika kita serius pasti bisa menjadi nyata.”
NIHAYA LESTARI
Luthfia Adila, siswi SMA Negeri 3 Semarang ini, berhasil menciptakan stik pendeteksi boraks pada makanan. Sibodec alias stick of borax detector diciptakan bersama sahabatnya, Dayu Laras Wening, sekitar dua tahun lalu. Berawal dari hobi mencicipi berbagai kuliner di pinggir jalan, mereka penasaran mengapa rasa makanannya sering kali berbeda dibandingkan biasanya.
Ditambah banyaknya pemberitaan di televisi tentang penggunaan zat kimia terlarang untuk makanan, mereka berinisiatif memecahkan masalah tersebut. Dila yang saat itu baru duduk di kelas 10 SMA pun melakukan percobaan di laboratorium sekolah. Ternyata memang banyak makanan yang biasa dia nikmati menggunakan bahan kimia berbahaya, salah satunya boraks.
Akhirnya Dila bersama Dayu menyiasati agar bisa membedakan mana makanan yang mengandung boraks dan mana yang tidak. Dila mengakui sering mengalami kegagalan, namun akhirnya berhasil berkat bantuan para alumnus dan teman-teman di Forum Sains SMA 3 (FOSGA).
Hal yang memacu semangat Dila saat itu adalah ketika melihat banyaknya medali penghargaan di tingkat nasional dan internasional yang diraih teman-temannya di FOSGA. Dila yang sempat menjadi pemain ansamble musik di sekolah pun merasa tertantang akan hal itu. Ia juga ingin ikut menghasilkan sesuatu yang membuat orang lain bangga, bahkan bermanfaat. Dila pun bersyukur selama ini selalu mendapat dukungan dari keluarga dan teman-teman.
“Saat persiapan lomba, ibu yang menyiapkan bahan makanan, bantuin riset makanan juga. Sempat tertinggal banyak pelajaran sih, tapi teman-teman bantu pinjemin catatan atau kasih informasi juga. Soalnya kan penelitian dan sekolah harus balance,” celoteh Dila kepada GEN SINDO.
Saat ini Sibodec telah menyabet dua penghargaan, yakni medali perunggu di ajang National Young Inventors Awards 2013 dan medali emas di International Exhibition for Young Inventors pada November 2014 lalu. Sibodec pun akan segera memiliki hak paten dan siap dipasarkan dengan bantuan investor.
Perasaannya kala menerima penghargaan itu senang dan bangga. Ia puas bisa mewujudkan mimpi sederhananya, bahkan bisa berguna bagi banyak orang. Dila yang mengaku sangat mengidolakan BJ Habibie ini sedang fokus menyiapkan diri untuk ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. ”Aku bercita-cita menjadi inventor, menciptakan berbagai hal yang berguna bagi masyarakat luas,” katanya.
Babab Dito, Pencetus Tongsis
Anindito Respati atau biasa disapa Babab Dito adalah orang di balik gencarnya penggunaan tongsis alias tongkat narsis untuk selfie. Pria kelahiran Bogor 33 tahun lalu ini mengaku memiliki hobi fotografi dan jalan-jalan.
Ia sedang merintis usaha di bidang traveling, yaitu Intravelogy.com. Lulusan Universitas Parahyangan Bandung itu kini bekerja sebagai manager mobile apps developer community Telkomsel. Babab Dito menyadari bahwa dirinya dan orang Indonesia lainnya sangat senang mengabadikan momen dengan kamera. Sering kali ia kesulitan mengambil gambar dirinya dan harus meminta bantuan orang lain.
Maka tercetuslah ide tongsis. Konsep awalnya cukup sederhana, ia menggabungkan fungsi monopod dengan holder U. Monopod sudah biasa digunakan untuk kamera saku, sedangkan holder U sering dijumpai di display di toko-toko. “Pocket camera saat itu kelemahannya adalah enggak bisa lihat muka sendiri, maka yang masuk akal adalah menggunakan smartphone yang cenderung sudah banyak memiliki kamera depan,” ujar Babab Dito.
Berbekal desainnya sendiri, ia memperkenalkan Tongsis pertama kali di komunitas iPhonesia. Teman-teman di komunitasnya pun memberikan saran untuk mengembangkan produk ini dengan fitur Bluetooth. Lalu lahirlah tongsis yang tak perlu timer lagi, cukup dengan tombol Bluetooth. Tongsis pun kini seakan menjadi penunjang gaya hidup anak muda di Indonesia, bahkan di mancanegara.
Berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter hingga Instagram dipenuhi dengan foto-foto berbantuan tongsis. Babab Dito awalnya merasa tongsis ini tak perlu dipatenkan secara desain. Ia hanya mengurus hak paten untuk merek dagang Tongsis itu sendiri. Babab Dito juga tak berkecil hati meski kini Tongsis yang dijual bukanlah Tongsis asli produksinya.
Ia sudah cukup senang bisa melihat banyak orang selfie menggunakan Tongsis di tempat umum. Tongsis pun masuk dalam jajaran temuan terbaik pada 2014 versi majalah TIME. Bersanding dengan Hoverboard, Apple Watch, dan printer 3D. Kini Babab Dito sering menjadi pembicara di berbagai acara di Ibu Kota. Ia juga sedang menyiapkan inovasi terbaru dari Tongsis. Ia bekerja sama dengan rekanrekannya akan segera meluncurkan produk baru yang masih berkaitan dengan Tongsis.
Muhammad Iqbal, Sistem Keamanan Jalur TJ
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Jurusan Elektronika ini berhasil membuat sebuah sistem keamanan jalur TransJakarta. Hal itu berdasarkan pengalaman pribadi yang sering merasa terganggu ketika menggunakan transportasi umum.
Iqbal heran mengapa masih terjadi kemacetan ketika menaiki bus TransJakarta, padahal sudah memiliki jalur khusus. Ia pun menuangkan pemikirannya dalam produk Prototype Autocracy (Automatic Transjakarta Security System). Produk ini adalah produk kelompoknya dalam lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Iqbal didaulat sebagai ketua kelompok.
Ia pun memimpin serangkaian penelitian bersama para anggota kelompoknya, Chaerul Rozikin, Syifa Nuraini, dan Yusuf Agung. Didampingi pula oleh dosen pembimbing, Masus Subekti. Iqbal bercerita banyaknya suka duka yang dialami ketika merancang produk ini. Dimulai dari masalah produk yang belum ada solusinya, harus mengulang uji coba, pulang malam untuk penelitian, tertundanya liburan, hingga harus menghabiskan malam takbir sambil menulis laporan untuk Dikti karena sudah deadline.
Penghargaan yang sudah diraih ialah juara 2 Lomba Teknologi Tepat Guna DKI Jakarta tahun 2014 dan juara 3 di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2014. Ia berharap produk ini bisa diterapkan di Jakarta agar transportasi di Jakarta bisa lebih tertata. Iqbal juga sedang berupaya untuk menawarkan kepada Gubernur DKI dan mengurus hak paten.
Iqbal mengaku masih ingin meneliti lagi dan melahirkan produk yang bermanfaat. Salah satu cita-citanya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri dan kembali memberi inovasi untuk negeri tercinta. Baginya, penelitian itu selalu bermanfaat meskipun tidak dapat dirasakan langsung dalam waktu dekat. Iqbal yang diwawancarai di sela-sela kegiatan program kerja lapangan pun memberi pesan untuk teman-teman GEN SINDO, “Penelitian gagal itu wajar, coba terus sampai berhasil. Memang awalnya ide kita terasa seperti angan-angan, tapi jika kita serius pasti bisa menjadi nyata.”
NIHAYA LESTARI
(bbg)