Obama Perkuat Keamanan Cyber

Kamis, 15 Januari 2015 - 10:59 WIB
Obama Perkuat Keamanan Cyber
Obama Perkuat Keamanan Cyber
A A A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengirimkan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Kongres untuk memperkuat keamanan cyber atau dunia maya.

RUU yang diajukan pada Selasa (14/1) waktu setempat itu bertujuan untuk melindungi pemerintah, bisnis dan seluruh masyarakat dari serangan peretasan oleh para hacker. RUU itu diusulkan di tengah hangatnya isu peretasan terhadap Sony Pictures, Home Depot Inc and Target Corp, dan lembaga pemerintahan federal. Pelaku peretasan itu diduga bukan hanya kelompok kriminal semata, tetapi lembaga resmi milik pemerintah. Buktinya, AS kerap menuding China dan Korea Utara melancarkan serangan cyber.

“Dengan serangan (cyber ) terhadap Sony, kemudian akun Twitter diretas oleh kelompok yang bersimpati terhadap gerilyawan (ISIS), itu menunjukkan bagaimana kita harus memperkuat kerja sama dengan publik dan sektor swasta untuk memperkuat keamanan cyber ,” kata Obama, dikutip AFP .

“Kita harus tetap melangkah lebih maju dibandingkan siapa yang akan menyakiti kita. Permasalahannya adalah pemerintah dan sektor swasta tidak selalu bekerja sama,” tutur Obama. Dalam kunjungan ke “ruang perang” di pusat kendali perang cyber milik Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Obama mengungkapkan, serangan cyber itu menjadi ancaman terhadap sistem keuangan, cadangan listrik dan sistem kesehatan yang semuanya terkoneksi melalui internet.

“Ancaman pada keamanan cyber merupakan bahaya yang mendesak,” tegas Obama. Dalam RUU itu disebutkan cara berbagi informasi mengenai ancaman cyber antara pemerintah dan sektor swasta. RUU itu akan memperbarui kerangka hukum yang diperlukan untuk menghukum pelaku kejahatan cyber. Lembaga penegak hukum diberikan kekuasaan penuh untuk menyelidiki kejahatan cyber .

“Perusahaan harus memberitahukan pelanggan dalam waktu 30 hari setelah penemuan peretasan data informasi data personal,” demikian keterangan Gedung Putih. Obama menjadikan keamanan cyber sebagai agenda utama pada 2015 ini. RUU ini dijadwalkan akan dikirim ke Kongres secepatnya.

Obama telah berdiskusi dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat John Boehner dan Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell tentang kebutuhkan keamanan cyber. Respons dari para pemimpin Kongres juga positif. Kubu Demokrat maupun Republik menganggap RUU yang diusulkan Obama itu memiliki manfaat yang nyata.

“Saya pikir kita telah sepakat ini (keamanan cyber) merupakan wilayah di mana kita akan bekerja sama. RUU itu bertujuan bagaimana kita bekerja lebih efektif untuk melindungi rakyat AS dari serangan cyber,” tuturnya.

Selain di Kongres, Gedung Putih juga akan membangun dukungan untuk RUU keamanan cyber itu pada Konferensi Keamanan Cyber yang akan digelar pada 13 Februari mendatang di Universitas Stanford. Obama telah lama memperjuangkan legislasi itu sejak 2011. Namun, Kongres selalu menggagalkan RUU itu.

“Pemerintahan asing, kriminal dan hacker meretas jaringan komputer AS setiap hari. Kita melihat itu pada serangan terhadap Sony,” kata Obama. AS menyalahkan Korea Utara sebagai dalang aksi serangan itu. Pada Senin (12/1) lalu Cyber- Caliphate, kelompok yang mengaku sebagai simpatisan Negara Islam Irak Suriah (ISIS), meretas akun Twitter dan YouTube milik Pusat Komando AS. CyberCaliphate juga mengunggah daftar nama dan nomor telepon personel militer AS di Twitter .

“Tentara Amerika Serikat, kami datang, berhati-hatilah,” demikian salah satu bunyi kicauan mereka. Kelompok pembela privasi menyambut RUU yang diusulkan Obama itu. Mereka mendukung perusahaan untuk menghentikan segala upaya untuk membagi informasi personal dari para pelanggan.

Mereka juga menyambut seruan aturan privasi baru yang mengizinkan lembaga federal untuk menggunakan dan menyimpan data pelanggan. “Itu RUU yang cukup bijaksana, namun masih banyak kesenjangan yang harus diisi,” Harley Geiger, konsul senior Pusat Demokrasi dan Teknologi (CDT), dikutip Reuters . Namun, kelompok pembela privasi tetap khawatir terhadap akses lembaga intelijen terhadap informasi milik perusahaan.

Lembaga intelijen dianggap kerap menyadap dan meretas tanpa dasar hukum dan persetujuan pengadilan yang mengganggu privasi warga.

Andika hendra m
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6776 seconds (0.1#10.140)