Dunia Apresiasi Toleransi Agama Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Bangsa Indonesia terus mendapatkan apresiasi dari dunia karena sukses melaksanakan pesta demokrasi.
Selain itu apresiasi juga diberikan bagi masyarakat atas tingginya toleransi beragama di Tanah Air. Direktur Riset Maarif Institute Ahmad Fuad Fanani mengatakan meski mayoritas muslim, Indonesia tetap menjunjung nilai-nilai kemajemukan.
”Indonesia ingin menjadi kiblat model Islam di dunia dan ingin menjembatani Islam dengan Barat,” kata Ahmad Fuad Fanani dalam diskusi ”Politik Kebinekaan 2015: Antara Harapan dan Tantangan” di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, kemarin. Menurut Fuad Fanani, konflik kebinekaan muncul bukan hanya lahir dari diskriminasi agama, namun juga timbul dari rezim yang tak bisa memberikan keadilan ekonomi dan politik.
”Politik kebinekaan bukan hanya merayakan pluralisme, tapi kebinekaan progresif yang menimbulkan kesadaran kritis terhadap fenomena ketidakadilan ekonomi dan politik,” terangnya. Dalam merajut kebinekaan, Fuad menambahkan ada beberapa tantangan yang dihadapi. Di antaranya hambatan sosiokultural, yaitu kondisi sosial masyarakat yang permisif terhadap tindakan intoleransi yang dilakukan masyarakat mayoritas.
Selebihnya adalah hambatan struktural, pemerintah atau UU tidak mendukung program kebinekaan. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Diakonia PGI Jeiry Sumampouw mengatakan ada beberapa kelemahan yang bisa mengancam demokrasi dan kebinekaan negara ini. Di antaranya regulator atau parlemen saat ini lebih berpikir pada kepentingan partai, berbasis massa, dan mengabaikan basis ideologi.
”Kalau ada yang datang itu asal punya massa atau suara dengan kepentingan apapun maka akan diterima. Ada tarikan kepentingan politik berdasar analisis untung rugi. Jika secara politik mereka mendapat tempat, ya susah pemerintah melakukan tindakan,” kata Jerry.
khoirul muzaki
Selain itu apresiasi juga diberikan bagi masyarakat atas tingginya toleransi beragama di Tanah Air. Direktur Riset Maarif Institute Ahmad Fuad Fanani mengatakan meski mayoritas muslim, Indonesia tetap menjunjung nilai-nilai kemajemukan.
”Indonesia ingin menjadi kiblat model Islam di dunia dan ingin menjembatani Islam dengan Barat,” kata Ahmad Fuad Fanani dalam diskusi ”Politik Kebinekaan 2015: Antara Harapan dan Tantangan” di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, kemarin. Menurut Fuad Fanani, konflik kebinekaan muncul bukan hanya lahir dari diskriminasi agama, namun juga timbul dari rezim yang tak bisa memberikan keadilan ekonomi dan politik.
”Politik kebinekaan bukan hanya merayakan pluralisme, tapi kebinekaan progresif yang menimbulkan kesadaran kritis terhadap fenomena ketidakadilan ekonomi dan politik,” terangnya. Dalam merajut kebinekaan, Fuad menambahkan ada beberapa tantangan yang dihadapi. Di antaranya hambatan sosiokultural, yaitu kondisi sosial masyarakat yang permisif terhadap tindakan intoleransi yang dilakukan masyarakat mayoritas.
Selebihnya adalah hambatan struktural, pemerintah atau UU tidak mendukung program kebinekaan. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Diakonia PGI Jeiry Sumampouw mengatakan ada beberapa kelemahan yang bisa mengancam demokrasi dan kebinekaan negara ini. Di antaranya regulator atau parlemen saat ini lebih berpikir pada kepentingan partai, berbasis massa, dan mengabaikan basis ideologi.
”Kalau ada yang datang itu asal punya massa atau suara dengan kepentingan apapun maka akan diterima. Ada tarikan kepentingan politik berdasar analisis untung rugi. Jika secara politik mereka mendapat tempat, ya susah pemerintah melakukan tindakan,” kata Jerry.
khoirul muzaki
(ars)