Hakim Konstitusi Utamakan Aklamasi

Senin, 12 Januari 2015 - 10:46 WIB
Hakim Konstitusi Utamakan Aklamasi
Hakim Konstitusi Utamakan Aklamasi
A A A
JAKARTA - Kepemimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak baru. Hari ini sembilan hakim konstitusi menggelar pemilihan ketua MK yang lowong sepeninggal Hamdan Zoelva.

MK menyatakan tetap mengutamakan proses musyawarah mufakat untuk mencapai aklamasi (persetujuan tanpa melalui pemungutan suara) dalam pemilihan. “Kita lebih menekankan musyawarah mufakat, siapa di antara kita sembilan. Dalam hukum acara UU MK maupun dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) itu sudah diatur. Jadi kita RPH untuk menentukan, kita adakan pukul 10 (pagi ini),” ungkap Wakil ketua MK Arief Hidayat saat dikonfirmasi di Jakarta kemarin.

Dalam Pasal 5 ayat (1) PMK Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK dikatakan, pengambilan putusan pemilihan ketua atau wakil ketua mahkamah dilakukan secara musyawarah mufakat dalam rapat pleno hakim (RPH) tertutup untuk hakim.

Sedangkan ayat (2) mengatakan, jika tidak mencapai mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara dalam rapat pleno hakim (RPH) terbuka. Karena itu, jika pada pemilihan hari ini sembilan hakim MK tidak menemukan kata mufakat dalam rapat tertutup, pemilihan ketua MK dilanjutkan dengan pemungutan suara secara terbuka di ruang sidang MK. Lebih lanjut Arief menerangkan, dalam pemilihan ketua MK setiap hakim konstitusi memiliki peluang yang sama.

Berdasarkan PMK Pasal 2 ayat (1), pemilihan ketua dipilih dari dan oleh hakim MK. Atas ketentuan tersebut, bursa ketua MK juga berlaku untuk dua hakim konstitusi yang baru saja dilantik Presiden. Ketika ditanya perkembangan calon, Arief menyatakan, tidak ada upaya lobi maupun kampanye yang dilakukan para hakim. “Kita tidak ada kasakkusuk, apa itu kampanye tidak ada. Kita kan bukan politisi. Saya katakan, semua hakim memiliki kesempatan yang sama,” ucapnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menyatakan, memang lebih baik para hakim memilih ketua MK dengan aklamasi mengingat MK sebagai lembaga konstitusi yang seharusnya lebih mengutamakan musyawarah mufakat dalam memutuskan sesuatu baik itu perkara maupun pemilihan ketua atau wakil ketua.

“Lebih terlihat kenegarawanannya. Saya setuju aklamasi dengan musyawarah, bagaimanapun juga voting kurang baik. Jadi jangan ada orang yang mengusulkan diri, tapi pemimpinnya itu memang lahir dari yang diinginkan anggotanya,” ungkap Asep.

Mengenai siapa yang layak, dia berpandangan, setiap hakim konstitusi memiliki kesempatan yang sama. Namun, alangkah lebih baiknya jika pucuk pimpinan MK diemban oleh hakim konstitusi yang lama agar irama kepemimpinan yang sudah berjalan bisa diteruskan. Bukan berarti dirinya meragukan kemampuan hakim MK yang baru dilantik. “Ini untuk menjaga irama kepemimpinan MK yang sudah ada agar tetap berjalan,” katanya.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menilai, siapa pun yang akan terpilih menjadi hakim MK harus bisa memahami hakikat MK sebagai lembaga kaum intelektual. “Bukan sekadar hakim menangmenangan, kita bukan lembaga itu, disitukan (MK) mengadili jalan pikiran. Kehakiman itu dunia yang sepi,” tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi melantik I Gede Dewa Palguna dan Suhartoyo sebagai hakim MK.

Nurul adriyana
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3816 seconds (0.1#10.140)