MA Siapkan Hakim Khusus Tangani Sengketa Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyatakan siap menangani sengketa pilkada serentak. Bahkan MA sudah menyiapkan hakim khusus untuk menangani perselisihan hasil pilkada. “Hakim untuk sengketa pilkada sudah siap.
Ketika Pileg 2014 lalu sudah ditunjuk hakim khusus dan itu bisa digunakan untuk penyelesaian sengketa pilkada nanti. Jadi secara SDM (sumber daya manusia), hakim khusus itu sudah ada,” kata Ketua Muda Perdata MA Supandi di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta kemarin.
KPU mengundang MA untuk membahas mekanisme penyelesaian sengketa pilkada serentak berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Dalam pertemuan tersebut, Supandi menjelaskan kepada KPU mengenai persiapan yang telah dilakukan MA dalam menyusun mekanisme penyelesaian sengketa pilkada.
Ada empat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang disiapkan untuk menyelesaikan sengketa selama proses tahapan pelaksanaan pilkada serentak. Empat PT TUN itu ada di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Majelis khusus juga sudah disiapkan MA. Ketentuan majelis khusus ini diatur pada Pasal 155 perppu. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya akan tunduk terhadap ketentuan yang diatur MA dalam menyelesaikan sengketa selama proses tahapan.
“Kalau yang mengatur kewenangan itu ada di MA, ya kami akan mengikutinya. KPU harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Husni. Sebelumnya KomisionerKPU Ida Budhiati mengatakan prosedur penyelesaian sengketa pilkada perlu ditata ulang karena menurut perppu mekanisme hukumnya terlalu berbelit-belit dan memakan waktu yang tidak sedikit, sedangkan waktu yang dimilikiterbatas.
“KPU menginginkan apakah bisa misalnya itu dirancang ulang dengan ketentuan pengadilan tinggi itu menjadi lembaga peradilan terakhir setelah seluruh proses administratif sengketa ditempuh,” jelasnya. Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berpendapat sesuai dengan Perppu No 1/ 2014 tentang Pilkada, kewenangan penyelesaian sengketa dilakukan di MA sebagaimana diatur pada Pasal 157.
Tjahjo mengungkapkan, saat menyusun perppu pemerintah tentu sudah mempertimbangkan berbagai aspek. “Bahwa MA adalahlembagayangtepatkarena tersedia SDM di dalamnya, kelembagaan di tiap provinsi, dan sudah terbiasa membuat putusan,” kata Tjahjo. Mengapa tidak di Mahkamah Konstitusi (MK)? Tjahjo mengatakan karena kewenangan MK sesuai dengan UUD 1945 hanyalah pengujian UU apakah bertentangan dengan konstitusi atau tidak, sengketa kewenangan lembaga negara, dan pembubaran parpol.
“Kami percaya MA akan mampu menjadi lembaga penyelesaian sengketa pilkada secara baik, adil, dan memberikan kepastian hukum. Saat ini yang paling siap dengan desain pilkada serentak adalah MA dengan menunjuk pengadilan tinggi tertentu,” ucapnya. Menurut staf ahli Mendagri Bidang Hukum Zudan Arif Fakhrullah, pembentukan lembaga baru untuk menyelesaikan kasus pilkada tidak efektif karena sengketa pilkada tidak setiap waktu ada karena telah diserentakkan.
Frekuensi penanganan sengketa pilkada ke depan hanya lima tahun sekali. “Saat pilkada serentak kan artinya harus merekrut hakim banyak. Lalu sudah direkrut, tapi pilkada lima tahun lagi, gedung dan aset-asetnya mau diapakan? Dari aspek kelembagaan sangat tidak efisien,” ujarnya.
Dita angga/Rahmat sahid/Ant
Ketika Pileg 2014 lalu sudah ditunjuk hakim khusus dan itu bisa digunakan untuk penyelesaian sengketa pilkada nanti. Jadi secara SDM (sumber daya manusia), hakim khusus itu sudah ada,” kata Ketua Muda Perdata MA Supandi di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta kemarin.
KPU mengundang MA untuk membahas mekanisme penyelesaian sengketa pilkada serentak berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Dalam pertemuan tersebut, Supandi menjelaskan kepada KPU mengenai persiapan yang telah dilakukan MA dalam menyusun mekanisme penyelesaian sengketa pilkada.
Ada empat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang disiapkan untuk menyelesaikan sengketa selama proses tahapan pelaksanaan pilkada serentak. Empat PT TUN itu ada di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Majelis khusus juga sudah disiapkan MA. Ketentuan majelis khusus ini diatur pada Pasal 155 perppu. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya akan tunduk terhadap ketentuan yang diatur MA dalam menyelesaikan sengketa selama proses tahapan.
“Kalau yang mengatur kewenangan itu ada di MA, ya kami akan mengikutinya. KPU harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Husni. Sebelumnya KomisionerKPU Ida Budhiati mengatakan prosedur penyelesaian sengketa pilkada perlu ditata ulang karena menurut perppu mekanisme hukumnya terlalu berbelit-belit dan memakan waktu yang tidak sedikit, sedangkan waktu yang dimilikiterbatas.
“KPU menginginkan apakah bisa misalnya itu dirancang ulang dengan ketentuan pengadilan tinggi itu menjadi lembaga peradilan terakhir setelah seluruh proses administratif sengketa ditempuh,” jelasnya. Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berpendapat sesuai dengan Perppu No 1/ 2014 tentang Pilkada, kewenangan penyelesaian sengketa dilakukan di MA sebagaimana diatur pada Pasal 157.
Tjahjo mengungkapkan, saat menyusun perppu pemerintah tentu sudah mempertimbangkan berbagai aspek. “Bahwa MA adalahlembagayangtepatkarena tersedia SDM di dalamnya, kelembagaan di tiap provinsi, dan sudah terbiasa membuat putusan,” kata Tjahjo. Mengapa tidak di Mahkamah Konstitusi (MK)? Tjahjo mengatakan karena kewenangan MK sesuai dengan UUD 1945 hanyalah pengujian UU apakah bertentangan dengan konstitusi atau tidak, sengketa kewenangan lembaga negara, dan pembubaran parpol.
“Kami percaya MA akan mampu menjadi lembaga penyelesaian sengketa pilkada secara baik, adil, dan memberikan kepastian hukum. Saat ini yang paling siap dengan desain pilkada serentak adalah MA dengan menunjuk pengadilan tinggi tertentu,” ucapnya. Menurut staf ahli Mendagri Bidang Hukum Zudan Arif Fakhrullah, pembentukan lembaga baru untuk menyelesaikan kasus pilkada tidak efektif karena sengketa pilkada tidak setiap waktu ada karena telah diserentakkan.
Frekuensi penanganan sengketa pilkada ke depan hanya lima tahun sekali. “Saat pilkada serentak kan artinya harus merekrut hakim banyak. Lalu sudah direkrut, tapi pilkada lima tahun lagi, gedung dan aset-asetnya mau diapakan? Dari aspek kelembagaan sangat tidak efisien,” ujarnya.
Dita angga/Rahmat sahid/Ant
(bbg)