Digambarkan, Prancis Bisa Dipimpin Pemimpin dari Partai Berhaluan Islam

Kamis, 08 Januari 2015 - 11:52 WIB
Digambarkan, Prancis...
Digambarkan, Prancis Bisa Dipimpin Pemimpin dari Partai Berhaluan Islam
A A A
Novel berjudul Soumission karya Michel Houellebecq, salah satu penulis ternama Prancis, yang dirilis kemarin, langsung menjadi perdebatan karena memicu kontroversial di tengah isu anti-Islam yang tengah mengemuka di Prancis dan Eropa.

Dalam novel tersebut, Houellebecq menuliskan bahwa Alquran sebagai panduan umat muslim akan diajarkan di sekolah dan universitas di Prancis. Semua perempuan akan mengenakan jilbab. Poligami akan menjadi hal yang diperbolehkan. Pada 2022, Prancis digambarkan akan perlahan-lahan hancur, dan seorang pemimpin partai berhaluan Islam akan menjadi presiden Prancis.

Secara garis besar, novel itu bercerita tentang kehancuran pemerintahan sekuler Prancis pada 2022. Rakyat Prancis yang manja menerima Prancis baru yang telah terislamisasi. Setelah pemimpin Islam tampil, para perempuan dipaksa meninggalkan pekerjaannya, jumlah pengangguran menurun, dan tingkat kejahatan berkurang. Novel itu memicu prokontra di Prancis.

Seorang presenter televisi, Ali Baddou, mengungkapkan bahwa novel itu sangat memuakkan. “Saya merasa terhina. Tahun ini dimulai dengan Islamophobia yang disebarkan melalui karya seorang novelis Prancis yang terkenal,” kata Baddou, dikutip BBC. Namun, novel itu juga mendapatkan dukungan.

Pendukung Houellebecq mengungkapkan novel ini menangani isu-isu yang diabaikan kaum kiri elite. Filsuf dan anggota Academie Francaise, Alain Finkielkraut, menggambarkan Houellebecq sebagai novelis hebat yang menulis tentang apa yang mungkin akan terjadi. “Dia (Houellebecq) menyentuh isu yang sensitif dengan mengangkat topik islamisasi di Prancis,” katanya.

Novel itu sepertinya dilatarbelakangi kebencian Houellebecq terhadap Islam. Dia pernah mengungkapkan bahwa Islam sebagai “agama terbodoh”. Meskipun demikian, dia sadar novelnya itu memang ingin memicu kontroversi. Dia juga yakin tentang kemungkinan terbentuknya partai Islam yang mampu mengubah wajah perpolitikan di Prancis. “Saya mencoba menempatkan diri saya di posisi seorang muslim.

Dan saya sadar, pada kenyataannya mereka berada dalam situasi yang sangat membingungkan,” kata Houellebecq kepada Paris Review . Houellebecq berdalih kalau tema besar dalam novelnya yakni kembalinya agama menjadi pusat eksistensi manusia dan matinya ide-ide pencerahan yang berkembang sejak abad ke-18. “Kembalinya agama adalah gerakan global.

Itu akan menjadi gelombang ide yang terus menyebar,” katanya kepada harian Le Figaro . Namun demikian, Houellebecq mengakui bahwa kembali kepada agama merupakan hal terbaik. Bahkan, agama Islam, kata dia, itu lebih baik di tengah kekosongan yang dialami manusia dengan berbagai pencerahan. “Setelah membaca Alquran, ternyata (isinya) lebih baik dari yang saya sangka,” katanya.

Dia menyimpulkan, Alquran tidak mendukung kekerasan dalam nama agama. Presiden Prancis Francois Hollande mengungkapkan dia akan membaca novel itu. Menurutnya, kebebasan sastra harus dihargai. “Saya meminta rakyat Prancis tidak perlu takut dengan penyelaman, invasi, dan pengajuan,” katanya dikutip Telegraph. Bagaimana akhir cerita dalam novel itu? Sang protagonis, Francois, 44, seorang profesor sastra, menjadi mualaf setelah direktur universitas memperkenalkan tentang poligami.

Andika hendra M
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0530 seconds (0.1#10.140)