Mediasi Sengketa Lahan Nenek Fatimah Buntu
A
A
A
TANGERANG - Pengadilan Negeri (PN) Tangerang kembali menggelar sidang perkara perdata atas sengketa tanah Fatimah, 90, yang digugat menantunya, Nurhakim, kemarin.
Sidang yang beragendakan mediasi tersebut dihadiri dua belah pihak antara Fatimah beserta tiga anaknya sebagai tergugat dengan Nurhakim dan istrinya, Nurhanah, sebagai penggugat. Mediasi berjalan tanpa didampingi penasihat hukum masing-masing. Dalam mediasi, Nurhakim dan Nurhanah meminta tanah yang disengketakan dibagi dua.
Namun, permintaan itu ditolak Fatimah dengan alasan tanah tersebut sudah dibeli. Mediasi sempat berjalan tegang karena dua belah pihak bertahan pada pendirian masing-masing. Nurhanah, istri Nurhakim yang juga anak kandung Fatimah, mengatakan, ibunya tidak memberikan kesempatan berdamai untuk memberikan separuh dari tanah yang menjadi sengketa.
”Pihak keluarga tidak bersedia melakukan mediasi hingga berujung ke pengadilan,” katanya kemarin. Sementara itu, Fatimah tetap pada keyakinannya bahwa tanah tersebut sudah dibeli almarhum suaminya sehingga dia tidak akan membagi dua tanah tersebut. ”Pokoknya saya mau balik nama aja. Kita sudah bayar Rp10 juta, tapi dibilang belum aja,” ucap Fatimah.
Setelah sekitar dua jam mediasi belum menemukan kesepakatan, pihak pengadilan memberikan waktu hingga minggu depan agar dua belah pihak bisa berdamai. Apabila tidak ada kesempatan, sidang dilanjutkan pada pembacaan gugatan oleh penggugat. Kasus ini bermula saat Nurhakim menjual tanah 397 meter persegi di Jalan KH Hasyim Asyari, RT 02/01 No 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang kepada almarhum Abdurrahman, suami Fatimah, pada 1987 seharga Rp10 juta.
Saat itu Abdurrahman juga memberikan Rp1 juta sebagai warisan Nurhanah. Nurhakim kemudian menggugat Fatimah karena lahan tersebut tidak pernah dibayar almarhum Abdurrahman. Awalnya dia meminta Fatimah membayar Rp10 juta, lalu naik menjadi Rp50 juta, Rp100 juta, hingga Rp1 miliar.
Denny irawan
Sidang yang beragendakan mediasi tersebut dihadiri dua belah pihak antara Fatimah beserta tiga anaknya sebagai tergugat dengan Nurhakim dan istrinya, Nurhanah, sebagai penggugat. Mediasi berjalan tanpa didampingi penasihat hukum masing-masing. Dalam mediasi, Nurhakim dan Nurhanah meminta tanah yang disengketakan dibagi dua.
Namun, permintaan itu ditolak Fatimah dengan alasan tanah tersebut sudah dibeli. Mediasi sempat berjalan tegang karena dua belah pihak bertahan pada pendirian masing-masing. Nurhanah, istri Nurhakim yang juga anak kandung Fatimah, mengatakan, ibunya tidak memberikan kesempatan berdamai untuk memberikan separuh dari tanah yang menjadi sengketa.
”Pihak keluarga tidak bersedia melakukan mediasi hingga berujung ke pengadilan,” katanya kemarin. Sementara itu, Fatimah tetap pada keyakinannya bahwa tanah tersebut sudah dibeli almarhum suaminya sehingga dia tidak akan membagi dua tanah tersebut. ”Pokoknya saya mau balik nama aja. Kita sudah bayar Rp10 juta, tapi dibilang belum aja,” ucap Fatimah.
Setelah sekitar dua jam mediasi belum menemukan kesepakatan, pihak pengadilan memberikan waktu hingga minggu depan agar dua belah pihak bisa berdamai. Apabila tidak ada kesempatan, sidang dilanjutkan pada pembacaan gugatan oleh penggugat. Kasus ini bermula saat Nurhakim menjual tanah 397 meter persegi di Jalan KH Hasyim Asyari, RT 02/01 No 11, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang kepada almarhum Abdurrahman, suami Fatimah, pada 1987 seharga Rp10 juta.
Saat itu Abdurrahman juga memberikan Rp1 juta sebagai warisan Nurhanah. Nurhakim kemudian menggugat Fatimah karena lahan tersebut tidak pernah dibayar almarhum Abdurrahman. Awalnya dia meminta Fatimah membayar Rp10 juta, lalu naik menjadi Rp50 juta, Rp100 juta, hingga Rp1 miliar.
Denny irawan
(bbg)