Langkah PT Berkah Pailitkan Tutut Tepat
A
A
A
JAKARTA - Langkah PT Berkah Karya Bersama yang akan memailitkan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) apabila menolak menjalankan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dinilai sudah tepat.
Alasannya, dalam putusan BANI mengenai sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tersebut jelas disebutkan bahwa pihak Tutut wajib membayar ganti rugi Rp510 miliar. Pengamat hukum dari Universitas Semarang, Arif Hidayat, mengemukakan, tindakan menolak melaksanakan putusan BANI yang sudah berkekuatan hukum tetap dan diakui negara bisa disebut sebagai sikap tidak kooperatif.
Apalagi jika nanti ada perintah pengadilan negeri (PN) untuk melakukan eksekusi, tidak ada lagi alasan bagi Tutut untuk menghindar dari tanggung jawab. “Makanya, langkah memailitkan Tutut yang akan diambil oleh PT Berkah saya nilai sudah tepat,” ungkap Arif di Jakarta kemarin. Sesuai putusan BANI, eksekusi terhadap Tutut itu berupa pengakuan atas 75% saham milik PT Berkah dan kewajiban Tutut membayar kelebihan bayar yang dilakukan PT Berkah.
BANI, melalui putusannya pada 12 Desember 2014, menilai pihak Tutut terbukti beriktikad buruk dan melanggar penjanjian bisnis sehingga dia diminta membayar kerugian utang Rp510 miliar kepada PT Berkah. Tutut juga diwajibkan membayar Rp2,3 miliar sebagai bagian dari biaya sengketa di BANI yang ketika di awal sidang telah dibayarkan terlebih dulu oleh PT Berkah sebesar Rp4,6 miliar.
Namun, sebelum sampai ke tahapan pailit, PT Berkah wajib mendaftarkan putusan BANI tersebut ke pengadilan agar bisa dilakukan eksekusi. Sebab, eksekusi putusan hingga pailit hanya bisa dilakukan jika ada perintah pengadilan. Arif berpandangan, proses eksekusi akan lebih cepat jika PT Berkah sudah mendaftarkan putusan BANI tersebut ke pengadilan.
Tanpa pendaftaran, pengadilan tidak bisa melakukan eksekusi. Senada dengan Arif, pakar hukum dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, menyatakan tindakan pailit bisa dilakukan jika ada indikasi Tutut tidak mampu membayar utang sesuai putusan BANI. Akan tetapi, dia mengingatkan harus ada perintah pengadilan terlebih dulu untuk melakukan eksekusi.
Dalam pandangannya, pailit merupakan kondisi hukum di mana seorang tidak mampu melunasi utangnya. Setelah putusan BANI dijatuhkan, kubu Tutut terkesan tidak mau menjalankan putusan arbitrase itu. Salah satu putusan BANI itu Tutut bersalah karena dianggap melakukan wanprestasi atas surat kuasa yang telah diberikan kepada PT Berkah. Setelah putusan BANI turun, pihak PT Berkah mulai menagih pihak Tutut.
Kuasa Hukum PT Berkah, Andi F Simangunsong, mengatakan, tidak ada pilihan bagi Tutut selain menerima konsekuensi dengan menjalankan putusan BANI karena itu sudah berkekuatan hukum tetap. Andi mengakui saat ini proses penagihan sedang berjalan. Namun, pihaknya berencana memailitkan Tutut jika upaya penagihan yang dilakukan PT Berkah tidak ditanggapi.
“Pailitkan Tutut merupakan salah satu opsi yang akan diambil oleh PT Berkah jika tidak ada niat baik pihak Tutut untuk melunasi utangnya,” ungkap Andi. Praktisi hukum bisnis Frans Hendra Winarta mengatakan, sebagai warga negara yang baik seharusnya Tutut menghargai apa pun putusan BANI karena sebelumnya dua pihak yang bersengketa soal kepemilikan saham TPI itu telah sepakat untuk membawa penyelesaian kasusnya ke jalur arbitrase.
“Dua pihak sudah tanda tangan akan menyelesaikannya di jalur arbitrase. Jadi, meski pahit, Tutut harus terima. Jangan jika menguntungkan mereka laksanakan (putusan), sedangkan kalau kalah mereka tak mau terima,” kata Frans.
Nurul adriyana/Danti daniel
Alasannya, dalam putusan BANI mengenai sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tersebut jelas disebutkan bahwa pihak Tutut wajib membayar ganti rugi Rp510 miliar. Pengamat hukum dari Universitas Semarang, Arif Hidayat, mengemukakan, tindakan menolak melaksanakan putusan BANI yang sudah berkekuatan hukum tetap dan diakui negara bisa disebut sebagai sikap tidak kooperatif.
Apalagi jika nanti ada perintah pengadilan negeri (PN) untuk melakukan eksekusi, tidak ada lagi alasan bagi Tutut untuk menghindar dari tanggung jawab. “Makanya, langkah memailitkan Tutut yang akan diambil oleh PT Berkah saya nilai sudah tepat,” ungkap Arif di Jakarta kemarin. Sesuai putusan BANI, eksekusi terhadap Tutut itu berupa pengakuan atas 75% saham milik PT Berkah dan kewajiban Tutut membayar kelebihan bayar yang dilakukan PT Berkah.
BANI, melalui putusannya pada 12 Desember 2014, menilai pihak Tutut terbukti beriktikad buruk dan melanggar penjanjian bisnis sehingga dia diminta membayar kerugian utang Rp510 miliar kepada PT Berkah. Tutut juga diwajibkan membayar Rp2,3 miliar sebagai bagian dari biaya sengketa di BANI yang ketika di awal sidang telah dibayarkan terlebih dulu oleh PT Berkah sebesar Rp4,6 miliar.
Namun, sebelum sampai ke tahapan pailit, PT Berkah wajib mendaftarkan putusan BANI tersebut ke pengadilan agar bisa dilakukan eksekusi. Sebab, eksekusi putusan hingga pailit hanya bisa dilakukan jika ada perintah pengadilan. Arif berpandangan, proses eksekusi akan lebih cepat jika PT Berkah sudah mendaftarkan putusan BANI tersebut ke pengadilan.
Tanpa pendaftaran, pengadilan tidak bisa melakukan eksekusi. Senada dengan Arif, pakar hukum dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, menyatakan tindakan pailit bisa dilakukan jika ada indikasi Tutut tidak mampu membayar utang sesuai putusan BANI. Akan tetapi, dia mengingatkan harus ada perintah pengadilan terlebih dulu untuk melakukan eksekusi.
Dalam pandangannya, pailit merupakan kondisi hukum di mana seorang tidak mampu melunasi utangnya. Setelah putusan BANI dijatuhkan, kubu Tutut terkesan tidak mau menjalankan putusan arbitrase itu. Salah satu putusan BANI itu Tutut bersalah karena dianggap melakukan wanprestasi atas surat kuasa yang telah diberikan kepada PT Berkah. Setelah putusan BANI turun, pihak PT Berkah mulai menagih pihak Tutut.
Kuasa Hukum PT Berkah, Andi F Simangunsong, mengatakan, tidak ada pilihan bagi Tutut selain menerima konsekuensi dengan menjalankan putusan BANI karena itu sudah berkekuatan hukum tetap. Andi mengakui saat ini proses penagihan sedang berjalan. Namun, pihaknya berencana memailitkan Tutut jika upaya penagihan yang dilakukan PT Berkah tidak ditanggapi.
“Pailitkan Tutut merupakan salah satu opsi yang akan diambil oleh PT Berkah jika tidak ada niat baik pihak Tutut untuk melunasi utangnya,” ungkap Andi. Praktisi hukum bisnis Frans Hendra Winarta mengatakan, sebagai warga negara yang baik seharusnya Tutut menghargai apa pun putusan BANI karena sebelumnya dua pihak yang bersengketa soal kepemilikan saham TPI itu telah sepakat untuk membawa penyelesaian kasusnya ke jalur arbitrase.
“Dua pihak sudah tanda tangan akan menyelesaikannya di jalur arbitrase. Jadi, meski pahit, Tutut harus terima. Jangan jika menguntungkan mereka laksanakan (putusan), sedangkan kalau kalah mereka tak mau terima,” kata Frans.
Nurul adriyana/Danti daniel
(bbg)