Griya Etnik-Antik

Minggu, 28 Desember 2014 - 13:10 WIB
Griya Etnik-Antik
Griya Etnik-Antik
A A A
Rumah itu jodoh-jodohan. Ungkapan ini dirasakan betul oleh pengamat musik Bens Leo. Saat akan membeli rumah yang kini ia tempati, salah satu peminat lain griya ini adalah artis Sophia Latjuba.

Pada saat itu, bisa dikatakan Sophia lebih berpeluang mendapatkan rumah tersebut karena memiliki uang tunai lebih banyak. Namun, tiba-tiba pemilik rumah menghubungi serta menawarkan rumahnya kepada Bens. “Akhirnya saya bayarkan uang yang saya miliki, sementara sisanya dicicil selamaenambulan. Jadi, rumahitumemang jodoh-jodohan. Saya tidak menyangka bisa mendapatkan rumah ini,” cerita pemilik nama asli Benny Hadi Utomo ini saat dijumpai KORAN SINDO di kediamannya, kawasan Cirendeu, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Setelah 1,5 tahun mendiami griya ini, Bens membeli lagi lahan seluas 180 meter persegi (m2) di belakang rumahnya, sehingga luas keseluruhan lahan menjadi 400 m2. Jika dilihat dari depan, griya dengan fasad bernuansa cokelat ini tampak tidak besar. Hal itu dikarenakan kontur tanah yang berbukit. Taman belakang rumah ini pun berada di lantai dua. Kontur menanjak sudah terlihat dari bagian eksterior.

Mulai dari pagar, taman depan, hingga pintu utama tampak berundak-undak. Di teras terdapat tiga poster yang menghiasi dinding. Dua di antaranya adalah poster seorang wanita sedang meniup saksofon dan poster tuts piano. Melalui sudut rumah ini seolah-olah menjelaskan bahwa si empunya rumah memiliki ketertarikan besar terhadap musik.

Ya, sebelum dikenal luas sebagai pengamat musik seperti sekarang, Bens sudah bergelut di bidang musik sebagai jurnalis sejak 1971. Interior dan furnitur griya ini bernuansa etnik-antik. Tengoklah hiasan yang menempel di dinding, pajangan, serta mebel dalam rumah ini. Ada lemari Jawa kembar dari Madura, daun pintu utama asal Solo, dan dipan kayu berukir. Semuanya terbuat dari kayu jati.

“Saya suka barang antik dan jati,” ungkap pria kelahiran Pasuruan, 8 Agustus 1952 ini. Bens juga suka mengumpulkan berbagai suvenir khas dari berbagai negara yang pernah ia kunjungi. Di ruang televisi lantai satu terdapat satu lemari kaca yang berisi souvenir yang berasal dari 21 negara antara lain China, Rusia, Irlandia, Inggris, Austria, dan Mesir. Hasil perburuan Bens yang terbaru yaitu dari Mesir.

Di Mesir, ia mendapatkan pajangan berbentuk Sphinx yang dibeli seharga Rp50.000. “Saya membelinya pakai rupiah karena si penjual sangat suka Indonesia. Ia hanya mau dibayar pakai rupiah, makanya dikasih harga murah, he he he,” cerita Bens seraya tertawa. Bukan hanya Sphinx, hampir seluruh barang di hunian Bens memiliki kisah tersendiri.

Dengan fasih Bens menceritakan kisah di balik hasil buruannya tersebut. Menurut Bens, benda antik paling berkesan adalah satu set furnitur berupa dipan kayu jati berukir, cermin antik Jawa, dan meja berukir. Ia membeli dari orang yang mau pindah ke luar negeri. Uniknya, dipan kayu yang biasa digunakan untuk tiduran dan lehaleha justru dijadikan Bens sebagai tempat meletakkan beragam syal klub sepak bola kesayangan dan pajangan lain.

Sudut rumah yang dipenuhi barang antik dan etnik menjadi spot favorit Bens. Menyusuri anak tangga menuju lantai dua, di dinding kiri terpajang sederet foto Bens bersama Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara, di dinding bagian kiri tertempel pemberitaan mengenai Bens dari berbagai media. Di lantai dua, unsur antik dan etnik masih terasa.

Hal itu terlihat dari lampu antik Jawa yang menggantung serta lukisan-lukisan yang terpaku di dinding. Di lantai ini terdapat ruang keluarga, kamar anak, dan dua kamar tamu. Taman belakang berada di lantai dua juga. Sementara, kamar utama berada di lantai tiga. “Ada tiga lantai karena menyesuaikan dengan kontur tanahnya yang naik,” ucap ayah Addo Gustaf Putra ini.

Bens mendeskripsikan huniannya sebagai modifikasi rumah etnik dan modern. Bens mengatakan, awalnya rumah ini bergaya modern, namun ia modifikasi menyesuaikan dengan furnitur yang dimilikinya yaitu etnik. “Saya modifikasi yang kira-kira bisa dimodifikasi dari rumah lama,” ujar pria yang pernah dianugerahi penghargaan atas dedikasi dan pengabdian dalam bidang kritik musik tahun 2013 oleh menteri pendidikan dan kebudayaan.

Bens menambahkan, istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan huniannya adalah home sweet home. Rumah memiliki aura yang berbeda, sehingga saat pulang ke rumah sang penghuni pun merasa sangat nyaman. Terlebih, huniannya itu Bens beli dan bangun dengan kemampuan sendiri dan sesuai seleranya. “Rumah merupakan tempat mencari inspirasi dan memberi ruang bagi keluarga agar lebih nyaman,” pungkas suami Paulina Endang ini.

Ema malini
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4264 seconds (0.1#10.140)