Membina dan Tingkatkan Ekonomi Kreatif
A
A
A
Program UNESCO tidak berhenti di satu titik. Peran serta UNESCO dalam pembangunan desa wisata ditingkatkan pula lewat pendirian Galeri Komunitas di Karanganyar Bodobudur.
Mengarah ke arah selatan Candi Borobudur terdapat sentra pembuatan selai dari buah lokal serta sentra kerajinan keramik dan gerabah. Ekowisata binaan kerja sama UNESCO ini pula telah berhasil memberikan pengetahuan kepada para perajin gerabah dalam meningkatkan kualitas penjualan gerabah. Diana Setiawati menyebutkan bahwa perajin terbantu dalam mengetahui bagaimana cara meningkatkan kualitas gerabah. Supoyo selaku perajin gerabah mengaku setelah didampingi Unesco.
Dia semakin memahami tentang pemilihan bahan dasar yang baik untuk gerabah seperti apa. “Dulu kami mengambil tanah dari kebun dan sawah sekitar. Namun, rupanya material tersebut tidak bagus untuk dijadikan gerabah karena mudah hancur, kasar, dan tidak bersih,” keluh Supoyo. Langkah UNESCO membangun galeri untuk pameran hasil karya produk lokal terbukti membantu meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama perajin.
Setelah mendapatkan pelatihan, kini Supoyo mengekspor bahan baku berupa tanah dari Bali dan Sukabumi. Tanah eksporan ini kemudian disaring dan dibentuk untuk dijadikan gerabah dengan kualitas tinggi. Supoyo berhasil menjual gerabahnya sampai Sumatra dan untuk penjualan di sekitar Borobudur, sasarannya adalah turis yang mampir ke galeri.
Pendapatnya juga meningkat dari pesanan yang datang dari berbagai event organizer.Misalnya pesanan untuk perangkat teh serta dilakukan promosi ke hotel-hotel yang ada di Yogyakarta. Melihat perkembangan ini, UNESCO mengajak perajin untuk meningkatkan penjualan melalui media online seperti e-commercedan blog. Namun, kendala yang dihadapi justru datang dari sumber daya yang terbatas.
Supoyo mengaku kurang minatnya pemuda lokal untuk menjadi perajin gerabah. “Anak muda sekarang ingin instan saja, ingin cepat membuat gerabah, terus mendapatkan uang. Karena itu, mereka kurang tertarik pada gerabah yang sangat membutuhkan proses,” keluh ketua pengelola gerabah di Galeri Komunitas. Alhasil, Supoyo mewariskan tradisi melalui keluarganya terlebih dahulu. Anak perempuannya diajarkan dan dilatih sehingga kini bisa menyulap gerabah menjadi cenderamata yang lucu, unik, dan menarik.
Hadi setioko
Mengarah ke arah selatan Candi Borobudur terdapat sentra pembuatan selai dari buah lokal serta sentra kerajinan keramik dan gerabah. Ekowisata binaan kerja sama UNESCO ini pula telah berhasil memberikan pengetahuan kepada para perajin gerabah dalam meningkatkan kualitas penjualan gerabah. Diana Setiawati menyebutkan bahwa perajin terbantu dalam mengetahui bagaimana cara meningkatkan kualitas gerabah. Supoyo selaku perajin gerabah mengaku setelah didampingi Unesco.
Dia semakin memahami tentang pemilihan bahan dasar yang baik untuk gerabah seperti apa. “Dulu kami mengambil tanah dari kebun dan sawah sekitar. Namun, rupanya material tersebut tidak bagus untuk dijadikan gerabah karena mudah hancur, kasar, dan tidak bersih,” keluh Supoyo. Langkah UNESCO membangun galeri untuk pameran hasil karya produk lokal terbukti membantu meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama perajin.
Setelah mendapatkan pelatihan, kini Supoyo mengekspor bahan baku berupa tanah dari Bali dan Sukabumi. Tanah eksporan ini kemudian disaring dan dibentuk untuk dijadikan gerabah dengan kualitas tinggi. Supoyo berhasil menjual gerabahnya sampai Sumatra dan untuk penjualan di sekitar Borobudur, sasarannya adalah turis yang mampir ke galeri.
Pendapatnya juga meningkat dari pesanan yang datang dari berbagai event organizer.Misalnya pesanan untuk perangkat teh serta dilakukan promosi ke hotel-hotel yang ada di Yogyakarta. Melihat perkembangan ini, UNESCO mengajak perajin untuk meningkatkan penjualan melalui media online seperti e-commercedan blog. Namun, kendala yang dihadapi justru datang dari sumber daya yang terbatas.
Supoyo mengaku kurang minatnya pemuda lokal untuk menjadi perajin gerabah. “Anak muda sekarang ingin instan saja, ingin cepat membuat gerabah, terus mendapatkan uang. Karena itu, mereka kurang tertarik pada gerabah yang sangat membutuhkan proses,” keluh ketua pengelola gerabah di Galeri Komunitas. Alhasil, Supoyo mewariskan tradisi melalui keluarganya terlebih dahulu. Anak perempuannya diajarkan dan dilatih sehingga kini bisa menyulap gerabah menjadi cenderamata yang lucu, unik, dan menarik.
Hadi setioko
(bbg)