Lagi, Polisi Amerika Serikat Tewas Ditembak
A
A
A
FLORIDA - Kasus penembakan terhadap polisi di Amerika Serikat (AS) kembali terjadi. Setelah sehari sebelumnya dua anggota kepolisian New York (NYPD), Liu Wenjin dan Raphael Ramos, tewas ditembak pria kulit hitam, Ismaaiyl Brinsley pada Sabtu (20/12) waktu setempat, berikutnya seorang vetaran polisi di Florida bernama Charles Kondek, 45, tewas setelah ditembak seorang buronan di Tarpon Springs, sekitar 30 km sebelah barat laut Tampa, Florida pada Minggu (21/12) waktu setempat.
Menurut Kepala Kepolisian Tarpon Springs Robert Kochen, penjahat bernama Marco Antonio Parilla Jr, 23, merupakan seorang buronan. Sang penjahat mengaku merasa seperti tikus karena dikurung di penjara. ”Ini merupakan tragedi yang disebabkan oleh pengecut,” kata Kochen, dikutip Reuters.
Sementara itu, tersangka pembunuhan dua petugas polisi New York, Ismaaiyl Brinsley, 28, ternyata pernah mengunggah pesan antipolisi di media sosial. Brinsley memilih bunuh diri setelah menembak mati Liu Wenjin dan Raphael Ramos. Brinsley memiliki catatan tindak kejahatan, tetapi dia tidak masuk dalam daftar jaringan radikalisasi. Namun, dia diduga memiliki penyakit jiwa.
Melalui akun media sosial Instagram, Brinsley mengisyaratkan rencananya membunuh polisi sebagai pembalasan kematian Eric Garner. Garner merupakan pria kulit hitam yang tewas dicekik polisi kulit putih saat berusaha menangkapnya di New York. Selain itu, Brinsley juga memiliki motivasi membunuh polisi karena kematian Michael Brown, 18, yang ditembak mati polisi.
“Pria yang menembak mati dua polisi di New York menulis, lihat apa yang akan saya lakukan, sebelum melakukan serangan,” kata Kepala Detektif NYPD Robert Boyce, dikutip AFP. Sebelum menembak dua polisi, Brinsley juga menembak mantan kekasihnya di wilayah pinggiran Baltimore, New York.
Polisi mengidentifikasi mantan kekasih Brinsley bernama Shaneka Nicole Thompson, 29, yang kini dalam kondisi kritis dan dirawat di rumah sakit. Brinsley yang memiliki kondisi mental yang tidak stabil itu menghabisi nyawa Wenjin, polisi keturunan China, dan Ramons, polisi keturunan Amerika Latin, saat mereka duduk di dalam mobil patroli di Brooklyn. Brinsley melarikan diri ke stasiun kereta bawah tanah dan bunuh diri.
“Brinsley tidak memiliki catatan radikalisasi, tetapi sering melakukan kekerasan,” tutur Boyce. Menurut keterangan kepolisian, Brinsley pernah ditangkap setidaknya 19 kali dan memiliki masa kecil yang penuh dengan kekerasan. Dia pernah masuk penjara sembilan kali pada 2004-2010 karena melanggar hukum dan mengancam akan melakukan serangan terorisme.
Bahkan, ibu Brinsley juga sangat takut kepada putranya itu. “Ibunya sudah tak melihat Brinsley selama satu bulan,” tutur Boyce. Sementara itu, upacara berkabung dengan menyalakan lilin dilakukan di New York untuk mengenang dua polisi yang tewas Liu Wenjin dan Raphael Ramos.
Wali Kota New York Bill de Blasio memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di seluruh kota. Pada Minggu (21/12) waktu setempat, Presiden AS Barack Obama mengecam pembunuhan dua petugas polisi New York itu. “Saya mengutuk pembunuhan dua perwira polisi tersebut,” ungkap Obama yang saat ini sedang berlibur di Hawaii. Dia menegaskan tidak ada pembenaran atas pembunuhan itu.
Andika hendra m
Menurut Kepala Kepolisian Tarpon Springs Robert Kochen, penjahat bernama Marco Antonio Parilla Jr, 23, merupakan seorang buronan. Sang penjahat mengaku merasa seperti tikus karena dikurung di penjara. ”Ini merupakan tragedi yang disebabkan oleh pengecut,” kata Kochen, dikutip Reuters.
Sementara itu, tersangka pembunuhan dua petugas polisi New York, Ismaaiyl Brinsley, 28, ternyata pernah mengunggah pesan antipolisi di media sosial. Brinsley memilih bunuh diri setelah menembak mati Liu Wenjin dan Raphael Ramos. Brinsley memiliki catatan tindak kejahatan, tetapi dia tidak masuk dalam daftar jaringan radikalisasi. Namun, dia diduga memiliki penyakit jiwa.
Melalui akun media sosial Instagram, Brinsley mengisyaratkan rencananya membunuh polisi sebagai pembalasan kematian Eric Garner. Garner merupakan pria kulit hitam yang tewas dicekik polisi kulit putih saat berusaha menangkapnya di New York. Selain itu, Brinsley juga memiliki motivasi membunuh polisi karena kematian Michael Brown, 18, yang ditembak mati polisi.
“Pria yang menembak mati dua polisi di New York menulis, lihat apa yang akan saya lakukan, sebelum melakukan serangan,” kata Kepala Detektif NYPD Robert Boyce, dikutip AFP. Sebelum menembak dua polisi, Brinsley juga menembak mantan kekasihnya di wilayah pinggiran Baltimore, New York.
Polisi mengidentifikasi mantan kekasih Brinsley bernama Shaneka Nicole Thompson, 29, yang kini dalam kondisi kritis dan dirawat di rumah sakit. Brinsley yang memiliki kondisi mental yang tidak stabil itu menghabisi nyawa Wenjin, polisi keturunan China, dan Ramons, polisi keturunan Amerika Latin, saat mereka duduk di dalam mobil patroli di Brooklyn. Brinsley melarikan diri ke stasiun kereta bawah tanah dan bunuh diri.
“Brinsley tidak memiliki catatan radikalisasi, tetapi sering melakukan kekerasan,” tutur Boyce. Menurut keterangan kepolisian, Brinsley pernah ditangkap setidaknya 19 kali dan memiliki masa kecil yang penuh dengan kekerasan. Dia pernah masuk penjara sembilan kali pada 2004-2010 karena melanggar hukum dan mengancam akan melakukan serangan terorisme.
Bahkan, ibu Brinsley juga sangat takut kepada putranya itu. “Ibunya sudah tak melihat Brinsley selama satu bulan,” tutur Boyce. Sementara itu, upacara berkabung dengan menyalakan lilin dilakukan di New York untuk mengenang dua polisi yang tewas Liu Wenjin dan Raphael Ramos.
Wali Kota New York Bill de Blasio memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di seluruh kota. Pada Minggu (21/12) waktu setempat, Presiden AS Barack Obama mengecam pembunuhan dua petugas polisi New York itu. “Saya mengutuk pembunuhan dua perwira polisi tersebut,” ungkap Obama yang saat ini sedang berlibur di Hawaii. Dia menegaskan tidak ada pembenaran atas pembunuhan itu.
Andika hendra m
(ftr)