Mendagri Minta KPK Lanjutkan Penyidikan Kasus E-KTP
A
A
A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap melanjutkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Ini disampaikan Tjahjo seusai mendengarkan paparan kajian KPK dan berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Adnan Pandu Praja mengenai proses seleksi penerimaan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Menurut Tjahjo, selain membahas hasil kajian KPK berkaitan dengan IPDN, Kemendagri juga meminta KPK melakukan penegakan hukum dalam beberapa hal. Pertama, terus memproses kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011- 2012.
Kedua, meminta supervisi KPK terhadap seluruh pemerintah daerah baik dengan kejaksaan maupun kepolisian. Ketiga , Kemendagri terbuka baik menyangkut laporan pertanggungjawaban keuangan, fungsi pengawasan, dan posisi inspektur jenderal (irjen). “Kami meminta pada KPK untuk terus memproses terkait dengan e-KTP,” kata Tjahjo di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Terkait e-KTP ini, Tjahjo juga mengingatkan agar kelurahan dan kecamatan di seluruh Indonesia tidak meminta bayaran dari warga. Penegasan Tjahjo tersebut berkaitan dengan pungutan liar (pungli) sebesar Rp30.000 hingga Rp50.000 yang diminta petugas kelurahan dan kecamatan atas pembuatan e-KTP. Menurut Tjahjo, dalam undang- undang (UU) baru yakni UU 24/2013 tentang Perubahan atas UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan sudah ditertibkan masalah pembayaran atau permintaan bayaran pembuatan e-KTP.
Karena itu, tidak boleh ada petugas kelurahan/ desa dan kecamatan yang coba bermain-main dalam pembuatan e-KTP. “Ini ada UU baru di Dukcapil. Saya kira semua kita sudah tertibkan dengan baik. Tidak akan ada yang berani main-main lagi,” katanya. Mantan Sekjen DPP PDIP ini mengaku, awalnya pemerintah berkeinginan agar pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Adminduk) Kemendagri yang mencetake-KTP.
Dalam satu hari rata-rata mencapai 15.000 warga negara Indonesia (WNI) yang membutuhkan KTP. Karena itu, Kemendagri berinisiatif mencetak 47 juta dari total 187 juta lebih WNI yang harus punya e-KTP. “Sudah kami bagikan ke daerah. (Pencetakan e-KTP di pusat) kemarin hanya tidak mau mengganggu,” ungkapnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, KPK masih terus mengembangkan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan ada atau tidak permintaan dari Kemendagri. Kebijakan melanjutkan dan menghentikan pembuatan e-KTP adalah kewenangan Kemendagri. KPK berjalan pada koridor penegakan hukum.
Pengembangan kasus e-KTP, ujar Johan, adalah melihat dugaan keterlibatan pihak lain baik dari penyelenggara negara ataupun swasta. Dalam kasus dugaan korupsie-KTP, KPKsudahmenetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto sebagai tersangka.
Sugiharto diduga bertanggung jawab dalam kontrak dengan perusahaan rekanan atas proyek pengadaan. Dalam kasus yang bernilai total Rp6 triliun ini, KPK sudah menghitung kerugian negara. Hasilnya, dari pengadaan 2011 (lebih dari Rp2 triliun) dan 2012 (lebih dari Rp3 triliun) negara mengalami kerugian sekitar Rp1,12 triliun.
Sabir laluhu
Ini disampaikan Tjahjo seusai mendengarkan paparan kajian KPK dan berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Adnan Pandu Praja mengenai proses seleksi penerimaan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Menurut Tjahjo, selain membahas hasil kajian KPK berkaitan dengan IPDN, Kemendagri juga meminta KPK melakukan penegakan hukum dalam beberapa hal. Pertama, terus memproses kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011- 2012.
Kedua, meminta supervisi KPK terhadap seluruh pemerintah daerah baik dengan kejaksaan maupun kepolisian. Ketiga , Kemendagri terbuka baik menyangkut laporan pertanggungjawaban keuangan, fungsi pengawasan, dan posisi inspektur jenderal (irjen). “Kami meminta pada KPK untuk terus memproses terkait dengan e-KTP,” kata Tjahjo di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Terkait e-KTP ini, Tjahjo juga mengingatkan agar kelurahan dan kecamatan di seluruh Indonesia tidak meminta bayaran dari warga. Penegasan Tjahjo tersebut berkaitan dengan pungutan liar (pungli) sebesar Rp30.000 hingga Rp50.000 yang diminta petugas kelurahan dan kecamatan atas pembuatan e-KTP. Menurut Tjahjo, dalam undang- undang (UU) baru yakni UU 24/2013 tentang Perubahan atas UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan sudah ditertibkan masalah pembayaran atau permintaan bayaran pembuatan e-KTP.
Karena itu, tidak boleh ada petugas kelurahan/ desa dan kecamatan yang coba bermain-main dalam pembuatan e-KTP. “Ini ada UU baru di Dukcapil. Saya kira semua kita sudah tertibkan dengan baik. Tidak akan ada yang berani main-main lagi,” katanya. Mantan Sekjen DPP PDIP ini mengaku, awalnya pemerintah berkeinginan agar pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Adminduk) Kemendagri yang mencetake-KTP.
Dalam satu hari rata-rata mencapai 15.000 warga negara Indonesia (WNI) yang membutuhkan KTP. Karena itu, Kemendagri berinisiatif mencetak 47 juta dari total 187 juta lebih WNI yang harus punya e-KTP. “Sudah kami bagikan ke daerah. (Pencetakan e-KTP di pusat) kemarin hanya tidak mau mengganggu,” ungkapnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, KPK masih terus mengembangkan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan ada atau tidak permintaan dari Kemendagri. Kebijakan melanjutkan dan menghentikan pembuatan e-KTP adalah kewenangan Kemendagri. KPK berjalan pada koridor penegakan hukum.
Pengembangan kasus e-KTP, ujar Johan, adalah melihat dugaan keterlibatan pihak lain baik dari penyelenggara negara ataupun swasta. Dalam kasus dugaan korupsie-KTP, KPKsudahmenetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto sebagai tersangka.
Sugiharto diduga bertanggung jawab dalam kontrak dengan perusahaan rekanan atas proyek pengadaan. Dalam kasus yang bernilai total Rp6 triliun ini, KPK sudah menghitung kerugian negara. Hasilnya, dari pengadaan 2011 (lebih dari Rp2 triliun) dan 2012 (lebih dari Rp3 triliun) negara mengalami kerugian sekitar Rp1,12 triliun.
Sabir laluhu
(ars)