Kemenkumham Dinilai Tak Objektif

Rabu, 17 Desember 2014 - 10:58 WIB
Kemenkumham Dinilai Tak Objektif
Kemenkumham Dinilai Tak Objektif
A A A
JAKARTA - Keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang meminta Partai Golkar menyelesaikan sendiri dualisme kepengurusannya dinilai langkah keliru dan membahayakan kehidupan partai politik (parpol) di Indonesia.

”Ini keputusan yang salah dan bisa jadi preseden buruk. Partai nanti akan sangat mudah terpecah. Kalau ada 20 orang saja yang kecewa dengan munas, dia boleh bikin munas tandingan, nanti Kemenkumham akan mengakuinya,” ujar pakar hukum tata negara Margarito Kamis kemarin.

Kemarin, Menteri Hukum dan HAM(Menkumham) Yasonna H Laoly menyampaikan hasil kajian soal sengketa kepengurusan Partai Golkar yang melibatkan dua ketua umum, yakni Aburizal Bakrie (ARB) hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali dan Agung Laksono hasil Munas Ancol, Jakarta.

Yasonna mengatakan, konflik Golkar harus diselesaikan secara internal lewat Mahkamah Partai. Jika tidak bisa, mereka diminta menyelesaikan lewat pengadilan. Keputusan tersebut mengundang kritikan karena pada kasus dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Kemenkumham menerapkan perlakuan berbeda.

Saat itu, Kemenkumham langsung mengesahkan kepengurusan kubu Romahurmuziy (Romi), bahkan itu dilakukan pada hari pertama Yasonna menjabat menteri, dengan alasan muktamar yang digelarnya didukung mayoritas kader PPP. ”Mengapa Menkumham punya sikap yang berbanding terbalik saat menyikapi PPP? Ada apa dengan Menkumham?” ujar Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo kemarin.

Peneliti pada Divisi Kajian Hukum Tata Negara dari Sigma M Imam Nasef mengatakan, alasan Menkumham mengembalikan konflik Golkar ke partai dengan landasan Pasal 24 Undang- Undang Nomor 2/2011 tentang Parpol adalah keliru dan tidak objektif. Menurut Nasef, yang termasuk kategori perselisihan kepengurusan parpol menurut ketentuan Pasal 24 dan 25 UU Parpol adalah yang memenuhi empat unsur secara komulatif.

Salah satunya penolakan pergantian kepengurusan harus datang dari minimal 2/3 peserta munas. Dia memastikan empat unsur itu tidak terpenuhi pada kasus Partai Golkar. ”Hal itu terbukti pada saat Munas Bali tidak ada penolakan dari 2/3 peserta munas,” ujarnya. Saat menggelar konferensi pers kemarin, Yasonna menilai dokumen Munas Balidan Munas Ancol sudah diteliti tim khusus.

Menurutnya, setelah mempertimbangkan seluruh aspek, disimpulkan bahwa masih ada perselisihan internal di Golkar sehingga Kemenkumham tidak boleh mengintervensi. ”Kita serahkanpada mekanisme, kan ada MahkamahPartai, kalautidakselesai kan ada ketentuan pengadilan. Jadi (kalangan) internal partai bisa menyelesaikannya. Kami tidak ingin mencampuri secara dalam urusan ini, pemerintah harus bersikap netral,” jelasnya. Sementara itu, ARB mengaku sudah menerima surat resmi dari Menkumham mengenai keputusan tersebut.

”Saya sudah bicara dengan Pak Muladi (Ketua Mahkamah Partai), dikoordinasikan agar segera dilakukan sidang di Mahkamah Partai. Kalau enggak selesai, akan diselesaikan ke pengadilan,” ujarnya di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta kemarin. ARB menjelaskan, Menkumham menyatakan kepadanya bahwa kepengurusan DPP Partai Golkar yang diakui untuk menjalankan tugas sehari-hari adalah kepengurusan hasil Munas Riau 2009.

Dengan demikian, dia tetap sebagai ketua umum DPP Golkar yang sah. ”Saudara Agung Laksono adalah waketum, Priyo Budi Santoso ketua,” tuturnya. Di pihak lain, Agung Laksono mengapresiasi putusan Kemenkumham. ”Kami apresiasi pemerintah yang cepat merespons surat permohonan kami,” ujarnya di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, kemarin.

Agung mengatakan pihaknya siap untuk menjalankan perintah Kemenkumham baik penyelesaian melalui Mahkamah Partai maupun lewat pengadilan. Menurutnya kedua mekanismeitusahsesuaidenganUU.

Sucipto/Dian ramdhani/Sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4315 seconds (0.1#10.140)