Jalan Berliku Pilkada Serentak
A
A
A
Pemerintah menghadapi satu agenda besar politik pada 2015, yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak di 204 daerah di Indonesia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkirakan akan menggelar pemungutan suara pada November atau Desember tahun depan.
Sejumlah alasan mendasari pemerintah menggelar pilkada serentak di delapan provinsi dan 196 kabupaten/kota ini, salah satunya pertimbangan efisiensi anggaran. Dengan menggelar pilkada secara bersamaan, diperkirakan anggaran negara bisa dihemat hingga 50%. Selama lebih dua tahun pemerintah dan DPR mematangkan rencana menggelar pilkada serentak ini.
Namun jalan yang dilalui cukup berliku. Salah satu hambatan terbesar adalah penetapan regulasi berupa undangundang sebagai payung hukum bagi KPU dalam melaksanakan pilkada. Saat ini KPU memang berpegangan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada Langsung) dalam memulai tahapan.
Namun, KPU tetap dibayangi kekhawatiran terutama jika perppu tersebut nanti ditolak pengesahannya oleh DPR. Jika itu terjadi, masa depan pilkada serentak ini bakal terancam. Jika perppu gagal disahkan, harus kembali dirumuskan sebuah undangundang baru atau Presiden Joko Widodo mengeluarkan perppu baru. Dengan demikian, kelancaran pilkada serentak ini sangat tergantung pada pembahasan perppu di DPR pada Januari mendatang.
Jika perppu jadi disahkan sekitar Februari, KPU bisa memulai tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah pada Maret 2015. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan proses serta tahapan pilkada serentak terus dimatangkan. Meski belum ada kepastian soal regulasi, Husni mengatakan KPU tetap mengacu pada perppu yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir masa jabatannya.
Tahapan yang dilakukan KPU mulai penentuan waktu pencalonan, masa pendaftaran, jadwal pemungutan suara, penghitungan hingga penetapan pemenang. Seluruh tahapan pilkada ini tertuang dalam Perppu Pilkada dan selanjutnya akan dijabarkan melalui peraturan KPU (PKPU). Husni mengatakan yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan pilkada serentak tersebut adalah dukungan semua pihak, baik pemerintah pusat dan DPR maupun pemerintah daerah serta DPRD.
“Ini juga terkait kepastian hukum dan kepastian anggaran. Sampai hari ini meski perppu belum dibahas DPR, dalam tata peraturan perundangundangan kita, perppu ini secara hukum sudah berlaku,” jelasnya. Pilkada serentak 2015 merupakan langkah awal bagi pemerintah dalam mewujudkan upaya menyerentakkan pilkada di seluruh Indonesia pada 2020.
Setelah pilkada 2015 selesai digelar nanti, akan dilanjutkan pilkada serentak berikutnya untuk 285 daerah pada 2018. Khusus pilkada serentak pada 2018, ini merupakan penggabungan dari pilkada yang sedianya digelar pada 2016 (100), 2017 (67), dan 2018 (118). Jika rencana pemerintah ini berjalan sesuai rencana, pilkada serentak se-Indonesia pada 2020 akan dilaksanakan di 542 daerah.
Sukses tidaknya target pelaksanaan pilkada pada 2018 dan 2020 sangat tergantung pada pilkada serentak 2015 ini. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pelaksanaan pilkada serentak memiliki sejumlah manfaat, di antaranya penggunaan anggaran yang lebih sedikit dan efektivitas kerja penyelenggara.
Mengenai anggaran yang akan digunakan untuk pilkada berasal dari APBD. KPU daerah dipastikan telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) masing-masing. Ferry menambahkan, KPU juga terus berupaya agar waktu yang tersedia bisa dimaksimalkan. Pada Maret 2015, KPU akan memulai tahapan pendaftaran bakal calon.
Sebelum itu, pada Januari-Februari dilakukan proses persiapan regulasi, keuangan, dan pembuatan surat keputusan (SK) bagi KPU kabupaten/kota. Namun ketidakpastian pelaksanaan pilkada serentak ini tidak hanya pada persoalan perppu yang masih menjadi kontroversi. Jikapun nanti perppu disetujui DPR dan pilkada serentak jadi digelar pada November 2015, masalah lain masih akan muncul.
Itu terjadi ketika ada suatu daerah yang pilkadanya harus berlanjut hingga putaran kedua. Atau jika terjadi sengketa di pengadilan oleh kubu yang tidak menerima hasil penetapan KPU. Dengan pilkada dua putaran atau terjadi proses di pengadilan, diperkirakan seluruh tahapan tidak akan selesai pada Desember 2015.
Dengan begitu, tahapan pilkada akan dilanjutkan hingga 2016. Namun pilkada yang menyeberang ke 2016 ini menjadi masalah karena berdasarkan amanat Perppu Pilkada Langsung, pilkada serentak harus selesai pada 2015. KPU dinilai melakukan pelanggaran jika tahapan pilkada melewati limit waktu di perppu.
Di sisi lain, DPR juga tidak bisa mempercepat pembahasan perppu karena mengacu aturan setiap rancangan undang-undang (RUU) yang masuk ke DPR itu baru bisa dibahas pada masa sidang berikutnya. Wakil Ketua DPR Fadli Zon memastikan pembahasan Perppu Pilkada akan dilakukan pada masa sidang pertama DPR. “Baru bisa dimulai pembahasannya sekitar 12 Januari 2015,” kata Fadli.
Dia menjelaskan bahwa ketentuan UU yang memaksa DPR baru bisa membahas perppu tersebut pada awal tahun. “Jadi kalaupun DPR punya waktu untuk membahasnya sebelum Januari 2015 tetap tidak bisa,” ujarnya. Komisioner KPU Ida Budhiati mengakui, dengan melihat sejumlah fakta yang ada, tidak dapat dihindari proses pilkada serentak akan menyeberang hingga 2016.
“Kami sudah memampatkan jadwal sedemikian rupa demi mencapai target penyelesaian sesuai regulasi. Mekanismenya memang panjang dan kami harus perhatikan, sebab jika tidak akan merugikan peserta sehingga bisa menimbulkan kegaduhan politik,” katanya.
Ida menambahkan apabila ada wacana pilkada diundur menjadi 2016, KPU sebagai pelaksana hanya siap mengikuti apa yang diperintahkan UU. “Kami ini pelaksana, perppunya mengatakan bahwa serentak di 2015, itulah yang kami desain. Jika pemerintah dan DPR bersepakat untuk mendesain lagi, ya, kami akan sesuaikan,” ujarnya.
Dian ramdhani/Dita angga
Sejumlah alasan mendasari pemerintah menggelar pilkada serentak di delapan provinsi dan 196 kabupaten/kota ini, salah satunya pertimbangan efisiensi anggaran. Dengan menggelar pilkada secara bersamaan, diperkirakan anggaran negara bisa dihemat hingga 50%. Selama lebih dua tahun pemerintah dan DPR mematangkan rencana menggelar pilkada serentak ini.
Namun jalan yang dilalui cukup berliku. Salah satu hambatan terbesar adalah penetapan regulasi berupa undangundang sebagai payung hukum bagi KPU dalam melaksanakan pilkada. Saat ini KPU memang berpegangan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada Langsung) dalam memulai tahapan.
Namun, KPU tetap dibayangi kekhawatiran terutama jika perppu tersebut nanti ditolak pengesahannya oleh DPR. Jika itu terjadi, masa depan pilkada serentak ini bakal terancam. Jika perppu gagal disahkan, harus kembali dirumuskan sebuah undangundang baru atau Presiden Joko Widodo mengeluarkan perppu baru. Dengan demikian, kelancaran pilkada serentak ini sangat tergantung pada pembahasan perppu di DPR pada Januari mendatang.
Jika perppu jadi disahkan sekitar Februari, KPU bisa memulai tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah pada Maret 2015. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan proses serta tahapan pilkada serentak terus dimatangkan. Meski belum ada kepastian soal regulasi, Husni mengatakan KPU tetap mengacu pada perppu yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir masa jabatannya.
Tahapan yang dilakukan KPU mulai penentuan waktu pencalonan, masa pendaftaran, jadwal pemungutan suara, penghitungan hingga penetapan pemenang. Seluruh tahapan pilkada ini tertuang dalam Perppu Pilkada dan selanjutnya akan dijabarkan melalui peraturan KPU (PKPU). Husni mengatakan yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan pilkada serentak tersebut adalah dukungan semua pihak, baik pemerintah pusat dan DPR maupun pemerintah daerah serta DPRD.
“Ini juga terkait kepastian hukum dan kepastian anggaran. Sampai hari ini meski perppu belum dibahas DPR, dalam tata peraturan perundangundangan kita, perppu ini secara hukum sudah berlaku,” jelasnya. Pilkada serentak 2015 merupakan langkah awal bagi pemerintah dalam mewujudkan upaya menyerentakkan pilkada di seluruh Indonesia pada 2020.
Setelah pilkada 2015 selesai digelar nanti, akan dilanjutkan pilkada serentak berikutnya untuk 285 daerah pada 2018. Khusus pilkada serentak pada 2018, ini merupakan penggabungan dari pilkada yang sedianya digelar pada 2016 (100), 2017 (67), dan 2018 (118). Jika rencana pemerintah ini berjalan sesuai rencana, pilkada serentak se-Indonesia pada 2020 akan dilaksanakan di 542 daerah.
Sukses tidaknya target pelaksanaan pilkada pada 2018 dan 2020 sangat tergantung pada pilkada serentak 2015 ini. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pelaksanaan pilkada serentak memiliki sejumlah manfaat, di antaranya penggunaan anggaran yang lebih sedikit dan efektivitas kerja penyelenggara.
Mengenai anggaran yang akan digunakan untuk pilkada berasal dari APBD. KPU daerah dipastikan telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) masing-masing. Ferry menambahkan, KPU juga terus berupaya agar waktu yang tersedia bisa dimaksimalkan. Pada Maret 2015, KPU akan memulai tahapan pendaftaran bakal calon.
Sebelum itu, pada Januari-Februari dilakukan proses persiapan regulasi, keuangan, dan pembuatan surat keputusan (SK) bagi KPU kabupaten/kota. Namun ketidakpastian pelaksanaan pilkada serentak ini tidak hanya pada persoalan perppu yang masih menjadi kontroversi. Jikapun nanti perppu disetujui DPR dan pilkada serentak jadi digelar pada November 2015, masalah lain masih akan muncul.
Itu terjadi ketika ada suatu daerah yang pilkadanya harus berlanjut hingga putaran kedua. Atau jika terjadi sengketa di pengadilan oleh kubu yang tidak menerima hasil penetapan KPU. Dengan pilkada dua putaran atau terjadi proses di pengadilan, diperkirakan seluruh tahapan tidak akan selesai pada Desember 2015.
Dengan begitu, tahapan pilkada akan dilanjutkan hingga 2016. Namun pilkada yang menyeberang ke 2016 ini menjadi masalah karena berdasarkan amanat Perppu Pilkada Langsung, pilkada serentak harus selesai pada 2015. KPU dinilai melakukan pelanggaran jika tahapan pilkada melewati limit waktu di perppu.
Di sisi lain, DPR juga tidak bisa mempercepat pembahasan perppu karena mengacu aturan setiap rancangan undang-undang (RUU) yang masuk ke DPR itu baru bisa dibahas pada masa sidang berikutnya. Wakil Ketua DPR Fadli Zon memastikan pembahasan Perppu Pilkada akan dilakukan pada masa sidang pertama DPR. “Baru bisa dimulai pembahasannya sekitar 12 Januari 2015,” kata Fadli.
Dia menjelaskan bahwa ketentuan UU yang memaksa DPR baru bisa membahas perppu tersebut pada awal tahun. “Jadi kalaupun DPR punya waktu untuk membahasnya sebelum Januari 2015 tetap tidak bisa,” ujarnya. Komisioner KPU Ida Budhiati mengakui, dengan melihat sejumlah fakta yang ada, tidak dapat dihindari proses pilkada serentak akan menyeberang hingga 2016.
“Kami sudah memampatkan jadwal sedemikian rupa demi mencapai target penyelesaian sesuai regulasi. Mekanismenya memang panjang dan kami harus perhatikan, sebab jika tidak akan merugikan peserta sehingga bisa menimbulkan kegaduhan politik,” katanya.
Ida menambahkan apabila ada wacana pilkada diundur menjadi 2016, KPU sebagai pelaksana hanya siap mengikuti apa yang diperintahkan UU. “Kami ini pelaksana, perppunya mengatakan bahwa serentak di 2015, itulah yang kami desain. Jika pemerintah dan DPR bersepakat untuk mendesain lagi, ya, kami akan sesuaikan,” ujarnya.
Dian ramdhani/Dita angga
(bbg)