Publik Dukung Jokowi Jadi Ketua Umum PDIP
A
A
A
JAKARTA - Publik memiliki harapan yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Berdasarkan hasil survei Cyrus Network, dukungan publik kepada Jokowi bahkan lebih besar dibandingkan Megawati Soekarnoputri.
Munculnya nama Jokowi sebagai calon pemimpin PDIP ini didasarkan pada keinginan untuk melihat parpol dikendalikan kalangan muda. Pada survei ini dukungan publik untuk Jokowi menjadi ketua umum sebesar 26%, sedangkan Megawati yang masih tercatat sebagai ketua umum PDIP hanya 16%.
”Dibandingkan tokoh-tokoh PDIP lainnya, dukungan terhadap Megawati hanya 16% atau lebih rendah dari Puan Maharani 18%,” ujar CEO Cyrus Network Hasan Nasbi saat memaparkan hasil risetnya di Jakarta kemarin. Dukungankepada Jokowiuntuk memimpin partai pemenang pemilu 2014 ini tidak hanya dari kalangan masyarakat umum, tetapi juga dari konstituen PDIP sendiri.
Dukungan konstituen PDIP ini sebesar 28%, atau lebih tinggi dari Megawati 23% dan Puan Maharani 17%. Hasan mengatakan, temuan tersebut mengindikasikan bahwa separuh pendukung PDIP mulai melihat bahwa regenerasi di partai ini adalah sesuatu yang penting.
”Temuan ini menarik karena memberikan indikasi bahwa separuh pendukung PDIP mulai melihat regenerasi sesuatu yang penting untuk ditindaklanjuti. Tinggal menunggu apakah PDIP akan mengikuti kecenderungan publik atau sebaliknya,” kata Hasan. Survei Cyrus Network ini dilakukan dengan cara wawancara tatap muka pada 1-7 Desember 2014 dengan melibatkan 1.220 responden yang tersebar di 122 desa dari 33 provinsi di Indonesia.
Responden berusia 17 tahun atau sudah menikah dengan proporsi antara wanita dan lelaki 50:50. Temuan survei ini juga mengungkap bahwa secara umum 80% responden menginginkan agar parpol dipimpin ketua umum berusia 41-60 tahun. Selain itu, 61% responden menyatakan sebaiknya tokoh parpol berusia di atas 60 tahun ditempatkan sebagai Dewan Pembina, Dewan Pertimbangan atau Dewan Penasihat partai. ”Bukan pengurus harian partai,” ungkap Hasan Nasbi.
Selain PDIP, hal yang sama juga terjadi di Partai Golkar. Menurut Hasan, publik menilai sebaiknya Aburizal Bakrie (ARB) memberikan kursi ketua umum kepada kader muda. ”Hipotesisnya Bu Mega dan Pak Aburizal sudah cukup lama di dunia politik, namanya sudah sering muncul. Selain itu mulai tersedia tokoh pengganti di PDIP dan Golkar,” kata dia.
Namun, regenerasi ini dinilai belum perlu terjadi di Partai Demokrat dan Partai Gerindra. Pasalnya, di dalam dua partai itu belum ada nama tokoh yang mampu menggantikan karisma ketua umumnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto. SBY dan Prabowo dinilai masih jadi tokoh sentral yang belum tergantikan oleh kader penerusnya.
”Dukungan masyarakat terhadap keduanya masih cukup besar, kendati keduanya termasuk dalam kategori ketua umum partai yang sangat senior,” jelasnya. Menurut Hasan, sebanyak 68% responden menganggap Prabowo layak untuk terus menjadi ketua umum Partai Gerindra hingga lima tahun ke depan, sedangkan untuk SBY dukungan mencapai 59%.
Tidak hanya itu, sambung Hasan, survei ini juga memetakan opini internal dan menyebutkan bahwa dukungan konstituen Gerindra kepada Prabowo menjadi ketua umum masih sangat tinggi yakni 81%. ”Di Gerindra, publik bukan tidak menginginkan adanya regenerasi namun karena tidak tersedianya tokoh yang dianggap mampu membesarkan partai selain Prabowo,” jelasnya.
Menurut dia, pihaknya juga melakukan survei di mana nama Prabowo tidak diikutkan dalam kontestasi. Hasilnya nama pengganti seperti Fadli Zon menduduki peringkat cukup tinggi 15%. Namun ketika Prabowo dimasukkan, namanama lain turun. Bahkan, Fadli Zon turun menjadi 13%. Begitu juga dengan Demokrat, jika nama SBY tidak diikut disertakan, sosok yang dinilai tepat menggantikan SBY adalah Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Marzuki Alie. Namun jika SBY diikutsertakan, hasilnya dia masih unggul.
”Dukungan ke Pak SBY masih sangat besar yakni 45%. Kemudian Ibas 30%, sedangkan Marzuki Alie 29%,” ujarnya. Namun, Marzuki Alie mengaku kurang sependapat dengan survei Cyrus. Menurut Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, tidak perlu seorang ketua umum disurvei berdasarkan dukungan publik.
”Surveinya tidak cocok dengan pikiran saya. Membangun partai butuh waktu yang panjang dan berkesinambungan, karenanya yang dipentingkan adalah kompetensi dia untuk memimpin partai, bukan opini publik,” jelasnya. Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari juga mengaku kurang setuju dengan hasil survei Cyrus Network. Menurut dia, seseorang layak jadi ketua umum karena ketokohan itu tidak sehat.
”Saya enggak suka ini, semoga di penelitian yang ke depan dilihat juga bagaimana sistem itu dibangun dalam partai, supaya lebih sustainable dan menjamin sebuah regenerasi,” ujarnya. Eva juga mempertanyakan, mengapa survei tidak melihat kebutuhan partai sehingga respondennya terkesan tidak konsisten.
”Satu sisi mau usia muda, tapi yang dipilih orang-orang itu saja. Jadi saya lihat kok kontrolnya enggak digiring dengan bagus, kontribusi untuk internal partai juga kurang,” jelasnya. Eva menjelaskan, munculnya nama Megawati sebagai calon ketua umum di rakernas PDIP juga atas permintaan Jokowi.
Sucipto/Ant
Munculnya nama Jokowi sebagai calon pemimpin PDIP ini didasarkan pada keinginan untuk melihat parpol dikendalikan kalangan muda. Pada survei ini dukungan publik untuk Jokowi menjadi ketua umum sebesar 26%, sedangkan Megawati yang masih tercatat sebagai ketua umum PDIP hanya 16%.
”Dibandingkan tokoh-tokoh PDIP lainnya, dukungan terhadap Megawati hanya 16% atau lebih rendah dari Puan Maharani 18%,” ujar CEO Cyrus Network Hasan Nasbi saat memaparkan hasil risetnya di Jakarta kemarin. Dukungankepada Jokowiuntuk memimpin partai pemenang pemilu 2014 ini tidak hanya dari kalangan masyarakat umum, tetapi juga dari konstituen PDIP sendiri.
Dukungan konstituen PDIP ini sebesar 28%, atau lebih tinggi dari Megawati 23% dan Puan Maharani 17%. Hasan mengatakan, temuan tersebut mengindikasikan bahwa separuh pendukung PDIP mulai melihat bahwa regenerasi di partai ini adalah sesuatu yang penting.
”Temuan ini menarik karena memberikan indikasi bahwa separuh pendukung PDIP mulai melihat regenerasi sesuatu yang penting untuk ditindaklanjuti. Tinggal menunggu apakah PDIP akan mengikuti kecenderungan publik atau sebaliknya,” kata Hasan. Survei Cyrus Network ini dilakukan dengan cara wawancara tatap muka pada 1-7 Desember 2014 dengan melibatkan 1.220 responden yang tersebar di 122 desa dari 33 provinsi di Indonesia.
Responden berusia 17 tahun atau sudah menikah dengan proporsi antara wanita dan lelaki 50:50. Temuan survei ini juga mengungkap bahwa secara umum 80% responden menginginkan agar parpol dipimpin ketua umum berusia 41-60 tahun. Selain itu, 61% responden menyatakan sebaiknya tokoh parpol berusia di atas 60 tahun ditempatkan sebagai Dewan Pembina, Dewan Pertimbangan atau Dewan Penasihat partai. ”Bukan pengurus harian partai,” ungkap Hasan Nasbi.
Selain PDIP, hal yang sama juga terjadi di Partai Golkar. Menurut Hasan, publik menilai sebaiknya Aburizal Bakrie (ARB) memberikan kursi ketua umum kepada kader muda. ”Hipotesisnya Bu Mega dan Pak Aburizal sudah cukup lama di dunia politik, namanya sudah sering muncul. Selain itu mulai tersedia tokoh pengganti di PDIP dan Golkar,” kata dia.
Namun, regenerasi ini dinilai belum perlu terjadi di Partai Demokrat dan Partai Gerindra. Pasalnya, di dalam dua partai itu belum ada nama tokoh yang mampu menggantikan karisma ketua umumnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto. SBY dan Prabowo dinilai masih jadi tokoh sentral yang belum tergantikan oleh kader penerusnya.
”Dukungan masyarakat terhadap keduanya masih cukup besar, kendati keduanya termasuk dalam kategori ketua umum partai yang sangat senior,” jelasnya. Menurut Hasan, sebanyak 68% responden menganggap Prabowo layak untuk terus menjadi ketua umum Partai Gerindra hingga lima tahun ke depan, sedangkan untuk SBY dukungan mencapai 59%.
Tidak hanya itu, sambung Hasan, survei ini juga memetakan opini internal dan menyebutkan bahwa dukungan konstituen Gerindra kepada Prabowo menjadi ketua umum masih sangat tinggi yakni 81%. ”Di Gerindra, publik bukan tidak menginginkan adanya regenerasi namun karena tidak tersedianya tokoh yang dianggap mampu membesarkan partai selain Prabowo,” jelasnya.
Menurut dia, pihaknya juga melakukan survei di mana nama Prabowo tidak diikutkan dalam kontestasi. Hasilnya nama pengganti seperti Fadli Zon menduduki peringkat cukup tinggi 15%. Namun ketika Prabowo dimasukkan, namanama lain turun. Bahkan, Fadli Zon turun menjadi 13%. Begitu juga dengan Demokrat, jika nama SBY tidak diikut disertakan, sosok yang dinilai tepat menggantikan SBY adalah Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Marzuki Alie. Namun jika SBY diikutsertakan, hasilnya dia masih unggul.
”Dukungan ke Pak SBY masih sangat besar yakni 45%. Kemudian Ibas 30%, sedangkan Marzuki Alie 29%,” ujarnya. Namun, Marzuki Alie mengaku kurang sependapat dengan survei Cyrus. Menurut Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, tidak perlu seorang ketua umum disurvei berdasarkan dukungan publik.
”Surveinya tidak cocok dengan pikiran saya. Membangun partai butuh waktu yang panjang dan berkesinambungan, karenanya yang dipentingkan adalah kompetensi dia untuk memimpin partai, bukan opini publik,” jelasnya. Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari juga mengaku kurang setuju dengan hasil survei Cyrus Network. Menurut dia, seseorang layak jadi ketua umum karena ketokohan itu tidak sehat.
”Saya enggak suka ini, semoga di penelitian yang ke depan dilihat juga bagaimana sistem itu dibangun dalam partai, supaya lebih sustainable dan menjamin sebuah regenerasi,” ujarnya. Eva juga mempertanyakan, mengapa survei tidak melihat kebutuhan partai sehingga respondennya terkesan tidak konsisten.
”Satu sisi mau usia muda, tapi yang dipilih orang-orang itu saja. Jadi saya lihat kok kontrolnya enggak digiring dengan bagus, kontribusi untuk internal partai juga kurang,” jelasnya. Eva menjelaskan, munculnya nama Megawati sebagai calon ketua umum di rakernas PDIP juga atas permintaan Jokowi.
Sucipto/Ant
(bbg)