KPK Kawal Rp409 Triliun Dana Pendidikan 2015
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama enam kementerian/lembaga mengawal alokasi dan penggunaan dana pendidikan 2015 sebesar Rp409 triliun.
Penegasan tersebut disampaikan usai paparan kajian KPK terhadap penggunaan dana pendidikan dan penandatanganan rencana aksi (renaksi) bersama pencegahan korupsi dana pendidikan, di Auditorium Utama, KPK, Jakarta, Senin (15/12/2014).
Dalam hal ini, KPK bekerjasama dengan , Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menegah (Kembudikdasmen), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
Hadir dalam korsup ini di antaranya yakni, Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan dan Penindakan Zulkarnain, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP, Plt Kepala BPKP Meidyah Indreswari, Irjen Kemenkeu Vincentius Sonny Loho.
Selanjutnya, Irjen Kemendagri Maliki Heru Santosa, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, Menbudikdasmen Anies Baswedan, Irjen Kemenbudikdasmen Haryono Umar, dan Irjen Kemenag M Jasin.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, dana pendidikan setiap tahunnya sangat fantastis. Untuk 2015 saja dianggarkan Rp409 triliun. Dengan koordinasi dan supervisi (korsup) serta monitoring dan evaluasi (monev), maka KPK berkeinginan membantu pengeolaan dana tersebut harus berjalan sebagaimana mestinya dan tepat sasaran.
Dari monev KPK misalnya, ditemukan kebijakan provinsi terkait penyaluran bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan siswa miskin (BSM), dana sertifikasi guru, dan lain sebagai punya indikasi penyimpangan yang sangat besar.
"Rekomendasi yang kita berikan itu adalah panduan atau peta jalan untuk perbaikan-perbaikan, agar dana-dana ini tepat sasaran. Agar tidak terjadi fraud di pelaksanaan," kata Abraham saat konferensi pers.
Kebiasaan selama ini, di tingkat atas persiapan alokasi dana pendidikan selalu bagus. Tapi implemntasinya selalu salah. Apa yang ditemukan KPK berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan jelas punya implikasi.
Kalau hal tersebut dibiarkan maka akan menjadi fraud (kecurangan, penyelewengan, dan penggelapan) yang bisa berkembang dan dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi (tipikor). "Makanya harus kita cegah itu," imbuhnya.
Pendiri Anti Corruption Committee (ACC) Makassar ini menyatakan, sinergi pencegahan dan penindakan harus terus ditingkatkan. Dia menceritakan alasan pencegahan begitu penting menegani dana pendidikan.
Ketika uang itu terlanjur dikorup dan KPK melakukan penindakan hingga tingkatan pengadilan penyelamatan uang negara dan kerugian negara tidak segampang dan sebesar yang bisa dilakukan di pencegahan.
"Oleh karena itu lah korsup ini kita ingin satukan persepsi agar tidak terjadi fraud. Kalau tidak ada peta jalan, nanti ada yang ke kiri dan ke kanan," tandas Abraham.
Zulkarnain menambahkan, korsup ini merupakan kelanjutan dari korsup 2013. Korsup 2013 lalu menyikapi dana pendidikan 2014 sebesar Rp68 trilun.
Dana ini makin meningkat pada 2015 menjadi Rp409 triliun. Dana ini belum termasuk dana pendidikan yang berasal dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.
Pasalnya, dari APBD saja dana pendidikan juga dianggarakan 20%. Zulkarnain menyatakan, kementerian/lembaga tidak hanya terfokus mengawasi dana tunjangan profesi guru, BSM, dan BOS saja.
Karena masih ada dana pendidikan lain semisal PAUD, regabilitasi sarana dan prasarana, dana kurikulum, dan pembangunan universitas. "Ini bagian kita berantas korupsi secara progresif. Kita perbaiki tata kelola, memetakan permasalahannya, dan perbaki sistemnya," tutur Zulkarnain.
Dari kajian KPK ditemukan, terdapat banyak permasalahan dan kelemahan atas alokasi dan penggunaan dana pendidikan selama ini. Di antaranya, lemahnya administrasi, lemahnya pengawasan, pengendalian internal lemah, dan dengan sendirinya pengawsan masyarakat lemah karena tidak ada akses.
Ditambah lagi lemahnya integritas pejabat daerah dan pusat maupun instansi di daerah. "Tahun 2014 ini saja, KPK menerima lebih dari 8000 laporan masyarakat terkait persoalan dana pendidikan," ungkap Zulkarnain.
Penegasan tersebut disampaikan usai paparan kajian KPK terhadap penggunaan dana pendidikan dan penandatanganan rencana aksi (renaksi) bersama pencegahan korupsi dana pendidikan, di Auditorium Utama, KPK, Jakarta, Senin (15/12/2014).
Dalam hal ini, KPK bekerjasama dengan , Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menegah (Kembudikdasmen), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
Hadir dalam korsup ini di antaranya yakni, Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan dan Penindakan Zulkarnain, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP, Plt Kepala BPKP Meidyah Indreswari, Irjen Kemenkeu Vincentius Sonny Loho.
Selanjutnya, Irjen Kemendagri Maliki Heru Santosa, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, Menbudikdasmen Anies Baswedan, Irjen Kemenbudikdasmen Haryono Umar, dan Irjen Kemenag M Jasin.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, dana pendidikan setiap tahunnya sangat fantastis. Untuk 2015 saja dianggarkan Rp409 triliun. Dengan koordinasi dan supervisi (korsup) serta monitoring dan evaluasi (monev), maka KPK berkeinginan membantu pengeolaan dana tersebut harus berjalan sebagaimana mestinya dan tepat sasaran.
Dari monev KPK misalnya, ditemukan kebijakan provinsi terkait penyaluran bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan siswa miskin (BSM), dana sertifikasi guru, dan lain sebagai punya indikasi penyimpangan yang sangat besar.
"Rekomendasi yang kita berikan itu adalah panduan atau peta jalan untuk perbaikan-perbaikan, agar dana-dana ini tepat sasaran. Agar tidak terjadi fraud di pelaksanaan," kata Abraham saat konferensi pers.
Kebiasaan selama ini, di tingkat atas persiapan alokasi dana pendidikan selalu bagus. Tapi implemntasinya selalu salah. Apa yang ditemukan KPK berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan jelas punya implikasi.
Kalau hal tersebut dibiarkan maka akan menjadi fraud (kecurangan, penyelewengan, dan penggelapan) yang bisa berkembang dan dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi (tipikor). "Makanya harus kita cegah itu," imbuhnya.
Pendiri Anti Corruption Committee (ACC) Makassar ini menyatakan, sinergi pencegahan dan penindakan harus terus ditingkatkan. Dia menceritakan alasan pencegahan begitu penting menegani dana pendidikan.
Ketika uang itu terlanjur dikorup dan KPK melakukan penindakan hingga tingkatan pengadilan penyelamatan uang negara dan kerugian negara tidak segampang dan sebesar yang bisa dilakukan di pencegahan.
"Oleh karena itu lah korsup ini kita ingin satukan persepsi agar tidak terjadi fraud. Kalau tidak ada peta jalan, nanti ada yang ke kiri dan ke kanan," tandas Abraham.
Zulkarnain menambahkan, korsup ini merupakan kelanjutan dari korsup 2013. Korsup 2013 lalu menyikapi dana pendidikan 2014 sebesar Rp68 trilun.
Dana ini makin meningkat pada 2015 menjadi Rp409 triliun. Dana ini belum termasuk dana pendidikan yang berasal dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.
Pasalnya, dari APBD saja dana pendidikan juga dianggarakan 20%. Zulkarnain menyatakan, kementerian/lembaga tidak hanya terfokus mengawasi dana tunjangan profesi guru, BSM, dan BOS saja.
Karena masih ada dana pendidikan lain semisal PAUD, regabilitasi sarana dan prasarana, dana kurikulum, dan pembangunan universitas. "Ini bagian kita berantas korupsi secara progresif. Kita perbaiki tata kelola, memetakan permasalahannya, dan perbaki sistemnya," tutur Zulkarnain.
Dari kajian KPK ditemukan, terdapat banyak permasalahan dan kelemahan atas alokasi dan penggunaan dana pendidikan selama ini. Di antaranya, lemahnya administrasi, lemahnya pengawasan, pengendalian internal lemah, dan dengan sendirinya pengawsan masyarakat lemah karena tidak ada akses.
Ditambah lagi lemahnya integritas pejabat daerah dan pusat maupun instansi di daerah. "Tahun 2014 ini saja, KPK menerima lebih dari 8000 laporan masyarakat terkait persoalan dana pendidikan," ungkap Zulkarnain.
(kri)