Gandari Bercita Rasa Dunia

Minggu, 14 Desember 2014 - 11:56 WIB
Gandari Bercita Rasa...
Gandari Bercita Rasa Dunia
A A A
Pertunjukan yang dipersembahkan Djarum Apresiasi Budaya dan Yayasan Taut Seni ini memadukan orkestra, tari, dan puisi karya Goenawan Muhammad dan menampilkan musik baru dari komposer Tony Prabowo.

Berangkat dari salah satu tokoh Mahabarata, Goenawan Mohammad membuat sebuah puisi berjudul Gandari . Puisi ini menginspirasi seniman lain yaitu Tony Prabowo, seorang musisi kontemporer. Lalu, ia mengembangkan Gandari ke dalam sebuah pagelaran opera.

Opera tari Gandari ini pun bermaksud ingin menawarkan interpretasi yang lain, sebuah tafsir untuk memaknai kembali yang klasik dalam wacana kekinian. Hasilnya, tidak ditemukan kekhasan tradisional semisal busana, tata panggung, maupun kemasan aransemen musik. Budaya Barat begitu terasa dalam keseluruhan pementasan opera ini.

Jejak Gandari yang selama ini dikenal sebagai bagian dari tradisi berkesenian wayang tidak ditemukan lagi. Kolaborasi lintas budaya berupa musik kontemporer Barat, racikan koreografer asal Jepang, dan para pemain diisi oleh aktor lintas negara telah menyembunyikan jejak Gandari. Pementasan opera tari Gandari ini dibuka oleh Landung Simatupang dan Sita Nursanti, selaku narator.

Layar tersingkap perlahan. Panggung temaram. Lampu di langit-langit panggung redup. Lalu enam penari berpakaian putih masuk panggung dengan latar para musisi. Para penari itu melakukan gerakan- gerakan atraktif dengan langkah-langkah lebar, kadang melompat kadang bergulunggulug di latai. Musik mengalun tak kalah ekspresifnya. Bunyi piano yang lincah bertautan dengan gesekan biola dan cello.

Lamat-lamat bunyi alat tiup mengiris tajam. Barisan terompet melengking menjadi penuntun gerak penari dan memuncak hingga suara gong mengambil kesempatan untuk mencapai puncak. Kemudian musik mengalir lagi dengan dominasi biola dan cello dan marimba. Begitulah, lakon Gandari disajikan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 12- 13 Desember.

Kisah yang diangkat dari cerita Mahabarata itu memang menceritakan tokoh Gandari sebagai istri Destarata, raja buta dari Kuru. Gandari lalu menutup matanya, membutakan diri sampai beberapa saat menjelang ajalnya. Gandari juga kita kenal sebagai ibu dari seratus ksatria Kurawa yang kelak pada perang Baratayudha ditumpas oleh keturunan Pandawa.

Gandari bisa kita cerna sebagai simbol kesetiaan dan pengabdian seorang perempuan. Tetapi, Gandari juga bisa dilihat sebagai perempuan yang memiliki sikap. Dengan caranya sendiri, sebagai seorang istri dan seorang ibu yang kehilangan seratus anaknya, dia melakukan protes pada ketidakadilan yang dia alami. Dalam pementasan opera tari Gandari ini, Tony Prabowo secara khusus membuat aransemen musik baru, sebuah musik kontemporer awal abad 20 yang merupakan sebuah genre, istilah yang berasal dari musik klasik Barat.

”Untuk pementasan opera tari Gandari ini saya mengonsep musik yang berangkat dari disiplin musik kontemporer Barat yang dikonsep sedemikian rupa dengan unsur musik kekinian dan tentunya saya memasukkan ciri saya dengan ada pengaruh dari musik tradisional Indonesia seperti memasukkan elemen gong di dalam musik.

Ini pementasan opera tari pertama yang diiringi orkestra dengan genre ‘musik baru’,” tutur Tony Prabowo kepada KORAN SINDO seusai pementasan opera tari Gandari bagi media dan pelaku seni, Kamis (11/12) petang. Kekayaan dan kolaborasi budaya dalam pertunjukan lintas disiplin ini semakin terasa ketika dihadirkan di atas panggung tari garapan koreografer terkemuka Jepang, Akiko Kitamura.

Ini dimainkan oleh penaripenari terbaik dari Indonesia dan Jepang. Untuk mewujudkan pementasan ini, Yayasan Taut Seni bekerja sama dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda Jakarta, Erasmus Huis Jakarta, Asia Center Japan Foundation, Shinshu University Japan, Goethe Institut, dan didukung penuh oleh Djarum Apresiasi Budaya.

Pun halnya saat puisi Gandari dinyanyikan oleh seorang solois sopran dari Belanda, Katrien Baerts, diiringi paduan suara Batavia Madrigal Singers dari Indonesia. Sementara orkestra yang mendukung pentas ini adalah Asko Schonberg-Slagwerk Den Haag dari Belanda dengan konduktor Bas Wiegers.

Sementara tata panggung didisain perupa Indonesia ternama, Teguh Ostenrik, yang bekerja sama dengan seniman video Taba Sanchabakhtiar dan desainer kostum Chitra Subiyakto. Dengan pertunjukan ini, diharapkan bisa menggugah seniman dunia lain untuk memberikan sentuhan warna berbeda bagi karya seni ataupun cerita tradisional lain.

Thomasmanggalla
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0724 seconds (0.1#10.140)