MPR Minta Presiden-DPR Bertemu
A
A
A
PALEMBANG - Ketegangan politik antara pemerintah dan DPR yang belum sepenuhnya mencair mengundang keprihatinan Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Zulkifli mengajak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan DPR demi terciptanya situasi politik yang lebih kondusif. Zulkifli mengaku bisa menangkap kemarahan rakyat dari setiap kunjungannya ke berbagai daerah. Dia juga mengaku sudah menyampaikan adanya kemarahan rakyat itu secara langsung ke Presiden Jokowi.
“Selaku ketua MPR, saya juga blusukan. Dari situ saya tahu mahasiswa dan masyarakat sedang marah karena pemerintah dan DPR belum pernah membicarakan nasib rakyat,” kata Zulkifli dalam sambutannya pada acara press gathering Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Hotel Novotel, Palembang, kemarin. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pertemuan Presiden dengan DPR yang juga melibatkan MPR perlu.
“Saya usulkan kepada Presiden bahwa kita harus segera rapat rekonsiliasi, kalau bisa Presiden yang pimpin langsung. Sebab kalau ini dibiarkan, masyarakat makin apatis (terhadap DPR),” katanya. Sejak pelantikan DPR pada 1 Oktober lalu suasana politik nasional memang terus diwarnai kegaduhan. Itu tak lepas dari tingginya tensi rivalitas antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Hubungan pemerintah dengan parlemen ikut meruncing setelah Presiden Jokowi melalui Sekretaris Kabinet membuat surat edaran yang melarang menteri untuk menghadiri rapat di DPR. Zulkifli mengatakan, sangat penting untuk mengadakan pertemuan dengan melibatkan semua partai politik (parpol) yang ada.
Dia meminta persoalan yang memperburuk citra DPR dapat segera diselesaikan secara bersama- sama. Dia berharap semua pihak bisa kembali bertegur sapa dan menyatukan visi untuk membangun bangsa. “Bisa akrab, saling senyum itu bagus. Mudah-mudahan pertengahan Januari rencana ini segera bisa kita sosialisasi,” ujar mantan Menteri Kehutanan (Menhut) tersebut.
Tidak hanya persoalan antara pemerintah dan DPR, MPR kata Zulkifli juga bersedia memediasi penyelesaian permasalahan yang selama ini penanganannya cukup pelik, misalnya kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan. MPR, kata dia, menawarkan diri sebagai tuan rumah untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM tersebut.
“Kami usulkan MPR yang mengambil inisiatif atas ini,” imbuhnya. Dia menambahkan, setelah usulan itu disetujui pemerintah dan DPR, MPR akan melakukan pembicaraan dengan lembaga terkait lainnya agar secepatnya ada titik temu. Untuk permasalahan kenegaraan lainnya pun MPR juga bersedia memediasi.
Zulkifli mengaku sudah berbicara dengan pimpinan lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta mereka disebutnya sudah setuju. Dia mengaku kembali akan menyampaikan ajakannya pada forum sidang tahunan MPR yang akan diselenggarakan tahun depan.
“Sidang tahunan MPR jadi forum bagi lembaga negara untuk menyampaikan pencapaian-pencapaiannya,” ujar dia. Dihubungi terpisah, Bendahara Umum DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo berpendapat, tidak ada kegentingan di DPR sehingga tidak perlu ada rekonsiliasi. “Untuk apa? Enggak ada kegentingan kok,” ujar Sekretaris Fraksi Partai Golkar kemarin.
Menurut Bambang, justru yang mendesak dan bisa dianggap genting adalah pemerintah akibat kebijakannya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan menimbulkan banyak protes masyarakat. “Yang genting itu Istana, menghadapi gerakan buruh dan mahasiswa yang menolak kenaikan BBM,” ujarnya. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini mengapresiasi ide pertemuan lembaga negara yang diusulkan Ketua MPR tersebut karena semangatnya untuk mempererat tali silaturahmi.
Tapi, kata dia, agenda dan tujuan dari pertemuan itu juga harus diperjelas oleh Ketua MPR sehingga tidak menimbulkan kegaduhan-kegaduhan baru. Jika kinerja DPR dinilai buruk, Jazuli mengatakan perlu diketahui alasannya sehingga legislatif belum bisa bekerja maksimal.
“Itu bukan karena kesalahan DPR, tapi justru Presiden sendiri yang melarang menteri-menterinya datang melakukan rapat. Kalau DPR, bekerja tidak hanya rapat, reses pun DPR bekerja,” ujarnya.
Kiswondari
Zulkifli mengajak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan DPR demi terciptanya situasi politik yang lebih kondusif. Zulkifli mengaku bisa menangkap kemarahan rakyat dari setiap kunjungannya ke berbagai daerah. Dia juga mengaku sudah menyampaikan adanya kemarahan rakyat itu secara langsung ke Presiden Jokowi.
“Selaku ketua MPR, saya juga blusukan. Dari situ saya tahu mahasiswa dan masyarakat sedang marah karena pemerintah dan DPR belum pernah membicarakan nasib rakyat,” kata Zulkifli dalam sambutannya pada acara press gathering Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Hotel Novotel, Palembang, kemarin. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pertemuan Presiden dengan DPR yang juga melibatkan MPR perlu.
“Saya usulkan kepada Presiden bahwa kita harus segera rapat rekonsiliasi, kalau bisa Presiden yang pimpin langsung. Sebab kalau ini dibiarkan, masyarakat makin apatis (terhadap DPR),” katanya. Sejak pelantikan DPR pada 1 Oktober lalu suasana politik nasional memang terus diwarnai kegaduhan. Itu tak lepas dari tingginya tensi rivalitas antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Hubungan pemerintah dengan parlemen ikut meruncing setelah Presiden Jokowi melalui Sekretaris Kabinet membuat surat edaran yang melarang menteri untuk menghadiri rapat di DPR. Zulkifli mengatakan, sangat penting untuk mengadakan pertemuan dengan melibatkan semua partai politik (parpol) yang ada.
Dia meminta persoalan yang memperburuk citra DPR dapat segera diselesaikan secara bersama- sama. Dia berharap semua pihak bisa kembali bertegur sapa dan menyatukan visi untuk membangun bangsa. “Bisa akrab, saling senyum itu bagus. Mudah-mudahan pertengahan Januari rencana ini segera bisa kita sosialisasi,” ujar mantan Menteri Kehutanan (Menhut) tersebut.
Tidak hanya persoalan antara pemerintah dan DPR, MPR kata Zulkifli juga bersedia memediasi penyelesaian permasalahan yang selama ini penanganannya cukup pelik, misalnya kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan. MPR, kata dia, menawarkan diri sebagai tuan rumah untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM tersebut.
“Kami usulkan MPR yang mengambil inisiatif atas ini,” imbuhnya. Dia menambahkan, setelah usulan itu disetujui pemerintah dan DPR, MPR akan melakukan pembicaraan dengan lembaga terkait lainnya agar secepatnya ada titik temu. Untuk permasalahan kenegaraan lainnya pun MPR juga bersedia memediasi.
Zulkifli mengaku sudah berbicara dengan pimpinan lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta mereka disebutnya sudah setuju. Dia mengaku kembali akan menyampaikan ajakannya pada forum sidang tahunan MPR yang akan diselenggarakan tahun depan.
“Sidang tahunan MPR jadi forum bagi lembaga negara untuk menyampaikan pencapaian-pencapaiannya,” ujar dia. Dihubungi terpisah, Bendahara Umum DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo berpendapat, tidak ada kegentingan di DPR sehingga tidak perlu ada rekonsiliasi. “Untuk apa? Enggak ada kegentingan kok,” ujar Sekretaris Fraksi Partai Golkar kemarin.
Menurut Bambang, justru yang mendesak dan bisa dianggap genting adalah pemerintah akibat kebijakannya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan menimbulkan banyak protes masyarakat. “Yang genting itu Istana, menghadapi gerakan buruh dan mahasiswa yang menolak kenaikan BBM,” ujarnya. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini mengapresiasi ide pertemuan lembaga negara yang diusulkan Ketua MPR tersebut karena semangatnya untuk mempererat tali silaturahmi.
Tapi, kata dia, agenda dan tujuan dari pertemuan itu juga harus diperjelas oleh Ketua MPR sehingga tidak menimbulkan kegaduhan-kegaduhan baru. Jika kinerja DPR dinilai buruk, Jazuli mengatakan perlu diketahui alasannya sehingga legislatif belum bisa bekerja maksimal.
“Itu bukan karena kesalahan DPR, tapi justru Presiden sendiri yang melarang menteri-menterinya datang melakukan rapat. Kalau DPR, bekerja tidak hanya rapat, reses pun DPR bekerja,” ujarnya.
Kiswondari
(bbg)