Perppu Pilkada Dinilai Rusak Sistem Tata Negara
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang PemilihanGubernur, Bupati, dan Wali Kota yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai telah merusak sistem tata negara.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR Desmond J Mahesa mengatakan, perppu tersebut lahir bukan didasarkan pertimbangan akademik, melainkan desakan masyarakat kepada SBY lewat media sosial. Desmond mengkritik langkah SBY membuat perppu karena saat pembahasan UU Pilkada di DPR, Fraksi Partai Demokrat (FPD) justru memilih walk out.
Setelah SBY mendapat serangan di media sosial, dia lalu membuat Perppu Pilkada tersebut yang otomatis membatalkan UU yang telah disahkan bersama pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. “Daruratnya enggak ada, yang ada Twitter SBY yang darurat,” ucapnya pada sebuah diskusi di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Hal senada diungkapkan Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) Mukhamad Misbakhun. Dia menilai, dalam mengeluarkan Perppu Pilkada, SBY tidak memiliki standing position yang jelas dan dibenarkan dalam konstitusi. SBY bahkan dinilai memaksakan kehendak pribadinya lewat perppu tersebut. “Coba cermati isi perppu itu. Kita bicara 10 rekomendasi perbaikan. Itu keinginan pribadi SBY,” katanya.
Menurut Misbakhun, UU Pilkada yang telah melalui pembahasan bersama DPR malah dibatalkan. DPR dipaksa menerima perppu yang isinya tidak pernah dibicarakan dengan DPR. “Kalau seperti ini, nanti Presiden Jokowi jika enggak suka sama sesuatu di DPR, dia tinggal bikin perppu. Sudahlah, berhenti memaksakan kehendak,” ucapnya.
Dukung SBY Jadi Ketua Umum Demokrat
Di sisi lain, ketokohan SBY di Partai Demokrat dinilai belum tergantikan. Kader Demokrat diklaim masih satu suara mendukung SBY kembali mencalonkan diri sebagai ketua umum DPP Partai Demokrat pada kongres nanti. Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, semua kader Demokrat memang masih menginginkan SBY kembali memimpin.
Namun, dia enggan menjawab perihal apakah SBY sudah menyatakan kesiapannya untuk menjadi ketua umum kembali atau tidak. “Intinya Pak SBY ingin Partai Demokrat bisa memenangi Pemilu 2019. Ya, mudah-mudahan beliau berkenan (jadi ketua umum),” katanya seusai menghadiri Rapat Pleno Pengurus Harian Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, kemarin.
Menurut Syarief, rapat pleno Demokrat tersebut untuk konsolidasi dan mendengar arahan SBY. Kongres Demokrat juga dibahas dan diputuskan akan dilaksanakan pada Mei 2015. “Rapat pleno mendengar arahan beliau bagaimana agar lima tahun ke depan Demokrat bisa menang. Soal kongres, ya kita singgung sedikit,” ucap Syarief Hasan.
SBY seusai memimpin rapat pleno tersebut tidak memberikan keterangan apa pun mengenai dukungan kader kepadanya untuk kembali menjadi ketua umum. Di sisi lain, dia menjelaskan soal pertemuannya dengan tokoh Koalisi Merah Putih (KMP) yakni Aburizal Bakrie (ARB) dan Prabowo Subianto membahas soal perppu. Pertemuan dilakukan di Jakarta kemarin pagi.
“Mereka datang dan menyatakan akan mendukung Perppu Pilkada. Mereka juga menyatakan tetap menjadi penyeimbang. Pesan saya, jika ada yang perlu dikoreksi dari pemerintah, silakan dikoreksi dengan cara yang baik-baik,” kata SBY. Terkait posisi Demokrat di parlemen, mantan presiden RI ini menegaskan partainya tetap tidak akan berpihak pada salah satu kutub koalisi, baik Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun KMP.
“Namun, bukan berarti Demokrat tak punya prinsip dan posisi. Ingat posisi gerakan nonblok saat perang dingin. Meski netral, kita tetap partisipatif sambil mendengarkan suara rakyat,” ungkapnya. Dukungan kepada SBY untuk kembali menjadi ketua umum juga disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto.
“Tidak satu kader pun yang akan menolak. Yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kami adalah bagaimana Pak SBY bersedia memimpin ke depan,” ucapnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Didik menilai SBY merupakan kader terbaik yang dimiliki Demokrat dan berpengalaman 10 tahun memimpin Indonesia.
Khoirul muzakki/ Kiswondari
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR Desmond J Mahesa mengatakan, perppu tersebut lahir bukan didasarkan pertimbangan akademik, melainkan desakan masyarakat kepada SBY lewat media sosial. Desmond mengkritik langkah SBY membuat perppu karena saat pembahasan UU Pilkada di DPR, Fraksi Partai Demokrat (FPD) justru memilih walk out.
Setelah SBY mendapat serangan di media sosial, dia lalu membuat Perppu Pilkada tersebut yang otomatis membatalkan UU yang telah disahkan bersama pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. “Daruratnya enggak ada, yang ada Twitter SBY yang darurat,” ucapnya pada sebuah diskusi di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Hal senada diungkapkan Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) Mukhamad Misbakhun. Dia menilai, dalam mengeluarkan Perppu Pilkada, SBY tidak memiliki standing position yang jelas dan dibenarkan dalam konstitusi. SBY bahkan dinilai memaksakan kehendak pribadinya lewat perppu tersebut. “Coba cermati isi perppu itu. Kita bicara 10 rekomendasi perbaikan. Itu keinginan pribadi SBY,” katanya.
Menurut Misbakhun, UU Pilkada yang telah melalui pembahasan bersama DPR malah dibatalkan. DPR dipaksa menerima perppu yang isinya tidak pernah dibicarakan dengan DPR. “Kalau seperti ini, nanti Presiden Jokowi jika enggak suka sama sesuatu di DPR, dia tinggal bikin perppu. Sudahlah, berhenti memaksakan kehendak,” ucapnya.
Dukung SBY Jadi Ketua Umum Demokrat
Di sisi lain, ketokohan SBY di Partai Demokrat dinilai belum tergantikan. Kader Demokrat diklaim masih satu suara mendukung SBY kembali mencalonkan diri sebagai ketua umum DPP Partai Demokrat pada kongres nanti. Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, semua kader Demokrat memang masih menginginkan SBY kembali memimpin.
Namun, dia enggan menjawab perihal apakah SBY sudah menyatakan kesiapannya untuk menjadi ketua umum kembali atau tidak. “Intinya Pak SBY ingin Partai Demokrat bisa memenangi Pemilu 2019. Ya, mudah-mudahan beliau berkenan (jadi ketua umum),” katanya seusai menghadiri Rapat Pleno Pengurus Harian Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, kemarin.
Menurut Syarief, rapat pleno Demokrat tersebut untuk konsolidasi dan mendengar arahan SBY. Kongres Demokrat juga dibahas dan diputuskan akan dilaksanakan pada Mei 2015. “Rapat pleno mendengar arahan beliau bagaimana agar lima tahun ke depan Demokrat bisa menang. Soal kongres, ya kita singgung sedikit,” ucap Syarief Hasan.
SBY seusai memimpin rapat pleno tersebut tidak memberikan keterangan apa pun mengenai dukungan kader kepadanya untuk kembali menjadi ketua umum. Di sisi lain, dia menjelaskan soal pertemuannya dengan tokoh Koalisi Merah Putih (KMP) yakni Aburizal Bakrie (ARB) dan Prabowo Subianto membahas soal perppu. Pertemuan dilakukan di Jakarta kemarin pagi.
“Mereka datang dan menyatakan akan mendukung Perppu Pilkada. Mereka juga menyatakan tetap menjadi penyeimbang. Pesan saya, jika ada yang perlu dikoreksi dari pemerintah, silakan dikoreksi dengan cara yang baik-baik,” kata SBY. Terkait posisi Demokrat di parlemen, mantan presiden RI ini menegaskan partainya tetap tidak akan berpihak pada salah satu kutub koalisi, baik Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun KMP.
“Namun, bukan berarti Demokrat tak punya prinsip dan posisi. Ingat posisi gerakan nonblok saat perang dingin. Meski netral, kita tetap partisipatif sambil mendengarkan suara rakyat,” ungkapnya. Dukungan kepada SBY untuk kembali menjadi ketua umum juga disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto.
“Tidak satu kader pun yang akan menolak. Yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kami adalah bagaimana Pak SBY bersedia memimpin ke depan,” ucapnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Didik menilai SBY merupakan kader terbaik yang dimiliki Demokrat dan berpengalaman 10 tahun memimpin Indonesia.
Khoirul muzakki/ Kiswondari
(bbg)